Penulis yakin, sebenarnya mereka pasti tidak nyaman berada di dalamnya. Mereka "terpaksa" serta "dipaksa" betah untuk tinggal didalamnya oleh keadaan. Kalau diperbolehkan memilih, mereka pasti memilih berada di tempat yang nyaman serta enak untuk dijadikan tempat tinggal.
Program pemerintah untuk meminimalisir Rumah Tidak layak Huni (RTLH) harus kita sambut dengan baik. Meskipun penulis secara pribadi tidak pernah berharap mendapat bantuan serupa, tapi setidaknya program tersebut harus kita dukung. Otomatis dukungan secara materiil tidak bisa penulis lakukan.Â
Tapi setidaknya penulis bisa memberikan masukan kepada beberapa pihak yang berkompeten memegang kendali untuk peluncuran program tersebut.
Sebenarnya, menurut hemat penulis, pemberian Bantuan Rumah Swadaya banyak yang kurang tepat sasaran. Karena apa? Karena salah satu prasyarat untuk mendapatkan program tersebut adalah memiliki lahan terlebih dahulu. Lantas bagaimana apabila tidak memiliki lahan?Â
Padahal, secara logika, orang yang memiliki lahan, sebenarnya adalah orang yang mampu, akan tetapi tidak memiliki biaya untuk membangunnya. Dan, orang yang tidak memiliki rumah karena tidak memiliki lahan, inilah sebenarnya orang yang harus diutamakan untuk dibantu. Lantas bagaimana nasib mereka? Apakah mereka tidak akan pernah bisa terjaring dalam program ini? Ini adalah pemikiran pertama penulis.
Kedua adalah survey penetapan siapa saja yang layak mendapat bantuan harus benar-benar dilakukan secara fair.Â
Dalam hal ini, desa sebagai pihak yang paling dekat dengan rakyat harus benar-benar bisa netral. Pihak desa harus bisa memilih siapa saja orang yang berhak mendapat bantuan. Bukan karena famili, kerabat dekat, atau orang yang pro dengan pemerintahan desa.
Kepada pihak penerima bantuan, hendaknya dihimbau bisa merawat rumah tersebut bahkan kalau bisa untuk bisa terus memperbaiki sehingga lebih layak untuk kedepannya.
Penyadaran kepada masyarakat adalah bukan hal mudah untuk dilakukan. Karena tidak memiliki rasa memiliki, kebanyakan pihak penerima bantuan terkesan ogah-ogahan untuk merehabnya apabila terdapat kerusakan.Â
Mereka cenderung mengharapkan bantuan serupa dari pemerintah. Nah, mental yang seperti ini yang seharusnya mendapat sosialisasi lebih intens dari pemerintah desa.
Beberapa masukan tersebut adalah salah satu bentuk unek-unek dari penulis yang semoga bisa dijadikan bahan pertimbangan.