sumber gambar:https://www.republika.co.id/
Jujur, istilah cancel culture masih sangat asing di telinga saya. Cancel itu sendiri berasal dari bahasa inggris yang artinya membatalkan, sedangkan culture artinya budaya. Jadi secara harfiyah, cancel culture berarti membatalkan budaya. Tetapi rasanya sangat tidak cocok bila diartikan seperti maksud dari istilah cancel culture itu sendiri.
Akhir-akhir ini marak kita dengar istilah cancel culture. Cancel culture  adalah satu bentuk boikot kepada seseorang yang terkenal biasanya  selebritis (artis, musisi ), politikus,  karena memiliki perilaku bermasalah  sehingga orang tersebut di boikot oleh banyak orang yang menyebabkan penurunan besar-besaran terhadap karier orang tersebut. Cancel culture bisa juga berarti hukuman sosial dari masyarakat.
Cancel culture jelas memberikan image negatif terhadap seseorang, karena ini merupakan bentuk bullying yang baik secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap karier serta langkah kedepan orang tersebut. Selain itu, ada beberapa akibat yang bakal diterima oleh orang tersebut antara lain:
1. Mental orang yang terkena cancel culture tentu akan down, begitu juga dengan keluarga dekatnya. Karena memiliki citra buruk, mereka akan merasa minder berada di keramaian, Â mereka tentu akan berfikir semua orang akan memicingkan mata kala memandang mereka.
2. Orang yang terkena cancel culture akan sulit berkembang, karena setiap langkah yang akan diambil selalu terhalang dengan yang namanya "image negatif". Tidak berkembangnya karier tentu akan berpengaruh juga terhadap kondisi ekonomi mereka.
Cancel culture sesungguhnya adalah satu bentuk hukuman karena telah melakukan satu tindakan yang dipandang melanggar hukum atau norma, akan tetapi sangat tidak adil, karena orang tersebut telah menerima hukum pidana disatu sisi, sedangkan disisi lain harus menerima hukuman lagi dalam bentuk cancel building.
Sebenarnya, setelah menerima hukuman pidana, mereka seyogyanya dibersihkan namanya atau di rehabilitasi karena telah memperoleh ganjaran atas perbuatan salahnya. Dan  cancel culture justru akan menambah berat hukuman yang bakal diterimanya, karena ini akan bersifat permanen dan dalam waktu yang panjang dimana tidak akan diketahui kapan imbas dari hukuman cancel culture ini akan berakhir, setahun dua tahun atau bahkan seumur hidupnya. Dan bahkan bisa jadi, anak-anaknya masih akan menerima imbas dari hukuman tersebut.
Berbicara setuju dan tidak setuju atas cancel culture, tentunya kita tidak bisa memandang dari satu sisi saja atau sisi orang yang menerima cancel culture saja. Kita juga harus memandang dari sisi lain dari pihak-pihak yang merasa dirugikan . Mereka adalah golongan orang  yang merasa tidak puas dengan keputusan pengadilan yang mengadili orang tersebut, sehingga mereka membuat komuntas atau kelompok untuk membuat cancel culture tersebut.
Apapun itu, dalam semua kebijakan pasti ada pihak baik yang dirugikan maupun yang diuntungkan. Untuk mengambil satu kesimpulan tentunya kita harus memposisikan diri sebagai pelaku cancel culture maupun korban cancel culture, sehingga kesimpulan yang kita peroleh benar-benar bersifat obyektif serta tidak merugikan salah satu fihak.
Blitar, 9 September 2021
sumber: https://www.merdeka.com/
sumber gambar:https://www.republika.co.id/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H