Hari ini tepat tanggal 21 April. Tepat 143 tahun lalu, yaitu 21 April 1879 M di Mayong, Jepara, Â lahir seorang pahlawan pejuang emansipasi perempuan yang memiliki nama asli Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat atau dikenal dengan Raden Ajeng Kartini. Putri dari Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat yang merupakan bupati Jepara dan M.A Ngasirah, putri dari seorang guru agama di Teluwakur, Jepara.
Meskipun terlahir dari keluarga priyayi, tapi RA Kartini memiliki jiwa sosial yang tinggi serta senang menuntut ilmu.
RA Kartini menempuh pendidikan hanya sampai ditingkat Sekolah Dasar karena dia harus dipingit sebagaimana kaum wanita lain karena saat itu masih berlaku sistem patriarki yaitu sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama. Laki-laki menempati posisi yang lebih tinggi dari pada wanita dalam semua aspek kehidupan baik sosial, budaya maupun ekonomi. Pemegang tampuk pemerintahan serta pemegang sebuah keputusan penting ada ditangan laki-laki.
Perbedaan peran gender sangat menonjol sekali saat itu. Kalau laki-laki bisa menempati posisi strategis di semua aspek kehidupan, tidak begitu halnya dengan perempuan. Perempuan tidak bisa memiliki peran lebih selain hanya sebagai "konco wingking" (teman yang bertugas dibagian belakang) saja. Perannya tidak jauh dari urusan dapur, sumur serta kasur saja.
Dapur maksudnya sebagai juru masak dalam keluarga, sumur maksudnya sebagai tukang cuci dan kasur maksudnya sebagai pelayan suami serta mengurus anak.
Karena sistem patriarki yang berlaku saat itu, maka wanita tidak diizinkan untuk mengenyam pendidikan tinggi, toh nantinya hanya berperan di belakang saja. Oleh karena itu wanita tidak perlu memiliki pendidikan tinggi termasuk  Kartini,  meskipun dia adalah putri seorang Bupati atau berasal dari kalangan priyayi.
Meskipun hanya mengenyam pendidikan sampai di tingkat dasar, tetapi RA Kartini memiliki semangat yang tinggi untuk mencapai cita-cita, yaitu memajukan wanita Indonesia dari keterbelakangan serta menolak peran wanita yang memiliki stereotype sebagai konco wingking serta menuntut adanya persamaan hak antara laki-laki dan perempuan dengan cara  mengembangkan diri dengan belajar membaca dan menulis bersama teman-temannya, serta rajin membaca buku, surat kabar serta majalah Eropa. Hal itu dilakukan RA Kartini, karena untuk mengenyam pendidikan di sekolah formal hanya menjadi sebuah angan belaka.
Dengan berbekal kepandaiannya berbahasa Belanda, Kartini rajin mengirim surat ke beberapa temannya di Belanda yang akhirnya surat-suratnya dibukukan oleh JH Abendanon menjadi satu buku berjudul asli "Door Duisternis tot Licht"yang artinya Dari Kegelapan menuju Terang.
Kartini juga menulis surat termasuk ke Mr. J.H. Abendanon untuk mengajukan beasiswa di negeri Belanda. Tetapi sayang sekali, pengajuan beasiswanya tidak pernah terwujud karena RA Kartini harus menikah pada 12 november 1903 dengan Raden Adipati Djojo Adhiningrat. Setelah melahirkan anak pertama yang bernama R.M Soesalit, empat hari setelahnya RA Kartini meninggal dunia.
Kini sudah banyak sekali lahir Kartini muda yang sudah memiliki peran sama tinggi di semua sektor. Tidak ada perbedaan hak antara laki-laki dan perempuan baik dalam jabatan politik maupun pemerintahan. Kalau laki-laki bisa menjadi seorang presiden, wanitapun bisa melakukan hal yang sama. Menteri, Gubernur, Bupati, Camat, Kepala Desa banyak juga yang dijabat oleh seorang wanita.
Meskipun begitu, seorang wanita tidak boleh melupakan kodratnya sebagai perempuan yang memiliki tugas utama sebagai seorang ibu. Kodrat wanita yang harus melahirkan dan menyusui anak, tidak bisa digantikan oleh sosok lain.
Dari sinilah muncul peran ganda seorang wanita, bahwa disamping memiliki kodrat menjadi seorang ibu, seorang wanita bisa juga berperan di sektor publik untuk bisa mengembangkan kemampuan serta idealismenya.
Karena pada dasarnya, baik laki-laki mapun wanita sama di mata Allah Swt, seperti yang terdapat dalam QS Al Hujurat ayat 13:
Artinya: Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha teliti. (Sumber: Terjemah Kemenag 2002).
Jadi, semua manusia pada dasarnya sama dihadapan Allah Swt dan yang membedakan adalah derajat taqwanya saja, meskipun memiliki warna kulit, suku, bangsa dan ras yang berbeda. Begitu juga kesempatan untuk menempuh pendidikan, berkarier, berkarya serta bekerja, semuanya memiliki kesempatan yang sama.
Selamat Hari Kartini, 21 April 2022
Blitar, 21 April 2022
Sumber: https://www.tribunnews.com/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H