Mohon tunggu...
Sri Agung Mikael
Sri Agung Mikael Mohon Tunggu... PNS -

Mengintip wangsit dari langit, menyingkap kabut laut, mengembangkan layar bahtera KEBANGSAAN

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Inilah Negeriku : Pulau Padam Api Pedalaman Kalimantan Timur

3 September 2015   14:39 Diperbarui: 3 September 2015   14:39 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jadi ingat lagunya Koes Plus yang syairnya begini :

"Bukan lautan hanya kolam susu

Kail dan jala cukup menghidupimu

Tiada badai tiada topan kau temui

Ikan dan Udang menghampiri dirimu

Orang bilang tanah kita tanah sorga

Tongkat kayu dan bambu jadi tanaman..."

Pulau Padam Api adalah nama sebuah kampung di Desa Senambah Kecamatan Muara Bengkal Kabupaten Kutai Timur. Perjalanan ke kampung tersebut ditempuh dengan moda transportasi darat dan air. Bagi Anda yang berada di luar Propinsi Kalimantan Timur, Anda harus terlebih dahulu terbang menuju Balikpapan kemudian dilanjutkan 3-4 jam perjalanan darat ke Samarinda ibukota propinsi Kalimantan Timur. Dari Samarinda, route menuju kampung bisa dipilih : apakah melalui Kecamatan Tenggarong Seberang (Kab. Kutai Kartanegara) langsung menuju Muara Bengkal dengan jalan darat sekitar 7-8 jam atau menuju Kota Sangatta (Kab. Kutai Timur) sekitar 4 jam perjalanan darat lanjut ke Kec. Muara Bengkal sekitar 6-7 jam perjalanan darat. Jangan lupa, kondisi kendaraan harus sehat mengingat kondisi jalan di Kalimantan Timur menuju ke lokasi cukup berat.  Penulis bersama beberapa teman berhasil mengunjungi kampung ini pada tanggal 25-27 Agustus yang lalu.

Setelah sekitar 7 jam perjalanan dari Sangatta kami sampai dan menginap di Muara Bengkal, untuk melepas lelah dan capek. Paginya kami baru menuju ke Kampung Padam Api. Dari ibukota Kecamatan Muara Bengkal menuju Desa Senambah saat ini bisa ditempuh melalui jalan darat, dengan waktu sekitar 45 menit. Dari Desa Senambah menuju Kampung Padam Api ditempuh melalui Sungai Senambah. Pada musim penghujan, waktu tempuh hanya sekitar 30 menit dengan menggunakan perahu ketinting bermesin 5-6 PK.

Pada musim kering seperti saat ini, perjalanan di Sungai Senambah menuju Kampung Padam Api memerlukan waktu yang relatif lama karena sungai sangat dangkal sehingga perahu sering kandas karena menabrak batang kayu atau batu. Beberapa kali kami harus mengangkat perahu atau mendorong perahu menggunakan tongkat bambu.

Bentang sungai yang dialiri air sangat sempit. Belum lagi banyak kayu-kayu log berdiameter di atas 60 cm yang  sudah lapuk sisa-sisa kejayaan (Keserakahan?) masa lalu berserakan di sungai. Kami harus bergerak dengan sangat lamban, dan akhirnya toh terjadi juga....perahunya pecah. Belum lagi berbagai kendala lain seperti kipas perahu tersangkut jaring dan eceng gondok. Setelah bagian perahu yang bocor ditambal dengan kain seadanya sambil terus dipegangi, dan melalui berbagai rintangan akhirnya kami sampai di Kampung Padam Api.

Penulis tertarik mendatangi kampung ini, karena konon kabarnya di kampung ini diproduksi ikan kering bermutu yang dikirim ke berbagai daerah di Indonesia. Salah satu produk ikan kering unggulan adalah ikan gabus (untuk jenis ikan asin) dan ikan asap/salai dari ikan baung. Dan benar saja....di kampung ini ikan sungai sangat melimpah. Sekali lempar jala terkumpul ikan antara 4-5 Kg. Luar biasa.

Namun sayang, pola pengusahaan atas sumberdaya ikan oleh masyarakat setempat masih serampangan dan kurang memperhatikan kelestariannya. Kesadaran untuk melakukan pengelolaan dan pengusahaan secara berkelompok dengan mengedepankan kearifan lokal belum dimiliki oleh masyarakat. Ada beberapa tokoh masyarakat yang menyadari hal itu namun belum mendapatkan dukungan yang signifikan dari masyarakat.

Ketika penulis berkunjung ke kampung ini, kekeringan sedang melanda. Danau yang dulunya terhampar luas hilang, berubah menjadi daratan dengan menyisakan alur sungai yang tidak seberapa lebar (kurang lebih antara 2-5 m). Ikan-ikan pun mati kekeringan. Terhampar percuma.

Bagi masyarakat kampung Pulau Padam Api, musim kemarau ini menjadi tantangan namun juga sebuah berkah. Menjadi tantangan karena kondisi air surut menyulitkan warga untuk berlalu lintas ke desa terdekat, yaitu Desa Senambah, untuk bersekolah, berbelanja, berobat, menjual ikan dan urusan lainnya. Tantangan lainnya adalah ikan-ikan banyak mati karena suhu air meningkat dengan tajam pada siang hari. Namun pada musim kemarau seperti ini, hasil tangkapan ikan mereka berlimpah, sinar matahari pun berlimpah sehingga proses pengeringan ikan menjadi sangat optimal : cepat, tanpa bahan pengawet dan mudah.
Kini para nelayan di kampung ini sedang menikmati hari-hari keberuntungannya karena alam telah menyediakan sumber daya ikan yang berlimpah. Memang belum tampak kearifan lokal yang tumbuh dalam masyarakat yang diharapkan dapat menjaga kelestarian sumberdaya tersebut. Untuk itu diperlukan campur tangan pemerintah, setidaknya untuk membantu menumbuhkan kearifan lokal dalam rangka pengelolaan sumber-sumber alam.

Bagi kompasianers yang berada di luar Pulau Kalimantan dan menyukai kuliner ikan asin (ikan gabus) mungkin ikan asin tersebut berasal dari kampung ini.

Inilah negeri kita, Indonesia. Kaya akan sumberdaya alam, namun juga beraneka persoalan masih melilitnya khususnya aksesibilitas dan fasilitas. Penyediaan fasilitas yang memudahkan lalulintas orang dan barang bagi negeri kepulauan seperti Indonesia nampaknya merupakan sebuah keniscayaan yang sangat membutuhkan perhatian serius dari pemerintah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun