Kisah ini saya alami saat saya dan teman-teman sedang mengikuti orientasi bagi Calon Pegawai Negeri Sipil sebelum mengikuti Diklat Prajabatan yang bertempat di salah satu Gedung X (sebut saja begitu).
Saat itu, saya bersama sekitar empat ratusan peserta sedang mengikuti orientasi di tempat tersebut. Kami dibagi menjadi beberapa kelompok, begitupun untuk pembagian tempat tidur.Â
Satu ruangan berisi sekitar 60 an orang, dimana satu orang mendapat jatah  satu tempat tidur. Karena tidak ada sekat ruangan, maka hanya ada sederetan bed berjumlah 60 bed untuk 60 orang dalam ruangan tersebut tanpa sekat ruangan.Â
Bisa dibayangkan, bagaimana cara kami saat harus berganti pakaian. Begitu pula dengan kamar mandinya yang tidak dipisahkan menjadi ruangan-ruangan. Hanya ada satu tempat air besar dalam satu ruangan kamar mandi yang besar. Tidak mungkinlah bagi kami untuk mandi satu persatu, karena waktu untuk mandipun dibatasi.Â
Jadi, kami selalu mandi secara bersama-sama. Satu waktu bisa untuk 20 orang sekaligus. Satu hal yang tidak pernah kami lakukan sebelumnya, bahkan membayangkanpun tidak pernah.
Jadwal kegiatannyapun sangat padat. Start pukul setengah lima pagi dan selesai jam sembilan malam. Walaupun disela-sela kegiatan ada waktu untuk istirahat, tapi kegiatannya sudah sangat membuat kami harus menguras tenaga. Mulai dari kegiatan yang berbentuk pengarahan, ceramah, baris berbaris, wall climbing sampai flying fox.
Meskipun kami merasa sangat kelelahan, mengingat itu adalah program yang wajib kami ikuti, maka kami harus mau tidak mau untuk mengikutinya dengan tertib, karena apabila kami tidak lolos, maka kami harus mengulanginya di tahun mendatang.
Cerita mistis ini berawal saat salah satu teman saya yang bernama Rita (bukan nama sebenarnya) merasakan sesuatu yang ganjil. Tempat tidur bu Rita tepat berada di sebelah kiri saya. Â
Bu Rita, saat mengikuti program ini baru saja melahirkan anak ke tiganya dan bayinyapun saat itu masih berumur satu bulan. Karena rumahnya tidak begitu jauh dari lokasi, maka suami bu Rita, rutin datang ke lokasi sehari dua kali untuk mengambil ASI (Air Susu Ibu) yang diperas secara rutin. Bu Rita juga membawa beberapa botol untuk tempat ASI yang diperasnya.
Hari kedua orientasi, Bu Rita mengalami sebuah keganjilan. ASI yang diperasnya pagi itu jatuh berceceran dan hilang dari botolnya. Sebuah pertanyaan muncul di benak kami.Â
Siapa yang menumpahkan ASI itu? Kapan? Kalau yang menumpahkan orang, tidaklah mungkin, karena saat itu, kami semua harus mengosongkan ruangan dan harus berada di lapangan. Misalkan kucing,juga tidaklah mungkin, karena gedung  yang digunakan sebagai tempat tidur kami berada jauh dari dari pemukiman penduduk dan sejak kemarinpun kami sama sekali tidak pernah melihat ada kucing yang berkeliaran.
Dan pertanyaan-pertanyaan itu akhirnya terjawab. Salah satu petugas jaga di ruangan tempat kami tidur, malam harinya bercerita. Dulu, tempat tersebut sebenarnya ada sebuah rumah penduduk.Â
Ditempat tersebut dulu terdapat satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan dua anak yang masih balita. Anak yang besar berusia sekitar tiga tahun, sedang anak yang kecil masih digendong atau masih berumur 3 bulan.
Entah apa yang menyebabkan hingga akhirnya siibu dan kedua anaknya tersebut meninggal dunia secara tragis. Cerita yang berkembang dari satu orang dengan yang lain berbeda-beda. Ada yang bilang karena kecelakaan, ada yang bilang karena dibunuh suaminya sendiri karena suami punya selingkuhan dan lain-lain.
Hingga sampai sekarang, roh siibu bersama kedua anaknya sering mendatangi ruangan tersebut, karena tempat itu dulu tepat sebagai kamar mereka.Â
Banyak orang melihat mereka bertiga sedang menangis dipojok ruangan juga ada yang melihat mereka sedang tidur bertiga, bahkan ada orang yang tidur ditempat tersebut, dipindahkan keluar selanjutnya tempat tidurnya digunakan untuk mereka bertiga tidur. Ah, mengingat hal itu, saya sering merasa merinding.
Setelah pak penjaga ruangan menceritakan hal tersebut, kami semua jadi merasa ketakutan. Sepanjang malam kami semua tidak bisa tidur. Perbincangan kami tidak lepas dari kisah siibu dan kedua anaknya yang sering muncul ke dunia nyata. Tiba-tiba.....jam setengah dua dini hari, lampu ruangan kami tidur mati.Â
Gelap sekali. Tidak ada suara sama sekali. Samar-samar kami mendengar suara tangisan bayi di pojok ruangan. Sebentar kemudian, ada suara ibu yang sedang menenangkan bayi yang sedang menangis sambil bernyanyi kecil. Kami semua terdiam tak berani bersuara dalam kegelapan malam.Â
Mata sayapun saya pejamkan sambil melafalkan ayat-ayat Al-Qur'an, karena memang tidak ada yang bisa kami lakukan selain diam. Mau menyalakan senter HPpun tidak berani.Â
Kami takut, akan melihat sosok yanng menyeramkan dikamar kami. Setelah selama sekitar setengah jam lampu padam, akhirnya lampupun kembali menyala.Â
Lega rasanya. Tak ada apa-apa. Kami semua bergegas mengecek pojok asal suara saat lampu padam tadi. Ada bekas tanah yang masih basah disana, karena memang malam itu sedang hujan gerimis. Tambah merinding rasanya.
Keesokan harinya, hari terakhir kami berada ditempat tersebut. Ada banyak cerita yang kami bagi pagi itu. Cerita nyata yang akan selalu kami ingat sepanjang waktu. Sampai sekarangpun, saat kami bertemu, kami masih sering bercerita tentang peristiwa tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H