Mohon tunggu...
Sri Endah Mufidah
Sri Endah Mufidah Mohon Tunggu... Guru - Guru PAI di Pemkab Blitar

Menyukai dunia pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sisihkan Sedikit Uang Anda buat Pak Ogah

31 Oktober 2021   16:26 Diperbarui: 31 Oktober 2021   19:49 503
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: radar.jawapos.com

Pak Ogah adalah salah satu  sebutan bagi seorang pekerja informal. Pekerja Informal artinya orang yang bekerja tanpa relasi kerja artinya tidak ada perjanjian yang mengatur elemen kerja, upah dan kekuasaan. 

Pekerja informal tidak memiliki atasan yang akan menjamin kesejahteraan para pekerjanya. Pekerja informal tidak memiliki aturan yang mengikat tentang tata cara kerjanya.

Pernahkah anda melihat beberapa orang yang bekerja di jalan atau perempatan juga pertigaan di jalan protokol? Mereka mengatur lalu lintas layaknya polisi sedang melaksanakan tugas. Tapi, mereka bukanlah polisi atau security (petugas keamanan). Mereka bisa dikatagorikan sebagai pekerja informal.  

Mereka  melakukan sesuatu atas inisiatif mereka sendiri  tanpa ada yang menyuruhnya. Mereka bekerja bukan dibawah naungan satu instansi atau perusahaan tertentu.

Masyarakat sering menyebutnya dengan istilah pak Ogah. Kenapa disebut dengan pak Ogah? Pak Ogah adalah salah satu tokoh dalam film anak-anak tahun sembilan puluhan yang berjudul si Unyil. 

Pak Ogah  memiliki ciri khas, tidak memiliki rambut alias gundul dan selalu bilang " cepek" yang artinya seratus. Uang seratus pada masa itu sudah cukup banyak. Karena masyarakat sering memberi uang receh, maka profesinya disebut dengan pak Ogah. Tidak semua orang memiliki pandangan yang baik terhadap profesi pak Ogah.

Pandangan masyarakat terhadap keberadaan pak Ogah dibagi menjadi dua, yaitu:

Pandangan yang negatif. 

Sebagian orang yang memiliki pandangan negatif memiliki beberapa pendapat yaitu: (satu) pak Ogah hanya mengharapkan uang pengguna jalan saja tanpa mau bekerja. 

Mereka dianggap seperti pengemis karena hampir disetiap pertigaan ada pak Ogah yang stand by. Tentu saja keberadaannya malah merisaukan pengguna jalan. Untuk sampai ke suatu tempat, kita harus melewati jalur yang terdapat beberapa pak Ogah disana. 

Meskipun pak Ogah tidak meminta sejumlah uang, tetapi bagi sebagian orang, keberadaannya cukup dianggap mengganggu perjalanan. (kedua) pak Ogah dianggap menghambat laju kendaraan yang lewat, karena meskipun tidak terlalu padat, pak Ogah akan selalu menghentikan para pengguna jalan, supaya memiliki waktu yang cukup untuk meminta uang kepada pengguna jalan.

Pandangan yang positif. 

Orang yang memiliki pandangan positif terhadap pak Ogah memiliki pendapat, yaitu: (satu) pak Ogah bekerja tanpa kenal lelah. Mereka memulai pekerjaannya sejak jam enam atau setengah enam pagi saat jalan mulai ramai dengan para pekerja yang berangkat ke kantor atau anak sekolah yang berangkat sekolah. 

Berkat mereka pula, para pengguna jalan merasakan lebih mudah untuk menyeberang jalan (karena sulit sekali menyeberang saat jalanan ramai karena tidak ada lampu lintas atau traffic light disana). 

Padahal, bila di telisih secara lebih dalam, apa yang mereka kerjakan bukanlah pekerjaan yang ringan. (kedua) Mereka tidak pernah (tidak berani) meminta upah atas apa yang mereka kerjakan. Mereka juga tidak pernah memasang tarif atas kerja kerasnya. Mereka hanya mendapatkan upah karena belas kasih para pengguna jalan. (ketiga) Pak Ogah tidak memasang berapa tarif yang harus mereka terima.

Pernah, suatu ketika, saya memberanikan diri bertanya kepada salah satu pak Ogah yang biasa mangkal di perempatan sebelum masuk ke kampung tempat saya tinggal. 

Pertanyaan saya seputar nominal yang mereka terima setiap harinya. Mereka menjawab, kalau para pengguna jalan tidak selalu memberi upah (jasa) dalam bentuk uang. Ada yang memberinya nasi kotak, minuman atau sekedar kue. 

Pernah, dalam satu hari (mulai jam enam sampai jam empat sore) beliau hanya mendapat uang sepuluh ribu rupiyah. Bayangkan! Apa yang akan diberikan kepada keluarganya, apabila hanya mendapat uang  sepuluh ribu rupiyah saja. Apalagi apabila cuaca sedang hujan. Mereka harus bekerja ekstra keras ditengah guyuran air hujan. 

Tetapi, beliau juga mengatakan pernah mendapat uang lebih dari seratus ribu rupiyah. Tapi, beliau tidak serakah. Apabila mendapat uang yang lebih, beliau akan memasukkan sebagian uang yang diterimanya ke kotak amal untuk musolla tempat beliau mangkal. Sungguh, saya sangat malu kepada diri saya sendiri.Dengan segala keterbatasannya, beliau masih berfikir untuk berbagi.

Meskipun kehadirannya tidak begitu diakui dan dihargai, tetapi keberadaannya cukup diperhitungkan. Kiprahnya cukup mewarnai dunia jalan raya. Kehadirannya sedikit banyak memberikan sumbangsih bagi lancarnya lalu lintas.

Blitar, 31 Oktober 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun