Mohon tunggu...
Sri Ayuningsih
Sri Ayuningsih Mohon Tunggu... Mahasiswa D3 -

Mahasiswa aktif di Akademi Televisi Indonesia Instagram : @ayuchoi22

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mengupas Secara Tuntas Novel Saman karya Ayu Utami

13 Mei 2018   13:03 Diperbarui: 13 Mei 2018   18:04 11050
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Judul Novel : Saman

Pengarang : Justina Ayu Utami

Cetakan : ke-34 Juli 2017

Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia

A. Tentang Novel

Novel dengan Judul Saman ini adalah Novel pertama Karya Ayu Utami yang terbit pada Bulan April 1998, Judul Saman sendiri diambil dari nama samaran tokoh dalam novel. Dikisahkan tokoh utama bernama Athanasius Wisanggeni adalah seorang Pastor di Gereja kecil Prabumulih, Sumatera Selatan.

Wisaggeni pernah menjadi pembimbing rohani empat wanita yang bersahabat dari SD sampai dewasa yang juga menjadi sorotan dalam novel, yaitu : Yasmin Moningka, Laila, Shakun Tala, dan Cok. Melihat latar terbitnya di tahun 1998, tentunya bisa terlihat bahwa Saman dilatarbelakangi masa rezim orde baru di tahun 80an sampai tahun 90an yang terkenal dengan pemerintahannya yang otoriter pada zaman itu.

Saman adalah cerita tentang suatu hubungan persahabatan diantara perempuan yang kemudian memunculkan tema seksualitas dari perspektif perempuan yang masih tabu pada masanya, sehingga menimbulkan kontroversi. Selain itu Saman juga bercerita tentang tindakan besar untuk mengatasi masalah kemanusiaan dan keadilan yang sering terjadi pada masa itu, khususnya di daerah-daerah yang masih terpelosok seperti prabumulih, tempat Wisanggeni mengabdi menjadi Pastor.

Latar pertama dalam Novel berada di New York, Ayu Utami menceritakan tentang sosok Laila yang sedang menunggu seseorang di Central Park. Laila menunggu Sihar, lelaki yang ditemuinya dulu di Pertambangan Offshore yang terletak di Prabumulih. Laila ke sana untuk mengambil beberapa capture sebagai bahan iklan perusahaan yang mengontrak agensinya. Saat pertama bertemu Sihar, ia kagum atas sikap berani Sihar untuk melawan atasannya.

Sihar bersikeras bahwa pengeboran belum bisa dilakukan karena ada sedikit masalah dengan alat bor, namun atasannya berseru untuk melakukan saja apa yang ia suruh. Dengan menyuruh pekerja lain, pengeboran dilakukan dan alhasil mengakibatkan kecelakaan berupa gempa lokal dan salah seorang rekan Sihar terlempar ke laut dengan tak berbekas raga. Dalam keadaan itu, Sihar sangat emosi dan hendak menghakimi atasannya. Namun, Laila menenangkan Sihar dengan berjanji akan mengenalkan Sihar dengan Saman, seorang Aktivis Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM ).

Lalu siapakah sebenarnya sosok Saman? Pada bagian awal Novel Saman memang menjadi sosok yang misterius sampai pada bab yang lumayan jauh dari pertengahan barulah dijelaskan bahwa Saman adalah nama samaran atau nama baru dari Wisanggeni untuk menghilangkan jejaknya dari kejaran aparat. Sebenarnya apa yang dilakukan Wisanggeni, sampai-sampai ia menjadi buronan? Padahal yang kita ketahui, Wis adalah seorang pastor.

Wis memang dulunya seorang Pastor, ia memutuskan menjadi seorang Pastor dan memilih untuk bertugas di Prabumulih lantaran terikat dengan kenangan masa kecilnya. Masa kecil Wis cukup mistis. Ibu Wis mengalami kejadian mistis ketika mengandung adiknya, mengalami kejadian aneh pula, kemudian suatu hari bayi dalam kandungan Ibu Wis hilang begitu saja. Perut Ibu Wis yang dulunya buncit dikarenakan hamil, mendadak lenyap bersama suara-suara yang didengar Wisanggeni tiap malam. Ibunya meninggal dan ia memutuskan masuk ke Seminari. Pengalaman mistiknya di Prabumulihlah yang menyebabkan Wis memilih bertugas di sana.

Kemudian ketika sedang bertugas di desa tetangga yaitu Lubukrantau, Wis bertemu dengan Upi, seorang gadis remaja yang memiliki gangguan jiwa sampai pada taraf mengganggu dan meresahkan. Masyarakat di Lubukrantau tidak tahu bagaimana merawat atau mendampingi Upi, yang mereka lakukan adalah memasung dan memasukkan Upi ke sebuah ruangan yang dalam penglihatan Wis adalah kandang burung. 

Mungkin itulah yang membuat Wis amat bersimpati pada Upi sampai-sampai begitu seringnya ia mengunjungi Lubukrantau, mengunjungi Upi dan memutuskan membuatkan rumah asap sekaligus rumah yang tidak terlihat seperti kandang lagi untuk Upi. Wisanggeni meminta bantuan berupa dana dari ayahnya yang seorang pensiunan untuk membiayai segalanya.

Wisanggeni terlalu sering berkunjung ke Lubukrantau yang akhirnya menyebabkan orang-orang Lubukrantau menganggapnya orang dari desanya sendiri. Wis juga membantu para petani perkebunan karet dengan membeli bibit-bibit karet yang bagus untuk ditanam di perkebunan Lubukrantau. Wis mengajari warga Lubukrantau untuk membuat sumber perairan dan listrik sendiri dengan memanfaatkan arus air sungai yang deras. 

Ketika kemudian Pemerintah pada tahun itu bertindak sewenang-wenang dengan mengatasnamakan keadilan di Lubukrantau, Wisanggeni mau tidak mau terlibat. Para penguasa berdalih akan membangun suatu perkebunan sawit yang menyejahterkan masyarakat. Aparat pemerintah derah mendatangi tiap penduduk untuk menjual tanah miliknya. 

Namun ketika ada beberapa warga yang tidak ingin menjual tanahnya, aparat pemerintahan itu justru memaksa dengan cara menekan para petani Lubukrantau, siapa lagi yang berkepentingan di sini? Kalau bukan para pengusaha yang rakus dan para penerima suap, yaitu penguasa yang korup.

Wisanggeni bersama dengan masyarakat setempat berusaha membangun kembali lahan yang tidak mau dikompromikan dengan cara menanam kembali pohon-pohon karet muda, yang diharapkan akan berproduksi dan tentu meningkatkan ekonomi mereka. Namun yang dilakukan Wis di Lubukrantau membuat gerah pengusaha dan aparat. 

Ia dicari dan pernah disekap oleh intelijen. Hal itu tidak membuatnya trauma, ia justru berusaha meminta bantuan kepada gereja tempatnya mengabdi. Namun Gereja di Prabumulih tidak bisa membantu Wis. Ia memutuskan untuk menempuh jalannya sendiri dan keluar dari Kepstoran. Wisanggeni beralih menjadi seorang Aktivis Hak Asasi Manusia dan mengganti namanya menjadi Saman.

B. Tokoh dan Penokohan

1. Saman (Athanasius Wisanggeni)

Saman atau Athanasius Wisanggeni adalah tokoh utama dalam Novel ini, Saman dulunya seorang pastor yang mengabdikan dirinya di gereja, sehingga bisa dikatakan kalau tokoh saman adalah orang yang religius saat masih menjadi pastor, karena kemudian Saman memutuskan untuk beralih menjadi seorang Aktivis yang memperjuangkan Hak Asasi Manusia. 

Saman juga memiliki watak yang penuh kasih sayang seperti perlakuannya pada Upi dengan membangunkan rumah baru untuk Upi agar tidak mirip kandang lagi. Saman memiliki jiwa rela berkorban, saman rela membantu warga Lubukrantau walau taruhannya adalah dirinya menjadi buronan pemerintah. Saman berjiwa adil dan memiliki antusias yang sangat tinggi untuk memperjuangkan hak asasi tiap manusia. Saman berpendapat bahwa tidak seharusnya manusia mendapat perlakuan yang berbeda-beda. Saman jatuh cinta pada Yasmin.

2. Yasmin

Yasmin adalah sosok perempuan yang cerdas dan pintar, ia masuk kuliah di fakultas hukum UI tanpa tes dan kini dirinya menjadi seorang pengacara. Yasmin perempun yang bebas, tidak terpaku pada norma kesopanan dengan dibuktikan bahwa ia sudah tinggal dengan pacarnya sebelum menikah. Yasmin menyimpan rahasia dari suami dan ketiga sahabatnya. Ia mencintai Saman.

3. Laila

Laila adalah sosok gadis yang lugu dan polos dalam novel. Ia jatuh cinta pada pria beristri bernama Sihar. Dikisahkan dalam novel, Laila adalah gadis yang selalu tulus tiap menjalin hubungan asmara. Namun hubungan asmaranya tidak pernah berjalan dengan mulus. Sewaktu SMP, Laila jatuh cinta dengan Wisanggeni. Laila adalah seorang penulis dan fotografer.

4. Shakun Tala

Shakun Tala adalah wanita yang cerdas, ia meninggalkan Indonesia karena menerima beasiswa di New York. Ia seorang penari, Dalam Saman ia brcerita dari sudut pandangnya sebagai seorang anak dari ayah yang ia benci, dari seorang sahabat bagi tiga orang. Ia meninggalkan bagi apa yang orang bilang itu norma. Baginya, hidup dengan pilihannya yang sekarang adalah hidup atas kebebasan yang ia pertanggungjawabkan sendiri. Shakun Tala adalah seorang pemberontak yang bertanggungjawab.

5. Cok

Dalam novel, Cok dikisahkan sebagai gadis yang telah menyerahkan keperawanannya semenjak SMP. Itulah yang menyebabkan kata "Binal" selalu melekat padanya. Cok adalah seorang pengusaha, dulunya ia sering berganti-ganti pasangan. Namun Cok adalah sahabat yang baik, ia rela membantu Saman demi Yasmin saat Saman dalam pelarian.

6. Upi

Sosok Upi dalam Saman adalah seorang gadis yang memiliki keterbelakangan mental. Sosok Upi mampu menarik simpati Wisanggeni. Tokoh lainnya dalam Novel Saman antara lain : Anson (Kakak Upi), Mak Argani (Ibu Upi), Hasyim Ali (Teman Saman), Sihar (Pria yang disukai Laila), Rosano (Atasan Sihar), dan lainnya.

C. Kelebihan Novel Saman

Walaupun termasuk dalam karya klasik yang diterbitkan sejak era reformasi, novel saman masih banyak diminati dan diterjemahkan ke delapan bahasa asing, diantaranya : Inggris, Belanda, Jerman, Jepang, Prancis, Czech, Italia, dan Korea. Saman adalah pemenang Sayembara Roman Dewan Kesenian Jakarta 1998. Novel ini juga mendapat penghargaan baik dari dalam maupun luar negeri karena dianggap telah mendobrak hal yang tabu sekaligus memperluas cakrawala sastra.

Saman juga mendapat banyak pujian dari orang-orang terkenal, contohnya adalah pujian dari Sapardi Djoko Damono, seorang Pujangga terkemuka Indonesia, ia melontarkan " Dahsyat... memamerkan teknik komposisi yang-sepanjang pengetahuan saya-belum pernah dicoba pengarang lain di Indonesia, bahkan mungkin di negeri lain." Selain itu, Pramoedya Ananta Toer yang merupakan seorang Sastrawan Sejarah Indonesia juga mengomentari Saman dengan mengatakan "Integritas penulisnya tinggi... saya tidak kuat melanjutkannya. Melanjutkan membaca ini rasanya saya jadi tapol lagi."

Selain mendapat penghargaan dan pujian, dalam dunia akademis Saman memberikan sumbangannya lewat karya ilmiah suatu penelitian mengenai Novel Saman. Beberapa judul karya akademis yang mengupas novel ini yaitu sebagai berikut (Dikutip dari Review Helvry Sinaga dalam Goodreads) :

  • Skripsi : Perilaku Seksual dalam Novel Saman Karya Ayu Utami. Oktivita, Universitas Muhamadiyah Surakarta (2009).
  • Skripsi : Pandangan Dunia Pengarang dalam Novel Saman karya Ayu Utami. Lina Puspita Yuniati,Universitas Negeri Semarang (2005).
  • Jurnal : Novel Saman dan Larung dalam Perspektif Feminin Radikal. Baban Banita S.S. M.Hum, Universitas Padjajaran, Bandung (tanpa tahun).
  • Jurnal : Challenging Tradition : The Indonesian Novel Saman. Rochayah Machali dan Ida Nurhayati, UNSW, Sydney (tanpa tahun).
  • Jurnal : Sexuality, Marality, and the Female Role : Observation on Recent Indonesian Women's Literature. Monika Arnez and Cahyaningrum Dewoyati, Universitas Hamburg and Universitas Gajah Mada (tanpa tahun).
  • Thesis : Narrating Ideas of Religion, Power, and Sexuality, in Ayu Utami's Novels : Saman, Larung, and Bilangan Fu. Widyasari Listyowulan, Ohio University (2010).
  • Thesis : No Woman is an Island : Reconceptualizing Feminine Identity in the Literary Work of Ayu Utami. Micaela Campbell, Universitas of Victoria (2001).
  • Perlawanan Perempuan terhadap Hegemoni Laki-Laki dalam Novel Saman dan Larung Karya Ayu Utami (Sebuah Pendekatan Fenimisme). Agustina Fridomi (tanpa tahun).

Kemudian, bahasa dalam Saman sangat indah, penuh dengan kiasan dan perumpamaan. Namun membaca Saman tetaplah seperti membaca rangkaian kalimat ringan. Itulah kelebihan Ayu Utami, ia dapat membuat karyanya tetap ringan walau menggunakan kosakata yang berat.

D. Kelemahan

Saman hanya bisa dinikmati dan berguna sejati hanya bagi pembaca yang dewasa. Bahkan amat sangat dewasa, seperti yang dikatakan Y.B. Mangunwijaya yang mengomentari Novel ini. Menurut Mangunwijaya, hanya orang dewasalah yang dapat memahami apa yang ingin disampaikan Ayu Utami, khususnya mengenai dimensi-dimensi politik, antropologi sosial, dan yang paling istimewa adalah agama dan iman.

Ayu juga mengeksplorasi mengenai hubungan badan dengan sangat gamblang, banyak kosakata vulgar tentang seks yang tidak bisa dibaca oleh remaja maupun anak di bawah umur. Oleh sebabnya, Saman hanya bisa dibaca oleh orang dewasa, tidak bisa dikonsumsi oleh semua kalangan. Saman menggunakan alur campuran, sehingga untuk pembaca pemula akan merasakan kesulitan ketika mencoba mengikuti alur dan memahami apa yang Ayu maksud.

Sebenarnya banyaknya Kontroversi yang ada justru membuat Saman masuk dalam kategori Novel yang diburu, namun Resensator memasukan Kontroversi tersebut ke dalam kelemahan Novel Saman karena satu hal, Kontroversi mengenai imanlah yang perlu dikaji kembali. 

Ayu membuat Wis yang dulunya seorang Pastor beralih menjadi seorang Aktivis Hak Asasi Manusia, Wis meninggalkan Kepastoran dan berpikiran bahwa ternyata Tuhan itu tidak ada. Padahal ide tentang Tuhan sebenarnya selalu ada di tiap pikiran manusia. Hanya tinggal manusianya saja yang mau mempercaiyanya atau tidak. Ayu membuat ide tersebut lenyap, dengan keluarnya Wis dari Kepastoran dan perubahan sifat Wis di bagian akhir cerita.

Untuk kontroversi lainnya, Resensator merasa tidak perlu memasukannya ke dalam kelemahan Novel Saman, karena selain bagian iman yang perlu dikaji, selebihnya Saman adalah pergerakan untuk keluar dari kungkungan suatu hal yang dianggap tabu. Kemudian, mungkin hanya Resensator yang merasa bahwa Ayu kurang fokus dalam menjalankan tokoh utama, mungkin karena Novel Saman merupakan fragmen dari novel pertama Ayu Utami yang berjudul Laila tak Mampir di New York. Dalam proses pengerjaan, beberapa sub plot berkembang melampaui rencana, sehingga terbitlah Saman menggantikan Novel yang sebelumnya menggunakan Laila sebagai tokoh utama.

E. Tentang Penulis

Justina Ayu Utami lahir di Bogor, 21 November 1968, Ayu besar di Jakarta dan menamatkan kuliah di Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Ayu pernah menjadi seorang wartawan di Matra, Forum Keadilan, dan Detik. Di Masa Orde Baru ia ikut mendirikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang memprotes pembredelan pada masa itu. Oleh karenanya ia pernah kehilangan pekerjaan karena ikut memperjuangkan kemerdekaan informasi.

Ayu utami mengatakan bahwa tak pernah ada aturan tertulis bagi penguasa yang memegang seluruh aturan, kekuasaan tak perlu lagi aturan, tapi media massa tak akan menerima para pendiri AJI untuk bekerja. Ayu Utami tak bisa lagi menjadi wartawan, tapi Ayu ingin terus menulis. Maka Ayu menulis Novel : Naskah Saman, yang Ayu sertakan dalam sayembara Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) ; fragmen dari sebuah rencana novel berjudul Laila tak Mampir di New York (yang akhirnya memang tak pernah jadi). Itu adalah zaman dengan slogan : Ketika pers dibungkam, sastra bicara.

Hal itu membuka kesadaran Ayu bahwa ia tidak bisa lagi menulis berita yang jujur, ia harus menulis tulisan yang dapat mencerminkan pikiran dan perasaannya. Maka sastralah yang menjadi jawaban alternatif untuk semua itu. Keseringannya terlibat dengan ketidakadilan, moralitas, Politik dan agama pada puncaknya memantapkan ayu untuk menulis novel. 

Dengan segala pemikiran dan pengalamannya ia menulis karya-karya yang tidak lepas dari unsur Politik, Agama, Seks, dan Fantasi miliknya. Oleh sebabnya, seluruh kejadian yang digambarkan Ayu dalam Saman terasa begitu nyata. Mungkin karena dulunya ia seorang Jurnalis, maka tulisannya terasa begitu hidup. Seakan Ayu tahu setiap hal yang dilarang untuk disebarkan.

Ayu lahir dalam lingkungan keluarga Katholik, Ayahnya bernama Yohanes Hadi Sutaryo dan ibunya bernama Berna Deta Suhartina. Dari semasa kecil Ayu tumbuh dengan latar sosial dan agama yang kental. Ia melihat banyak ketidakadilan dan moralitas yang terjadi.

 Keluarganya merupakan keluarga konservatif yang membebaskan anaknya menikah dengan orang yang berbeda agama namun tidak dengan komunis. Ia juga sempat tidak percaya dengan agama pada usia 20-an dengan alasan patriakal, lebih banyak menjurus ke mudarat, antar agama selalu bertikai dan saling memusuhi. 

Pada saat kuliah ia akhirnya memutuskan untuk menjadi Agnostic (pandangan mengenai ada atau tidaknya Tuhan tidak dapat diketahui). Namun walaupun begitu, ayu meyakini bahwa agama juga membangun peradaban. Menurutnya Agama dapat mengasihi sekaligus membunuh orang.

Wanita berumur 49 tahun ini pernah mendapatkan Prince Claus Award 2000 dari Prince Claus Fund, sebuah yayasan yang bermarkas di Den Haag, Belanda yang mempunyai misi mendukung dan memajukan kegiatan di bidang budaya dan pembangunan berkat novelnya Saman. Ayu Utami menikah dengan Erik Prasetya pada 17 Agustus 2011. Erik merupakan pembuat sampul dari sebagian karya Ayu Utami.

Ayu adalah anak bungsu dari lima bersaudara, Ayu Utami dikenal sebagai penulis yang mampu mendobrak dan memberikan warna baru di dunia kepenulisan sastra Indonesia. Lebih Lanjutnya tentang Ayu Utami bisa diketahui dengan mengikutinya di ayuutami.com atau twitter @BilanganFu.

F. Kesimpulan Resensator

Saman adalah karya yang luar biasa, Ayu sangat berani mengungkapkan apa yang ada dalam pikirannya mengenai seks tanpa adanya sensor. 

Saman membuka pikiran kita, bahwa tidak semua novel roman dengan genre dewasa adalah novel yang tidak bermoral. Saman bermoral, bahkan amat sangat bermoral, walau Ayu sering menyebutkan "kondom" berkali-kali, menyebutkan "orgasme", "masturbasi", dan "penis", bahkan yang lebih parah lagi. Namun Saman tetap bermoral karena membaca Saman serasa membaca rahasia yang perempuan miliki sendiri. Sebagai seorang perempuan, resensator tidak merasa perlu memunafikan diri dengan mengatakan Saman adalah bacaan yang tidak bermutu.

Saman berbentuk dwilogi, Ayu menerbitkan Novel lagi dengan judul Larung sekitar tahun 2001, Larung merupakan kelanjutan dari seri pertama Saman. Judul Larung juga diambil dari nama tokoh yang memang bernama Larung dalam Novel Larung. Bagi peminat novel-novel feminis, mungkin Saman adalah salah satu referensi yang layak untuk menjadi bahan bacaan ataupun dijadikan koleksi pribadi.

Dengan membaca Saman, pembaca akan merasa bahwa ternyata kedudukan pria dan wanita adalah sama. Tanpa sekat pembeda. Resensator memberikan 4 dari 5 bintang untuk Novel Saman. 1 Bintang Resensator simpan dibagian kelemahan Novel. Saman sangat indah, membacanya tidak akan merugikan waktu. Siapa yang tidak penasaran dengan kebejatan pemerintah Orde Baru? Siapa juga yang tidak penasaran tentang eksplorasi seksualitas dari sudut pandang perempuan? Bagi yang penasaran, Membaca Saman adalah jawabannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun