Penanggalan atau kalender ada dua macam, yaitu Kalender Masehi dan Kalender Hijriyah.
Kalender masehi atau Tahun masehi dihitung menurut perputaran bumi mengelilingi Matahari (revolusi). Karena itu tahun masehi juga disebut tahun Syamsiah atau tahun Matahari. Pada sistem Kalender Masehi, sebuah hari dan tanggal dimulai pada pukul 00.00 dini hari waktu setempat. Awal perhitungan kalender masehi adalah lahirnya Nabi Isa a.s.
Kalender Hijriyah berbeda dengan kalender Masehi. Pada sistem Kalender Hijriah disebut juga Tahun Bulan atau tahun Qomariyah, karena, dasar perhitungannya adalah lama bulan mengitari Bumi.Â
Sebuah hari dan tanggal dimulai ketika terbenamnya matahari di tempat tersebut atau ketika memasuki waktu Maghrib. Kalender hijriah dibangun berdasarkan rata-rata siklus sinodik bulan. Kalender lunar (qomariyah), memiliki 12 bulan dalam setahun.
Dengan menggunakan siklus sinodik bulan, bilangan hari dalam satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari = 354,36708 hari).Hal inilah yang menjelaskan 1 tahun Kalender Hijriah lebih pendek 10-12 hari dibanding dengan 1 tahun Kalender Masehi. Â Awal perhitungan kalender Hijriyah adalah peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad saw dari Makkah ke Madinah. Sumber: id.wikipedia.org.
Dalam kalender Hijriyah, selain Muharram, ada tiga bulan haram dalam Islam yang dianggap mulia, yaitu Dzulqaidah, Dzulhijah dan Rajab. Pada bulan-bulan haram tersebut, ada larangan untuk berperang, anjuran untuk berpuasa serta anjuran memperbanyak sedekah terutama kepada anak yatim pada bulan Muharram.
Pada bulan Muharram, ada satu tradisi yang tetap lestari sampai saat ini yaitu ritual selamatan di pertigaan atau perempatan dengan membawa takir plontang (yaitu nasi lengkap dengan lauk pauk yang ditempatkan dalam sebuah wadah terbuat dari daun pisang yang tiap ujungnya di kaitkan menggunakan biting/lidi dan pada ujung takir diselipkan janur kuning yang ditancapkan tegak lurus). Takir plontang ini dianggap sebagai symbol atas doa dan harapan pada tahun baru Hijriyah dan janur kuning adalah symbol adanya harapan baru ditahun baru Hijriyah.
Bagi masyarakat Jawa, pada bulan Muharram ada satu larangan yang tidak boleh dilanggar yaitu menggelar hajatan atau berpesta pora. Terlepas ini  mitos atau bukan, tetapi kenyataannya, masyarakat Jawa sangat mempercayainya dan tidak berani melanggarnya.Â
Ada sebuah anggapan bahwa dilarangnya menggelar pesta pora pada bulan ini adalah karena bersamaan Nyi Roro Kidul atau Penguasa Pantai Selatan juga sedang menggelar hajatan.