"Ibuuu... Ayi masih mau bermain congklak dengan Mirah," teriak Ayi tatkala mendengar lengkingan Ibu memanggil dari pintu pagar. Mereka bermain di teras rumah nan sejuk karena terdapat pohon mangga dan rambutan.
"Kamu harus pulang sekarang, sudah sore..." wajah Ibu terlihat kaku dari balik pagar.
"Ayi masih mau tinggal, permainannya tanggung Ibuuu..."
"Pulang sekarang atau ini..." Ibu mendelik marah. Dia mengacungkan ibu jari dan telunjuknya secara bersamaan. Ayi bergidik ngeri melihatnya. Jika dia membantah maka kawanan totol merah kebiruan bakal menghias pahanya yang mungil.
"Mirah... aku pulang dulu ya," suara Ayi terdengar berat menahan tangis. Mirah mengangguk ketakutan dan membenahi permainan mereka. Â
*
Ayi tumbuh menjadi gadis mandiri dan berprestasi. Kalimat "Ayi... jangan begini, jangan begitu" merupakan dendang harian Ibu yang selalu menggema jika Ayi melakukan kegiatan "menurut pendapat" sang bunda dianggap kurang bermanfaat. Seperti saat ini. Ayi sedang menelpon Diki sahabatnya. Mereka mendiskusikan event donasi buku untuk perpustakaan yang berada di desa terpencil. Walaupun masih remaja, sikap Ayi sungguh terpuji untuk kemanusiaan. Namun niat mulia Ayi menolong orang atau teman yang kesulitan seringkali terhalang oleh sang ibunda yang begitu kaku dan terlalu banyak melarang aktivitas buah hatinya.
"Ayi, sudah malam. Suaramu mengganggu orang yang sedang istirahat," terdengar teriakan Ibu dari dapur.
"Iya Bu, sebentar..." Ayi melanjutkan pembicaraan dengan Diki. Tidak lama terdengar lagi suara Ibu, lebih keras dari sebelumnya.
"Ayi... kamu harus istirahat. Kalau besok kamu sakit, belum tentu temanmu itu mau menjagamu. Yang susah Ibu juga kan?"