Mohon tunggu...
Sri Endah Mufidah
Sri Endah Mufidah Mohon Tunggu... Guru - Guru PAI di Pemkab Blitar

Menyukai dunia pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Berbelanja Online tetapi Tetap Peduli Lingkungan? Itu Harus

20 Februari 2022   16:45 Diperbarui: 22 Maret 2022   18:12 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://asset.kompas.com/

Pandemi covid 19 mempengaruhi perilaku dan pola hidup masyarakat dalam berbagai sektor. Salah satunya adalah kebiasaan baru  untuk berbelanja secara online. Bagaimana tidak, dengan berbagai kemudahan yang bakal diterima, barang yang diimpikan dan diidamkan akan dengan mudah didapat.

Sebelum maraknya marketplace online, sebenarnya kita sudah terbiasa melakukan aktifitas belanja offline dengan cara mendatangi beberapa toko untuk membeli barang yang kita butuhkan. 

Tetapi semenjak banyak marketplace yang menawarkan produk lewat dunia online dan banyak yang berlalu lalang diberanda setiap kali membuka beberapa aplikasi, bahkan saat harus browsing sesuatu, telah merubah pola pikir masyarakat untuk memanfaatkan berbagai kemudahan yang ada.

Alasan banyak orang lebih memilih berbelanja online antara lain adalah:

  • Kemudahan yang ditawarkan. Dengan cukup sekali klik menggunakan telepon pintar, berarti kita sudah melakukan transaksi. Dan setelah selesai melakukana proses pembayaran, tinggal menunggu barang yang kita pesan akan sampai didepan kita.
  • Lebih hemat tenaga. Kita tidak perlu berkeliling mencari toko yang menjual barang yang kita inginkan, karena di marketplace online sudah banyak toko yang menyediakan barang yang dimaksud lengkap dengan daftar harganya.
  • Tidak perlu menawar harga. Tinggal pilih toko yang menawarkan harga termurah saja yang diambil.
  • Hemat biaya transportasi. Hemat transportasi berarti juga hemat biaya.

Berdasar laporan "Navigating Indonesia's E-Commerce: Omnichannel as the Future of Retail", 74,5 persen konsumen lebih banyak berbelanja online daripada berbelanja offline. Konsumen yang berbelanja online meningkat dari  11 persen sebelum pandemi  menjadi 25,5 persen di awal tahun 2021.

Konsumen bebas dengan mudah melihat dan mencari tahu berbagai detail produk serta belanja  mulai alat elektronik, alat transportasi, fashion, aksesoris, kebutuhan rumah tangga, makanan, minuman, perhiasan, meubelair, pernik-pernik dan sebagainya.

Ketika berbelanja online, terutama untuk barang yang mudah pecah, untuk pengemasannya seringkali menggunakan kertas, plastik serta bubble wrap yang berlapis-lapis. 

Bubble wrap adalah plastik transparan untuk mengemas dan produk yang memiliki gelembung-gelembung kecil berisi udara yang bisa melindungi barang dari kerusakan. 

Dengan memakai bubble wrap  bertujuan, supaya barang yang hendak dikirim  bisa sampai ke konsumen dengan selamat tanpa ada kerusakan atau cela sedikitpun.

Untuk satu jenis barang saja, biasanya  dikemas menggunakan plastik atau bubble wrap sampai lapis dua atau tiga. Itu untuk satu jenis barang saja. Berapa banyak bubble wrap yang akan terpakai untuk pengemasan barang belanjaan orang satu desa, satu kecamatan, satu kabupaten bahkan satu negara?

Masyarakat, banyak yang belum memiliki kepedulian akan dampak buruk sampah yang tidak bisa terurai dengan tanah dan bisa  mengganggu lingkungan. Apabila dipedesaan, sampah-sampah tersebut tidak menjadi masalah besar, tapi bagaimana dengan yang tinggal dikomplek perumahan atau dikota-kota besar?

Nah, sudah saatnya para produsen untuk berfikir cerdas demi mengurangi sampah terutama sampah plastik karena bisa merusak lingkungan. Selain itu perlu adanya beberapa solusi, bagaimana produsen  mau menggunakan pengemas barang yang ramah lingkungan. Berikut adalah benda apa saja yang bisa dipakai sebagai pengganti plastik / bubble wrap, antara lain:

  • Koran bekas. Koran bekas bisa dipakai untuk melindungi barang yang akan dikirim. Caranya, koran bekas cukup diremas dan masukkan ke sekeliling barang yang hendak dikirim.
  • Shredded paper atau kertas potong. Kertas jenis ini juga bisa dipakai pelindung yang aman untuk barang yang mudah pecah.
  • Kertas bubur.kertas jenis ini lebih aman serta lebih canggih dibanding kertas potong dan koran. Untuk kedepan, bukan tidak mungkin akan marak dikembangkan daur ulang untuk membuat kertas bubur.

Namun, tidak semua produsen mau menggunakan barang-barang tersebut sebagai pengganti bubble wrap dengan alasan tidak mau ambil resiko yang terlalu besar. Nah, apa yang perlu kita lakukan jika memiliki bubble wrap  terlalu banyak dirumah?

  • Bubble wrap bisa dimanfaatkan sebagai rumah kaca mini. Bubble wrap memiliki gelembung-gelembung tempat udara, sehingga bisa digunakan untuk pelindung tanaman dari pancaran panas matahari secara langsung.
  • Melindungi kulit buah dari lecet. Jadi bubble wrap bekas bisa kita pakai sebagai alat menyimpan buah dalam lemari es.
  • Meletakkan bubble wrap di alas tempat penyimpanan makanan, membuat kulkas tetap bersih.
  • Bisa dipakai sebagai pernik-pernik atau bahan dasar ketrampilan, seperti untuk membuat bunga buatan, dompet atau tas belanja dan lain-lain.

Sudah saatnya masyarakat peduli dengan lingkungan sekitar, karena alam ini akan kita wariskan kepada anak cucu kita untuk masa-masa yang akan datang. Jadi, sebisa mungkin, kita jaga dengan sebaik-baiknya, salah satunya adalah dengan peduli sampah. Sampah yang bisa diurai, kita tanam, sedang sampah yang tidak bisa diurai, kita olah kembali supaya bisa menjadi barang yang bermanfaat.

Blitar,20 februari 2022

Sumber: https://nova.grid.id/

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun