Mohon tunggu...
Sri Dwi Aprilia
Sri Dwi Aprilia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Mahasiswa Departemen Bahasa dan Sastra Inggris

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Gen Z dan Stoisisme

10 Juni 2022   22:01 Diperbarui: 10 Juni 2022   22:05 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

GEN Z DAN STOISISME

Pernah mendengar tentang Stoisisme sebelumnya? salah satu ajaran filsafat pada zaman Helenistik (3 SM) yang dikemukakan oleh Zeno, filsuf dari Athena. Ajaran Stoisisme cukup beragam namun dapat disimpulkan bahwa Stoisisme merupakan filosofi yang percaya bahwa semua pertanyaan adalah untuk menyediakan cara berperilaku yang dicirikan oleh ketenangan pikiran dan kepastian nilai moral. bagaimana hidup dalam ‘kepasrahan’ dan tidak mencoba mengatur hal-hal yang berada di luar kendali kita.

Para filsuf yang menganut sistem ini antara lain Epictetus yang seorang mantan budak, Marcus Aurelius; kaisar Roma yang berjaya. Adapun Zeno ‘melahirkan’ pemikiran stoisisme ini setelah tragedi kapalnya yang karam. Hal ini membuktikan bahwa penerimaan takdir dan kendali diri tidak memandang latar belakang; semua orang ingin bahagia. Mengutip perkataan Epictetus mengenai inti dari stoisisme bahwa, “Happiness and Freedom begin with a clear understanding of one principle. Some things are within your control. And some things are not”, yang berarti kebahagiaan dan kebebasan dimulai dengan pemahaman yang jelas tentang satu prinsip, beberapa hal berada di bawah kontrol kita sedangkan lainnya tidak.

Sebagai salah satu generasi yang sudah memasuki usia produktif , Gen Z atau sebutan bagi anak-anak yang lahir pada rentang tahun 1995-2010 (Generation Theory, Penguin, 2004) dimana sejak lahir dan bertumbuh, telah amat dekat dengan teknologi. Sebagai contoh, telekomunikasi seluler pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1985, pada tahun 1995 diluncurkan teknologi pertama CDMA (Code Division Multiple Access) yang disebut ETDMA (Extended Time Division Multiple Access) dan terus berkembang hingga kini. Tak heran bila kini kita menjumpai anak-anak SD bisa mengakses media sosial secara bebas. Seperti rahasia umum jika Gen Z ‘gemar’ melampiaskan emosi negatif mereka terhadap hal-hal sepele yang berakhir pada adu mulut tanpa ujung dan tanpa tujuan. Misalnya, TwitWar atau adu argumen di Twitter, biasanya sering terjadi pada postingan-postingan yang diunggah oleh Base secara anonim. Tidak ada yang bisa didapatkan selain kepuasan melampiaskan emosi dan emotional exhaustion. Mengomentari pakaian orang atau membully seseorang terlebih wanita karena pacar mereka lebih senang memandang sesuatu yang lebih indah daripada kekasih mereka sendiri adalah 2 hal yang kerap terjadi.

Stoisisme mengajarkan kita untuk bertanggung jawab atas kesejahteraan diri sendiri, mengendalikan respon diri termasuk emosi negatif, menerima kehilangan dan kematian ataupun hal-hal remeh seperti bergunjing dan yang lainnya. Mungkin di masa yang akan datang, filsafat ini bisa diajarkan oleh guru-guru atau para dosen kepada anak ajarnya sebagai salah satu upaya preventif dari hal-hal negatif kemajuan digital terhadap generasi muda. Sebab filsafat ini cukup ringan untuk dipahami dan dipelajari, meskipun tetap harus ada effort dalam pengaplikasiannya.

Berikut adalah beberapa inti Stoisisme untuk melihat alasan mengapa banyak orang menganggap Stoisisme berguna dalam kehidupan sehari-hari dan situasi yang kurang menguntungkan.

  1. Kebahagiaan diperoleh dengan menjalani kehidupan yang bajik, bukan dengan mengejar kesenangan materi.

  2. Mengingat apa yang dapat kita kendalikan dan tidak sangatlah penting. Jangan mengalihkan kesalahan ke orang lain ketika situasi memburuk. Berikan rasa kepemilikan atas pemikiran dan perilaku diri sendiri tetapi jangan menyibukkan diri dengan pendapat atau peristiwa dari luar kendali. Kita tidak dapat mengendalikan peristiwa di luar kita tapi kita mampu mengontrol reaksi kita.

  3. Jangan terpaku pada masa lalu, masa depan atau emosi negatif. Cukup fokus untuk menyelesaikan apa yang bisa diselesaikan saat ini.

  4. Fokus pada kerjasama dan lakukan yang terbaik. Koneksi dan membantu orang lain adalah dua hal yang terpenting dalam hidup.

  5. Berproses menjadi orang yang lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun