Mohon tunggu...
Sri Fatmawati
Sri Fatmawati Mohon Tunggu... Guru - Guru Bahasa Indonesia dan Cerpenis

Sri memiliki hobi menulis dan mendengar musik setiap hari, tertarik akan banyak hal dimulai dari psikologi remaja, musik, perawatan diri seperti skincare, self care, dan lain sebagai nya. Sri mulai berkecimpung di dunia pendidikan dan sangat tertarik dengan dunia pendidikan serta budaya masyrakat yang ada di sekitarnya. Sri sedikit memiliki ketertarikan terhadap topik sosial dan hukum.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Potongan Lagu dan Kenangan

17 Maret 2024   13:34 Diperbarui: 17 Maret 2024   14:54 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Pexels

Semua hal yang aku inginkan sejujurnya sudah dicukupi oleh priaku sekarang, aku sungguh betul bahagia, jika ada kualifikasi calon suami, justru priaku kini lebih unggul. Memang secara fisik tidak begitu menarik banyak wanita diluaran sana, tetapi jika kamu tahu betul bagaimana ia memperlakukanku, aku namakan priaku sebagai pria idaman semua wanita. Namun kembali lagi, apakah secandu itu mencintai orang yang bahkan ketika bersamanya aku lebih banyak menangis sendirian dibanding bahagia sambil ditemani.

Aku pernah menangkap satu pemikiran dimana katanya, mau bagaimanapun seseorang menyakiti kita, atau bahkan sama sekali berbanding terbalik dengan kita, baik secara pemikiran ataupun latar belakang, bahwa dengan kekuatan cinta justru dapat merekatkan keduanya. Dan aku mempercayai itu, lantas berpikir bahwa dengan mengikuti alur sebagaimana adanya, mungkin ia pun akan berpikir juga mengenai arah dari hubungan ini.

Tetapi dengan segala rasionalitas yang ada, aku diajak untuk berpikir sekali lagi tentang kenyataan bahwa seumur hidup itu lama. Apalagi dengan orang yang salah. Salahnya, memang satu dari kami tidak mau berpikir untuk terbuka akan hal itu. Tidak ada sama sekali untuk berpikir bagaimana kami ingin menyatukan kebiasaan kami, bentuk rispek kami, dan sebagainya. Aku berpikir mungkin karena kesibukan masing-masing, dapat menutup segala kemungkinan untuk membuka diri kami. Bahkan ketika bertemu sekalipun, tidak pernah terbesit sama sekali untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan arah pikiran kami sendiri.

Aku mungkin lebih sering menebak, berekspektasi, dan walaupun ujungnya tidak sesuai dengan apa yang aku pikirkan. Saat dulu di awal hubungan bersamanya, pernah terbesit satu pikiran bahwa ia akan membawaku ke hubungan yang lebih serius. Tetapi sampai hari ini, hal itu tidak pernah ada. Entahlah, aku merasa ia belum merasa cukup siap untuk memiliki hubungan yang serius dengan wanita. Mengingat trauma nya dahulu ketika ingin serius tetapi malah dikhianati wanita itu.  

Sampai detik ini, aku hanya mampu berdoa, semoga ia sembuh atas traumanya, lantas dapat bertemu dengan wanita baik yang mampu menemani sampai akhir hidupnya. Kali ini, aku berdoa semoga ia baik-baik saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun