Beberapa hari ini teman teman menjuluki saya Si Dompet Tebal.Â
Hal itu sesuai dengan kenyatan bahwa dompet saya memang tebal. Â Ketika saya memakai celana jeans pinggang ketat, di saku belakang terlihat tonjolan besar. Didalamya berisi dompet kulit lipat dua yang sudah uzur.Â
Warna dompet tersebut udah memudar, jahitannya mengelupas dan di beberapa ujungnya sudah robek. Maklum, si kulit imitasi itu sudah menemani saya lebih dari 5 tahun.Â
Sudah tak terhitung banyaknya dompet tersebut saya duduki, cabut dan sisipkan kembali ke banyak celana yang saya pakai.Â
Dulu ketika masih narik ojol, dompet itu terisi uang. Meskipun tidak banyak, selalu ada lembaran kertas merah bergambar Soekarno- Hatta. Keuntungan narik ojol salah satunya terima uang setiap saat. Dompet saya terlihat agak tebal.Â
Kini setelah dua bulan buka warung bubur ayam, dompet saya menjadi semakin tebal. Makanya teman teman menjuluki saya Si Dompet Tebal.Â
Apakah saya banyak uang?Â
Oo, saya harus katakan sama sekali tidak. Dompet malah lebih sering tidak terisi uang sama sekali.Â
Karena sedang 'babat alas' alias merintis usaha, saya lebih sering nombok akibat baru sedikit pelanggan yang jajan. Meskipun bubur ayam saya enak dan unik, tetapi itu belum menjamin produk saya laku. Belum dikenal adalah alasan utamanya.Â
Uang hasil penjualan bubur hanya mampir sebentar saja karena digunakan untuk belanja lagi. Mampirnya bukan di dompet namun di saku celana.Â
Saya tidak menyimpan uang belanjaan di dompet. Malu rasanya jika dompet sering dikeluarkan namun isinya cuma uang ribuan.Â
Lantas bagaimana bisa tidak ada uangnya namun dompet selalu tebal?Â
Begini kawan..Â
Sebagai 'pengusaha' baru saya punya  dokumen baru yang diurus.Â
Di dalam dompet usang saya sudah ada isi tetap berupa SIM A dan C, STNK Motor, kartu BPJS, Kartu Indonedia sehat dan KTP. Itu berarti 6 kartu.Â
Setelah berjualan bubur, saya punya NPWP dan membuka rekening bank sehingga mendapat ATM. Tambah 2 kartu.Â
Ada lagi kartu yang kadang saya bawa jika perlu; kartu perpustakan dan kartu permainan Time Zone untuk anak saya. Tambah lagi 2.
Jika ditotal ada 10 buah kartu yang ngendon di dalam dompet saya.Â
Ketebalan dompet semakin bertambah karena saya menyimpan beberapa kartu nama, nota pembelian, catatan belanja dan beberapa dokumen lain.Â
Untung saya bukan pemakai kartu kredit. Bayangkan jika saya ikutan orang lain yang mempunyai beberapa kartu kredit sekaligus. Dompet saya akan bertambah tebal bebeberapa centi. Mungkin saku celana jeans tak muat dimasukinya.Â
Saya sering melihat orang orang membuka dompet dengan deretan kartu kartu yang mengintip. Nah, kartu yang mengintip atau sengaja diintipkan itu kebanyakan kartu ATM dan kartu kredit. Saya belum pernah melihat kartu BPJS atau Kartu Indonesia Sehat yang sengaja dipertontonkan.Â
Saking banyaknya kartu, mereka membawa dompet panjang yang ukurannya 2 kali dompet saya. Tampak seperti orang kaya. Namun saya tidak tahu mereka kaya beneran atau orang orang yang ingin terlihat kaya. Itu urusan mereka.Â
Dengan banyak kartu dan kertas yang saya punyai, dompet saya menjadi kaya isi. Hanya sayangnya empunya dompet tidak ikutan menjadi kaya.Â
Dompet saya sekarang lebih sering menginap di saku celana karena jarang dikeluarkan. Bagaimana mau dikeluarkan wong tidak ada uangnya.Â
Saya sering tertawa ketika teman teman memanggil saya si dompet tebal. Saya tahu mereka hanya bercanda.Â
Kami sebenarnya bernasib sama; punya dompet tebal namun minim isi uangnya. Makanya saya juga menjuluki mereka Si Dompet Tebal.Â
Jadi masih relevankah jika disebut dompet tebal pasti banyak uang?Â
Salatiga, 26102023.185.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H