Namun, entahlah aku sendiri juga tidak mampu memahami apa yang dirasakan oleh hatiku. Aku tidak bisa berpikir dengan benar meskipun sering tersakiti. Tak jarang Arif juga memukulku jika aku memarahinya agar lebih rajin kuliah dan meninggalkan kebiasaan buruknya.
Orang tua kami sudah saling kenal. Namun, aku tak pernah meceritakan kepada orang tuaku tentang kebiasaan buruk Arif. Pernah suatu sore sepulang kerja..
"Nduk, kok wajahmu memar ini kenapa?" tanya ibuku saat melihat wajahku nampak lebam terkena pukulan Arif sewaktu dia menghampiriku sepulang bekerja. Untung saat itu ada Leoni yang sigap menolongku. Dia memukulku hanya karena aku ingin skripsinya segera diselesaikan.
"Tidak apa-apa, Bu. Ini tadi waktu nutup pintu klinik tidak sengaja terbentur,"jawabku nampak ragu.
Ibu sepertinya tidak percaya begitu saja dengan jawabanku. Ibu menelepon Leoni dan menanyakan perihal lebam di wajahku. Untungnya Leoni sudah aku kode sebelumnya.
Setelah dia memukulku, dia selalu meminta maaf bahkan sampai bersimpuh di depanku. Padahal Ketika dia belum datang untuk meminta maaf, aku sudah berencana untuk mengakhiri hubungan yang tidak sehat ini.Â
Namun, permintaan maafnya selalu membuatku luluh dan akhirnya memaafkan kemudian menerimanya kembali. Dan itu terjadi sudah berulangkali.
Sampai ketika hubungan kami memasuki tahun ke empat, setelah pertengkaran hebat. Detik itu juga aku memutuskan hubungan kami berdua. Selama satu Minggu dia berkali-kali merayuku dan pagi itu...
Bersambung...
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI