Mohon tunggu...
SRI HARTONO
SRI HARTONO Mohon Tunggu... Supir - Mantan tukang ojol, kini buka warung bubur ayam

Yang penting usaha

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Merdeka Memakai Baju Daerah

29 Oktober 2022   14:13 Diperbarui: 29 Oktober 2022   14:38 1223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Murid murid  SMPN 2 Salatiga memakai baju daerah  - dokpri

Akhir akhir ini banyak pro kontra terkait aturan 'Seragam Pakaian Adat bagi Anak Sekolah. Hal itu terjadi setelah Kemendikbudristek mengeluarkan peraturan no 50 tahun 2022. Kemudian Kemendikbud menyerahkan aturan turunannya kepada pemerintah daerah masing masing untuk memutuskan masalah seragam pakaian adat ini. 

Satu hal yang menjadi pro kontra adalah pakaian adat seperti apa yang wajib dipakai. Jika memang pakaian adat seperti yang sudah diketahui khalayak ramai, tentunya banyak pernak pernik yang harus disiapkan dan dipakai  dengan cara yang benar. 

Pemakaian pakaian adat lengkap sifatnya sakral, contoh pakaian adat Jawa Tengah. Para leluhur punya maksud dan tujuan tertentu saat menciptakannya. Apa arti memakai blankon (tutup kepala), mengapa harus membawa keris yang diselipkan di belakang dan masih banyak pertanyaan lagi. 

Seperti contoh diatas, jika pakaian adat dikenakan secara sembarangan atau tidak mengikuti pakem, bisa jadi akan mendegradasi makna dari pakaian adat itu sendiri. 

Pertanyaan yang lain, jika satu daerah terdiri dari banyak suku, pakaian adat mana yang akan diwajibkan? 

Sumatera Utara dengan suku Melayu, Batak, Nias adalah salah satu contoh. Papua dengan berbagai suku asli yaitu  suku Dani, suku Asmat, Suku Amungme dll adalah contoh yang lain. 

Ada satu pendapat bagaimana jika bukan baju adat yang menjadi seragamnya, tetapi baju daerah. Walaupun baju daerah akan mempertimbangkan adat setempat, bisa jadi baju daerah lain dengan baju adat. 

Baju daerah adalah produk dari pemerintah daerah sehingga menjadi keputusan politis. Politik sendiri bersifat dinamis dan kompromi sehingga baju daerah yang ditetapkan adalah produk dari kedinamisan dan kompromi. Oleh karena itu baju daerah kemungkinan akan berkembang secara dinamis tergantung kompromi para pemangku kepentingan. 

Namun jikalau baju daerah yang  dipakai sebagai salah satu seragam sekolah, pemerintah daerah juga akan kebingungan dengan adanya berbagai macam suku di wilayahnya. 

Contoh Kabupaten Banggai di Sulawesi Tengah. Disana terdapat 3 suku asli yaitu suku Banggai, Saluan dan Balantak. Sejak tahun 80'an, Kabupaten Banggai kedatangan para transmigran dari Jawa, Madura, Bali, Lombok serta suku dari sesama pulau Sulawesi yaitu suku Bugis. Ada pula penduduk asli dari Sulawesi lain seperti Kaili maupun Gorontalo yang datang merantau. Mereka juga sudah puluhan tahun menetap di Kabupaten Banggai. Jika demikian, baju daerah seperti apa yang akan diwajibkan? Hal ini tentunya menjadi pro kontra. 

Namun biarlah pro kontra itu menjadi bahan pemikitan para cerdik pandai dan birokrat. Tatkala murid dan guru adalah subyek yang menjadi sasaran dari peraturan tentang seragam pakaian adat, apa pendapat mereka?

Tanggal 28 Oktober 2022 kemarin murid murid SMP N 2 Salatiga diminta memakai baju daerah. Hal itu berkaitan dengan peringatan hari Sumpah Pemuda 28 Oktober. 

Kezia, murid kelas VIII, bercerita tentang baju yang disandangnya. Kezia asli keturunan Jawa namun gadis itu memilih memakai baju dari daerah Sumatera Utara. 

Menurutnya pakaian itu cantik dan enak dipakai. Walaupun orangtuanya harus mengeluarkan uang 150 ribu untuk sewa baju dan rias, mereka tak keberatan menuruti keinginan si buah hati. Kezia  merias diri dengan cantik. Dia ingin terlihat beda dari penampilan sehari harinya di sekolah.  

Pendapat yang sama soal baju dan riasan juga dilontarkan oleh Fannesa. Murid kelas VIII itu memakai baju daerah bukan dari Jawa Tengah untuk kostumnya. Alasan Fanessa sedikit berbeda. Gadis, yang juga keturunan Jawa, ini memilih baju Batak. Baju tersebut diperoleh ayahnya saat bekerja di sana. 

Fanessa tak berkeberatan dengan pilihan ortunya karena selain baju itu bagus, mereka juga tak harus mengeluarkan uang untuk sewa atau membeli baju. 

Hanni, murid kelas IX memilih untuk memakai baju daerah Jawa. Jarik dan kebaya yang dipakai merupakan warisan nenek buyutnya. Dia ingin melestarikan budaya Jawa seperti yang diinginkan keluarganya. 

Mengenai riasan yang dipakai, Fanessa dan Hanni punya pendapat dengan Kezia. Mereka ingin tampil cantik dan berbeda. Penampilan itu juga bagian dari ekspresi narsis anak anak tersebut. Sekolah tidak melarang hari itu anak anak memakai riasan.

Dengan baju adat dan riasan cantik, mereka mereka berfoto selfi lalu berpose barengan dengan teman temannya. Foto foto dengan bergaya menarik kemudian menjadi isi dari media sosial masing masing seperti; Tik Tok dan Instagram . Anak anak tersebut, lazimnya anak generasi Z, mempunyai cara sendiri untuk bersenang senang dengan baju dan riasan yang dipakai. 

Suku Jawa tetapi memakai baju daerah lain. Fanessa, Kezia dan Hanni - dokpri
Suku Jawa tetapi memakai baju daerah lain. Fanessa, Kezia dan Hanni - dokpri

Kesenangan memakai baju daerah tersebut tak membuat mereka hanya ingin bernarsis ria saja. Pendapat bijaksana keluar dari anak anak SMP tersebut. 

Keiza, Fanessa dan Hanni tak ingin merepotkan orang tua dari segi persiapan maupun biaya. Itulah sebabnya sebisa mungkin mereka memakai baju yang sudah ada. Mereka juga berpendapat, memakai baju daerah tak perlu sering sering, cukup beberapa bulan sekali. 

Faisal, murid cowok kelas 8 mendukung pendapat teman temannya. Baju daerah yang dipakai adalah pinjaman dari budhenya. Hari itu Faisal memakai baju daerah Jawa Tengah tanpa dilengkapi blangkon maupun keris. Gratis, praktis tanpa ribet adalah alasan Faisal.

Mereka berempat tampak menikmati kegiatan hari itu. Kegembiraan terpancar dari wajah wajah mereka saat dimintai pendapat. Hari itu di sekolah tidak ada pembelajaran di dalam kelas. Ada beberapa lomba dimana anak anak dipersilahkan memilih lomba apa yang ingin diikuti. Lewat kegiatan peringatan Sumpah Pemuda, murid murid dibebaskan untuk berekspresi melalui baju maupun minat bakat. 

Kegembiraan juga meliputi wajah Ibu Sulistyorini selaku kordinator bidang kesiswaan. Guru bahasa Indonesia itu bercerita bahwa kegiatan hari itu sebenarnya mendadak, hanya 2 hari persiapannya. 

Setelah menerima arahan dari Dinas Pendidikan Kota Salatiga, beliau bersama guru guru lain membuat program untuk memperingati Hari Sumpah Pemuda. Dinas Pendidikan membebaskan sekolah membuat kegiatan sesuai kreatifitas masing masing. 

Ada beberapa lomba antara lain; membuat dan baca puisi, membuat poster digital, fashion show dan vlog. Lomba lomba itu sekaligus sebagai media pembelajaran luar ruang kelas. Murid murid diminta memakai baju daerah sebagai wujud nasionalisme dan toleransi. Mereka bebas memilih baju daerah mana saja yang hendak dipakai. 

Permintaan dan kekebasan ini direspon positif oleh anak didik mereka. Walaupun mendadak, 90%  dari anak anak mengikuti arahan sembari mengekpresikan diri dan bersenang senang. Kezia, Fanessa, Hanni dan Faisal telah mewujudkan nasionalisme dan toleransi melalui pakaian yang mereka pilih. 

Murid bebas memilih baju daerah - dokpri
Murid bebas memilih baju daerah - dokpri

Dari komentar beberapa murid dan guru diatas, hendaknya bisa menjadi bahan pertimbangan dalam merumuskan suatu aturan.

Para pihak yang berkecimpung di dunia pendidikan, silahkan saja berdiskusi tentang Seragam Baju Adat. Namun jangan lupa mempertimbangkan 'Kesenangan dan Kebebasan' para murid dan guru. 

Bukankah hal seperti itu yang dimaktubkan dalam Kurikulum Merdeka?

Salatiga 291022.147

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun