Mohon tunggu...
Sri Agung Mikael
Sri Agung Mikael Mohon Tunggu... PNS -

Mengintip wangsit dari langit, menyingkap kabut laut, mengembangkan layar bahtera KEBANGSAAN

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Tata Negara Serba Salah

23 September 2010   11:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:01 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Topik Pilihan Hari ini di Kompas.com masih tentang Jaksa Agung Ilegal. Beberapa stasiun televisi juga menyiarkan talk show membahas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait kedudukan Hendarman Supanji sebagai Jaksa Agung.

Malam ini saya baru saja nonton acara talk show di Metro TV. Masih tentang putusan MK itu. Ada 4 orang ahli hukum tatanegara, termasuk Prof. Mahfud MD dan Deny Indrayana ikut di situ. Yang menarik dari talk show kali ini, ada narasumber yang mulai mengatakan "Presiden tidak salah. Hendarman juga tidak salah. Yang salah itu undang-undangnya."

Dengan segala maaf, saya tidak setuju dengan pendapat itu. Pada hemat saya, kita semua ini sudah salah dalam hal itu.

Undang-undangnya salah karena adanya kekaburan norma pengangkatan dan pemberhentian jaksa agung.

DPR dan Presiden yang membentuk UU itu juga salah karena membiarkan terjadinya kekaburan norma itu.

Presiden salah lagi ketika memanfaatkan kekaburan norma itu sehingga jabatan jaksa agung yang diemban oleh Hendarman Supanji menimbulkan polemik hukum.

Hendarman Supanji juga salah karena diam-diam menikmati hak yang timbul dari kekaburan norma itu.

Pak Mahfud MD juga salah karena mengatakan presiden tidak salah.

Deny Indrayana lebih salah lagi, karena pembicaraannya mengandung kehendak tersembunyi untuk membiarkan kesalahan itu tetap terjadi meskipun MK telah menghilangkan kekaburan norma itu dengan putusannya.

Salahkah MK dengan putusannya itu?

Putusan MK mengatakan bahwa jabatan jaksa agung itu mengikuti masa jabatan presiden (dengan kata lain hak prerogatif presiden itu terikat kurun waktu). Hal ini dapat ditafsiran bahwa ketika presiden kabinet Indonesia bersatu I berakhir maka jabatan Hendarman Supanji sebagai jaksa agung juga berakhir. Kurun waktu yang digunakan adalah masa jabatan presiden yang berakhir secara normal (5 tahun). Nah, kalau misalnya terjadi impeachement lalu presiden diberhentikan sebelum habis masa jabatannya, apakah semua menteri dan jaksa agung juga harus dianggap habis masa jabatannya? Apakah hal ini tidak berarti terjadi kekosongan pemerintahan?

Bagaimana dengan rakyat? Salahkah rakyat?

Rakyat jelas ikut salah karena memilih anggota DPR dan Presiden yang menciptakan kekaburan hukum itu.

Jadi, kesimpulannya dalam hal kedudukan Hendarman Supanji sebagai jaksa agung yang sedemikian itu kia semua salah. Hanya MK yang berkontribusi mengakhiri kesalahan itu meskipun masih menyisakan pertanyaan.

Ini baru kesalahan beranak pinak yang ditimbulkan karena sebuah kekaburan norma dalam undang-undang. Bagaimana kalau undang-undang dasarnya yang salah? Wallahualam bisawab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun