Mohon tunggu...
SRI HARTONO
SRI HARTONO Mohon Tunggu... Supir - Mantan tukang ojol, kini buka warung bubur ayam

Yang penting usaha

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Post Holiday Blues ala Pemilik Warung

10 Januari 2024   06:00 Diperbarui: 10 Januari 2024   06:09 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jangan dikira yang bisa mengalami Post Holiday Blues (PHB) hanya orang kantoran saja, penjual bubur pun bisa mengalaminya. 

PHB memang menjengkelkan. Maksudnya mau lebih fresh ketika bekerja lagi setelah liburan, malahan malasnya jadi kebangetan. Sepertinya para PHB-ers tidak bekerja ditempat impian. 

Iya-lah, kalau memang pekerjaannya pas dengan yang diidam idamkan, mungkin mereka gak mau ambil liburan. Maunya kerja terus. 

Yang tidak mau liburan barangkali jabatan sudah setinggi gunung wewenangnya seluas samudera. Dapat gaji segede gaban dengan fasilatas ala sultan. Atau, jangan jangan ada sosok idaman yang setiap hari menjadi mimpi indah ketika tiduran atau tidur beneran. Gebetan, pacar atau selingkuhan? 

Maka, sial-lah orang orang yang bekerja hanya karena tuntutan hidup. Orang orang macam itulah yang paling gampang terkena virus PHB. Pinginnya libur tapi uang tetap masuk teruss. Dasar pemalas. 

Kata para orang asing yang kerja disini " Orang Indonesia kalau makan keringatan tapi pas kerja gak keluar keringat sama sekali". Itu sindiran halus untuk bangsa kita yang sering malas malasan saat kerja. 

Dan, orang seperti itu buanyakk, termasuk saya. 

Orang warungan yang berdikari rentan terkena virus PHB juga. 

Kami memang bisa liburan kapan saja, dengan durasi seenaknya tanpa cuti dan nunggu transfetan THR. Namun kalau liburannya kelamaan, dompet ini pasti menjerit jerit minta diisi. Saya bisa bisa seperti yang diistilah pejabat BI (Bank Indonesia); salah satu korban yang hidup dari makan tabungan. 

Tapi, orang BI sepertinya harus dislepet, ngomongnya kurang benar. Dalam kondisi ekonomi sulit ini, kebanyakan orang warungan hidupnya kembang kempis. Boro boro punya tabungan, bisa balik modal saja sudah bersyukur. 

Makanya istilah makan tabungan oleh pejabat BI tidak tepat untuk usaha warungan. Yang benar adalah makan modal. 

Saat ini kebanyakan dari kami hanya bisa berharap tahan dalam menghadapi godaan. Bukan godaan liburan karena kebanyakan untung, namun godaan tidak menutup warung. Saking sepinya pembeli, modal kami semakin tergerus karena kebanyakan libur, eh salah, yang betul karena kebanyakan nombok. 

Terkhusus PHB yang saya alami, alasannya bukan malas kerja karena macet, ketemu atasan jutek, saingan keras dengan rekan kerja atau gaji mini kerja maxi. 

Juga bukan karena masih terbayang libur nataru barusan. Piknik ke tempat wisata hidden gem, menikmati kuliner ekstrim lalu berfoto ria untuk dipamerkan di medsos. 

Bukan, bukan itu. PHB saya adalah malas bangun sebelum subuh. 

Sebagai penjual bubur ayam yang buka dari pagi hingga malam, liburan mewah bagi saya adalah tidur sepuasnya sambil memeluk si bungsu. Anak laki laki saya ini masih berumur 9 tahun dan sedang enak enaknya dipeluk seperti bantal guling. 

Mengapa efek PHB saya malas bangun pagi? 

Rutinitas saya berjualan adalah bangun jam 03.30 pagi, pergi ke warung, memasak dan persiapan lainnya. Jam 06.30 warung siap beroperasi. 

Saya berjualan hingga pukul 14.00, istirahat 4 jam hingga jam 18.0, lalu buka lagi sebelum tutup jam 21.00.

Semua itu saya kerjakan sendirian. Istri kadang kadang saya panggil untuk membantu kalau sedang ramai. Mantan pacar saya itu juga punya warung sendiri dengan lokasi dan menu berbeda. 

Dengan rutinitas jualan 13 jam itu saya hanya punya waktu tidur sekitar 5 jam sehari. Itupun gak nyenyak amat. Kadang kalau terlalu capai malah susah tidur. 

Tidak capai pun tidurnya belum tentu enak. Karena saya bukan seorang sultan, biang susah tidur saya biasanya; mimpi mendadak kaya, berangan angan jadi orang terkenal. Kalau sultan beneran khan gak perlu mimpi lagi karena sudah jadi kehidupan sehari hari. Jadi tidur mereka ya nyenyak nyenyak saja. 

Kadang waktu yang seharusnya untuk tidur malahan buat memimpikan para mantan. Biasalah, manusia stw (setengah tua) macam saya seringkali bernostalgia menghibur diri. Memimpikan para mantan adalah sebuah kenikmatan. Ada banyak kenangan yang bisa membuat senyum dan ketawa terus mengembang. Tapi para mantan itu ya cukup dimimpikan saja. 

Balik ke PHB. 

Jangan dibayangkan saat siang warung istirahat sekitar 4 jam saya bisa gunakan untuk tidur. Masih ada 'tugas negara' yang harus saya kerjakan yaitu antar jemput anak istri. 

Jadwal kerja istri saya lebih tertata. Biasanya saya antar ke warungnya sekitar jam 3 sore. Jika hanya antar jemput istri, enaklah, istirahat saya bisa disesuaikan. 

Namun rutinitas itu berbeda dengan anak sulung.  

Karena si sulung bersekolah di sebuah SMPN penggerak yang full Kurikulum Merdeka, ada saja kegiatannya yang harus dilakukan dengan jadwal tak tentu. Ini yang menyebabkan saya sulit istirahat karena ketika enak enaknya akan terlelap, tiba tiba ada panggilan untuk menjemput. 

Maka saya sekarang saya menjadi sosok yang kurang tidur. Mata panda atau mata bendol sehari harinya sering menghiasi wajah yang mulai keriput ini. Saya terjangkit dobel masalah; sudah keriput, kena mata panda lagi. 

Namun sebagai orang Jawa yang punya budaya bejo (masih saja bersyukur walau kena masalah) paling tidak saya dapat untung juga. Kalau mau berpenampilan gothik ala fans rock metal, saya tidak perlu banyak make up menghitamkan area mata. 

Liburan buat saya bukan jalan jalan sepuasnya. Mencium aroma kebebasan dari beban kerja yang terkadang amat menyiksa. 

Untuk orang yang kurang tidur, liburan kepinginnya cuma mencium aroma bantal selama mungkin. Melunasi hutang tidur tubuh ini.

Maka jika Anda menjumpai seseorang yang sedang tertidur di dalam bus,kereta api, bioskop, bangku taman bahkan di dalam mall, biarkan saja dia asyik dengan mimpinya. Barangkali orang itu juga orang warungan yang sedang berusaha melunasi hutang tidurnya. 

Kalau PHB pekerja kantoran pinginnya masih keluyuran, saya sih hanya ingin melanjutkan mimpi dengan tiduran saja. 

Salatiga, 09012024.204

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun