Walaupun kuatir, saya tetap bersalaman dan melakukan komunikasi saat Mas A datang.Â
Saya sudah melakukan pemeriksaan diri bahwa tidak ada luka terbuka tertutup yang saya alami. Salah satu media penularan virus adalah darah, jika saya mempunyai luka dan Mas A juga punya, bisa saja tersebut menjadi pintu masuk virus HIV saat kami bersentuhan.Â
Media penularan lain macam sperma atau jarum suntik jelas tidak mungkin terjadi pada kami. Cairan ludah yang terpancar saat kami ngobrol tidak akan menjadi saluran penularan HIV. Di dalam cairan ludah hanya terkandung sedikit virus sehingga butuh 2 liter untuk bisa menginveksi seseorang.Â
Dari waktu 1 jam yang diberikan kepada A untuk melakukan testimoni, hanya 45 menitan yang bisa dipergunakan.Â
Mas A sudah terlihat kepayahan karena kondisinya drop. Beliau menyampaikan bagaimana bisa tertular HIV/AIDS. Ternyata biang keladinya adalah jarum suntik yang dipakai bergantian saat mengkonsumsi narkoba bersama teman temannya.Â
Setelah terkena AIDS, Mas A kehilangan pekerjaan, harta benda keluarga nyaris habis untuk mengobatinya dan teman-temannya mulai menjauh. Yang paling tragis adalah ketika keluarga Mas A mulai mengucilkannya. Mas A hidup terlunta-lunta sampai akhirnya ditampung oleh LSM mitra kami.Â
Kami sempat berbincang bincang dan makan bersama sebelum berpisah dengan Mas A. Jabat tangan dan tepuk punggung menjadi salam perpisahan kami.Â
Sentuhan kedua dengan penderita HIV saya alami saat mendampingi seorang ibu (sebut saja Ibu W) yang tertular HIV dari suaminya.Â
Saya berkunjung ke rumah ibu tersebut untuk mengantar beliau memeriksakan diri ke dokter. Suami ibu W telah telah meninggal karena AIDS.Â
Kali ini saya sudah tidak takut lagi untuk bersentuhan. Waktu itu banyak diberitakan tentang Lady Diana yang melepas sarung tangan saat berjabat tangan dengan seorang ODHA. Beliau bahkan berpelukan dengan ODHA tersebut tanpa mendapat efek tertular.Â