Kompasianer yang 'belum berbahagia', berapa sering Anda membaca artikel humor yang dianugerahi Artikel Utama (AU) ?Â
Sengaja saya tulis 'belum berbahagia' karena jika sudah, Anda tidak memerlukan lagi membaca artikel humor karena hidup Anda sudah penuh tawa.Â
Coba ketuk tulisan 'headline' di blog Kompasiana lalu cari artikel humor yang mendapat label AU.Â
Sudah?Â
Berapa kali scroll hingga mendapatkannya?Â
Atau belum dapat juga?Â
Sudah capai atau bosan scrolling terus?Â
Selama scrolling tadi, Anda pasti menemukan berbagai jenis artikel yang mendapat ganjaran AU. Bahkan artikel jenis fiksi baik cerpen maupun puisi pun mendapatkannya. Â
Dua jenis artikel diatas dulu jarang sekali mendapat label AU. Hal itu membuat seorang Kompasianer penulis puisi mutung, sempat mau mogok menulis (kners yang merasa dicolek silakan tunjuk hidung).Â
Setelah diprotes sini sini (bukan sana sini karena yang protes hanya di Kompasiana saja), akhirnya anugerah AU disematkan juga ke karya puisi.Â
Lalu, mengapa artikel humor dijauhi dewi fortuna berwujud AU? Padahal menulis humor itu sulit namun membahagiakan pembacanya?Â
Kompasianer Felix Tani, Acek Rudy, Jepe Jepe dkk, dulu ketika rajin menulis humor sangat jarang mendapat AU. Padahal para suhu tersebut tulisan humornya bikin ngakak hingga ingin salto berguling guling. Entah karena sebab diatas, sudah berbulan bulan ini saya tidak lagi menemukan artikel humor mereka.Â
Saat ini yang rajin menulis humor adalah kner Syahiduz Zaman, yang di profilnya tertulis dosen, peneliti dan pendidik.Â
Membaca profilnya, terlihat bahwa beliau bukan penulis kaleng kaleng. Berbagai jenis artikel banyak diunggah. Artikel humor karya beliau jenis humor serius yang bermutu tinggi. Namun saya belum pernah menemukan artikel humor beliau yang dilabeli AU (atau saya yang kurang membaca?).Â
Sekarang banyak penulis humor baru. Sepertinya usia mereka bervariasi. Kadang tulisan para Kner itu bikin ngakak, sering juga melongo karena saya gagal paham dimana letak humornya. Contohnya artikel tentang 'Kodham'yang dibaca ribuan orang itu.Â
Tulisan humor memang multi tafsir. Generasi x, y, z dan milenial punya selera humor berbeda. Sebuah humor bisa saja mengundang tawa untuk satu generasi namun justru mengundang tanya bagi generasi yang lain. Itulah sebabnya saya pernah menulis bahwa setiap humor akan menemukan orang yang mentertawainya.Â
Walaupun ditulis lintas generasi dengan banyak model tulisan, tetap saja saya sulit menemukan artikel humor berlabel AU.Â
Mengapa tulisan humor sulit sekali menjadi AU?Â
Dugaan saya sih, karena penulis humor tidak butuh AU (kalau K-reward pasti mau) sehingga membuat Admin K aman dari berbagai kritikan, omelan maupun rengekan. Betulkah begitu?Â
Jika Anda punya pendapat lain, silahkan tulis di komentar ya...Â
Salatiga, Â 280624.209
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H