Dalam dunia panggung politik dan sosial, di mana tidak hanya ada pertarungan antara superhero dan supervillain, tetapi juga di antara politisi yang berperan sebagai good cop dan bad cop! Konsep ini bukan hanya milik film-film Hollywood, tapi juga sangat relevan dalam konteks politik dan sosial kita saat ini. Bayangkan, di satu sisi ada politisi yang berusaha menjadi sahabat rakyat yaitu si good cop yang mendengarkan semua keluhan kita dengan senyuman manis. Di sisi lain, ada si bad cop yang siap mengancam dengan kebijakan yang bikin kita merinding, seolah-olah dia baru keluar dari film horor! Nah, di tengah ketidakpastian ini, kita mungkin bertanya-tanya: "Siapa yang lebih efektif, si baik atau si jahat?" Apakah kita lebih butuh politisi yang baik hati dan penuh janji, atau justru yang galak dan menegakkan disiplin, meski terkadang dengan cara yang bikin kita berdebar? Tujuan tulisan ini adalah untuk mengupas fenomena menarik ini sambil tersenyum santai. Jadi, siapkan diri untuk menyelami dunia yang absurd ini, di mana politisi bisa jadi lebih lucu daripada komedian, dan janji-janji mereka terkadang lebih konyol daripada lelucon yang kita dengar di acara stand-up!
Pertama-tama kita mulai dengan mengenal dua karakter utama dalam drama politik kita: good cops dan bad cops. Siapa mereka? Apa peran mereka dalam sandiwara ini?
Good cops adalah sosok yang selalu berusaha mendengarkan suara rakyat. Mereka ibarat teman baik yang siap jadi pendengar setia saat kita curhat tentang masalah sehari-hari. Politisi jenis ini biasanya muncul dengan senyuman lebar dan janji manis. "Tenang saja, semua akan baik-baik saja! Saya akan memperbaiki semua masalah ini!" Nah, di sini kita sering kali terjebak dalam pesona mereka. Bayangkan seorang politisi yang berjanji untuk menghapus pajak. Dia berbicara dengan nada lembut, "Rakyat adalah prioritas utama saya! Pajak? Hah, itu hanya istilah yang digunakan untuk menggangu tidur Anda!" Semua orang bersorak, "Hidup si baik hati!" Namun, di balik senyumnya, kita tidak tahu bahwa ia baru saja membeli mobil mewah yang harganya selangit atau shoping jam dengan yang paling mahal di Singapore atau baru saja menikmati dana CSR yang sudah cair. Dan kita pun bertanya-tanya, "Apakah pajak yang 'dihapus' itu berlaku hanya untuk kita?"
Â
Kita beralih ke bad cops. Mereka adalah sosok yang galak, seringkali mengambil keputusan kontroversial, dan berfungsi sebagai "pahlawan" yang mengancam. Ibaratnya, jika good cop adalah teman yang menyenangkan, bad cop adalah guru galak yang selalu siap memberi hukuman jika kita tidak mengerjakan PR. "Kalau kamu tidak patuh, akan ada konsekuensi!" Politisi bad cop sering kali menerapkan kebijakan yang bikin kita merinding. Misalnya, saat mereka mengumumkan, "Jika kamu tidak bayar pajak, saya akan datang menagih dengan kostum monster!bahkan akan kita persulit jika ingin mengurus SIM, KTP, Paspor bahkan mau menikah di KUA...." Sementara itu, rakyat hanya bisa tertawa canggung, "Ya, Tuhan, jangan sampai saya ketemu si bad cop di jalan!"
Â
Kembali ke kisah politisi good cop yang berjanji menghapus pajak. Suatu hari, dia menggelar perayaan acara "Hari Tanpa Pajak." Rakyat pun berbondong-bondong datang. Namun, saat semua orang bersorak, politisi itu muncul dengan mobil mewahnya, berkendara pelan-pelan sambil melambaikan tangan. Seorang warga berbisik, "Apakah mobil ini termasuk pajak yang dihapus?" Teman di sebelahnya menjawab, "Mungkin itu pajak untuk 'gaya hidup' yang baru saja dimulai!" Semua orang tertawa, dan di sinilah letak absurditas politik dengan janji manis yang seringkali tidak sejalan dengan kenyataan. Dengan definisi dan anekdot ini, kita bisa melihat betapa menariknya dinamika antara good cops dan bad cops dalam dunia politik. Mereka seperti dua sisi koin yang sama, dan kita sebagai rakyat hanya bisa berharap agar koin itu jatuh di sisi yang menguntungkan kita!
Â
Sekarang kita sudah memasuki bagian yang lebih menarik: strategi dalam praktik. Di sini kita akan menggali bagaimana karakter good cop dan bad cop berkolaborasi, seperti dua sahabat yang saling melengkapi---meskipun kadang terasa seperti dua orang yang berbeda planet! Mari kita bayangkan situasi di mana good cop dan bad cop berada di satu panggung yang sama. Good cop, yang berperan sebagai politisi A, muncul dengan senyum lebar dan rencana muluk-muluk. Berusaha meyakinkan rakyat bahwa semua akan baik-baik saja. "Jangan khawatir, teman-teman! Kami akan meningkatkan kesejahteraan dan membuat hidup kalian lebih baik!" Dengan nada penuh harapan. Di sisi lain, politisi B, si bad cop, siap mengambil peran antagonis. Sambil mengacak-acak rambutnya dengan pasang galak, dia mengancam, "Jika kalian tidak mengikuti aturan, bersiaplah untuk menghadapi konsekuensinya! Aturan baru akan segera berlaku!" Bayangkan wajah rakyat yang bingung: di satu sisi, ada yang menawarkan kue, sementara di sisi lain, ada yang mengancam akan mengambil kue itu jika tidak patuh.
Mari kita lihat contoh nyata dari kolaborasi ini. Suatu hari, di sebuah rapat besar, politisi A mengumumkan program bantuan sosial untuk rakyat. "Kami akan memberikan subsidi untuk kebutuhan pokok!" teriaknya dengan berapi-api. Rakyat pun bersorak, terbayang hidup tanpa khawatir akan dapur kosong. Namun, politisi B segera menyela, "Tapi ingat! Jika kalian tidak mendaftar tepat waktu, kalian akan kehilangan kesempatan ini! Dan jangan berharap untuk mendapatkan kelonggaran!" Rakyat pun terdiam. "Jadi, kami harus cepat, tapi jangan terlalu cepat, karena bisa jadi kami salah langkah?"Inilah momen lucu yang muncul dari kolaborasi mereka. Good cop dan bad cop berfungsi seperti pasangan komedi. Yang satu selalu optimis dan berusaha menghibur, sedangkan yang lainnya skeptis dan selalu siap dengan komentar pedas. Situasi ini mirip dengan komedi stand-up di mana satu pelawak menghibur dengan lelucon manis, sementara yang lainnya mengeluarkan sindiran tajam yang membuat penonton terpingkal-pingkal.