Alih fungsi lahan yang sangat masif, bisa jadi alasan bagi Kementerian Pertanian untuk mengevaluasi program  cetak sawah mereka. Berkurangnya lahan pertanian, juga mengingatkan publik akan kelancaran program cetak sawah. Jangan sampai program itu dijalankan secara tergesa-gesa oleh Kementan.
Pengumuman Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) terkait luas lahan pertanian kemarin memang tidak enak didengar. Pada 2018 ini terjadi pengurangan 7,1 juta hektare lahan pertanian. Ngerinya lagi, laju pengurangan itu tidak akan melambat, melainkan akan terus bertambah. Diperkirakan, rata-rata terjadi pengurangan luas lahan pangan sebesar 120 hektare per tahun.
Pengurangan yang cukup signifikan tersebut dikarenakan banyak lahan sawah yang ternyata sudah beralih fungsi. Ada yang berubah menjadi pusat perbelanjaan dan ada yang menjadi bangunan lain.
Kementan  juga perlu melakukan evaluasi serius terkait implementasi kebijakan yang diambil. Mulai dari kebijakan cetak sawah hingga program intensifikasi seperti pupuk, benih serta peningkatan kesejahteraan petani belum berjalan dengan optimal.
Lagipula, cetak sawah tidak bisa dihitung berdasarkan luas cetakan sawah baru saja. Tapi juga harus dipikirkan mengenai sumber airnya, tingkat kesuburan tanah, dan kemampuan masyarakat setempat untuk menjadi petani. Tanpa ada ketiga aspek tadi, cetakan sawah baru hanya akan jadi program buang-buang uang. Karena sawah yang baru tidak termanfaatkan.