Sisil adalah cewek bongsor yang sangat gemar ngemil. Dia paling bersemangat ikut lomba makan dan sering kali meraih kejuaraan antar daerah. Sayangnya  belum ada satupun perusahaan yang mengendorse dirinya. Walaupun bertubuh tambun, sebenarnya Sisil mempunyai rupa cukup menarik, tapi ketiadaan cuan membuatnya kurang aduhai. Harap maklumlah, membeli skincare untuk perawatan dibayar memakai lembaran duit dan bukan daun kering.
Singkat cerita, di Kampung Noktah, tempat Sisil bermukim, diadakan satu perlombaan makan oatmeal merah. Sisil jejerit kegirangan karena dia paling suka ngemil oatmeal merah mentah ataupun masak. Kurangnya literasi menyebabkan banyak warga kampung gagal faham tentang oatmeal, sehingga panitia dan pihak perusahaan merasa perlu mengedukasi sekaligus berpromosi  melalui flyer. Menurut flyer lomba yang disebarkan oleh panitia tertulis sebagai berikut: Oatmeal merujuk pada oat atau bebijian yang dihancurkan menjadi serpihan kecil dan  dimasak dengan air atau susu untuk membuat sarapan lezat dan sehat. Makanan bergizi dapat memanjangkan umur dan menjaga kesehatan jika dikonsumsi secara bijaksana. Warga Kampung Noktah akhirnya mengangguk paham, mengapa wajah Sisil selalu terlihat sehat walaupun berbadan gemuk. Ternyata kebiasaannya makan oatmeal merah membawa positive vibes.
Singkat cerita, tibalah hari lomba makan oatmeal merah. Sisil sudah berada di antara para peserta lomba yang terdiri dari tujuh orang, Sisil satu-satunya perempuan yang ikut ambil bagian dalam kompetisi itu. Mereka memakai baju kaos lomba dari perusahaan dan duduk berjejer rapi di hadapan sebuah meja panjang terbuat dari kayu. Di hadapan setiap peserta terdapat lima belas mangkuk besar berisi oatmeal merah yang telah dicampur susu.
"Kamu sanggup menghabiskan lima belas mangkuk itu Sil?" Nuni sang supporter bertanya kuatir pada Sisil yang dijawab dengan cengiran masam.
"Aku kan suka makan oatmeal merah. Dua puluh mangkuk pun aku sanggup menghabiskannya," Sisil menjawab pongah.
"Kamu hati-hati Sil, lomba ini melarang peserta minum air saat makan oatmeal. Kamu kesedak baru rasa lohhh," sergah seorang ibu rada was-was.
"Iya nih anak perawan, jangan takabur wae. Ntar kamu keselek, rasakno..." terdengar suara supporter lain mengingatkannya supaya tidak takabur.
Sisil nyengir lebar. Sebenarnya dalam hati dia merasa kuatir juga karena oatmeal seringkali seret kalau sudah masuk ke tenggorokan. Teksturnya yang semi padat dan super lengket, sangat berbahaya jika dimakan secara membabi buta. Namun Sisil melupakan ketakutannya. Dia fokus pada hadiah uang yang dijanjikan untuk pemenang. Akhirnya lomba dimulai, Panitia meniup pluit panjang mempersilahkan peserta mulai menyantap oatmealnya masing-masing. Suporter mulai meneriakkan yelyel mendukung jagoannya.
Di dalam hitungan menit, Sisil sudah menghabiskan lima mangkuk, peserta lelaki yang berada di sebelahnya menyerah pada mangkuk kedua. Nafasnya terengah-engah dan dia segera memuntahkan makanan itu, memberi jalan masuknya udara ke kerongkongan. Segera peserta itu didiskualifikasi dari lomba karena memuntahkan makanan. Lelaki itu sempat mengingatkan Sisil yang membabi buta menghabiskan isi mangkuk di hadapannya.
"Kamu hati-hati Sil, awas tersedak kayak aku," sarannya sebelum berlalu.
Sisil menggoyangkan tangannya dan menyuruh peserta itu menjauh darinya. Hingga tinggal Sisil sendiri yang berada di meja tersebut. Lawannya satu per satu tumbang dan memuntahkan makanannya. Sisil sibuk menelan oatmeal, hingga tiba di petengahan mangkuk ke sembilan. Sisil tiba-tiba terjatuh ke tanah, badannya kejang-kejang dan matanya membelalak bagaikan tercekik. Ibu-ibu berteriak panik karena gadis tambun itu memegangi lehernya sambil meronta-ronta. Pipinya mulai membiru dan matanya mendelik bagaikan tercekik.
"Ambil air dan minumkan segera...." teriak seorang Ibu yang panik.
"Jangan dibaringkan, biarkan dia memuntahkan makanan dari mulutnya," seorang ibu mencoba menolong Sisil, sayangnya si perempuan mendorong tangan ibu penolongnya. Sisil  tetap berkeras ingin menelan oatmeal di mulutnya karena takut di diskualifikasi. Dia tidak menyadari nyawanya sudah berada di ujung tanduk.
"Sisil..." teriak Nuni. Dia melempar bendera suporternya dan berlari menolong Sisil. Petugas kesehatan dan panitia telah berkerumun di sekitarnya. Mereka memaksa Sisil memuntahkan makanan itu, namun perempuan itu menolak melakukannya. Dia kalap karena mau uang hadiah tanpa memikirkan bahaya tersedak. Suasana sangat genting dan mencekam.
Satu tarikan nafas Sisil disertai suara mengorok sangat keras terdengar dari kerongkongannya. Penonton, panitia dan petugas kesehatan tidak menyangka bahwa oatmeal merah yang dimakan oleh salah satu peserta lomba menjadi malaikat pencabut nyawa. Arena lomba seketika hening mencekam. Pak Balado, ayah Sisil- mengamuk dan menyesal luar biasa mengapa putrinya begitu bodoh, sudi meregang nyawa hanya untuk mendapatkan uang hadiah yang tidak seberapa. Sisil terbujur kaku di tanah dalam balutan baju kaos penuh bercak oatmeal merah. Tidak ada pihak yang dapat disalahkan karena Sisil sudah menanda tangani surat perjanjian akan bertanggung jawab dan tidak menuntut jika terjadi hal di luar dugaan. Tangisan pilu mengiringi langkah para bapak membawa jasad Sisil pulang ke rumahnya.
Semua orang berduka kehilangan Sisil. Walaupun dia sering menjengkelkan karena gemar mengambil makanan milik orang, namun sikapnya yang suka tertawa dan menceritakan hal lucu yang tertinggal dalam benak orang yang dikenalnya. Nyawa Sisil tidak tertolong. Isi mangkok oatmeal ke sembilan merenggut nyawa gadis itu untuk selama-lamanya. Makam Sisil dipenuhi ucapan belasungkawa dari perusahaan oatmeal merah yang menjadi penyelenggara lomba. Pak Balado menyesal luar biasa membiarkan Sisil ikut lomba pembawa nestapa. Dia meringkuk di kursi goyangnya, hatinya luluh lantak kehilangan buah hati yang terenggut nyawanya di luar dugaan siapapun.
Hari ke tiga setelah meninggalnya Sisil. Makam penuh tanah becek ditimpa butiran air rahmat dari langit.
Hujan turun sangat deras tanpa henti sejak kemarin. Seakan alam ingin membalas gundah gulana kekeringan berkepanjangan yang menimpa daerah itu.  Kampung Noktah tenggelam dalam sepi. Sejak sore semua warga memilih berdiam dalam selimut hangat. Anak-anak sibuk berceloteh di atas ranjang di dalam balutan sarung. Mereka saling menakut-nakuti perihal hantu Sisil yang gentayangan mencari mangsa. Menurut cerita nenek, malam dingin dan hujan rintik-rintik adalah waktunya hantu gentayangan menebar teror. Ibu-ibu yang merinding bulu kuduknya memaksa anak-anak tidur lebih cepat. Para bocah dengan mata yang masih terbuka lebar pasti membuat tugas ekstra untuk ibunya. Entah mau ditemani pipis oleh ibu, minta digaruk punggungnya atau  perutnya dioles minyak kayu putih dan lain-lain jika dibiarkan tetap terjaga.Â
Dingin menggigit, mencekam dan seorang diri  juga dialami oleh Sinyo, seorang mandor muda lumbung oatmeal merah. Pemuda itu meringkuk kedinginan di depan perapian kamarnya. Bunyi kayu gemeretak beruntun ketika terbakar api. Sinyo menuangkan kopi panas ke dalam gelas besar terbuat dari enamel. Aroma wangi kopi Arabika menguar tajam mengguncang sukma yang kedinginan. Seberkas cahaya terang menyeruak masuk ke dalam kamar diiringi pekikan guntur di kejauhan. Mandor Sinyo menghirup kopinya, menelan cairan dengan rasa puas. Dia menggigit sepotong biskuit gabin tawar dan mengunyahnya perlahan. Amboi...sebuah perpaduan sangat sempurna di malam nan dingin, kopi dan gabin tawar kiriman Mak dari seberang pulau.
Matahari masih muncul malu-malu dari balik gunung di ujung Kampung Noktah. Semburat merahnya terhalang awan tebal. Bara api telah bermetamorfosis menjadi tumpukan debu rapuh di dalam perapian. Mandor Sinyo  terperanjat luar biasa saat hendak memulai suapan pertamanya di hari Senin pagi. Di dalam dinginnya pagi pukul 05.00, seraut wajah seram muncul di jendela kamar sang mandor. Dialah Sisil, hantu oatmeal merah yang telah meresahkan penduduk kampung ini. Mandor Sinyo tertegun tidak percaya melihat raut perempuan berwajah pucat pasi dari balik jendela. Sesosok hantu gentayangan dan (kesiangan), entah apa yang dicarinya di pagi beku seperti ini. Mandor Sinyo memperhatikan seringai hantu itu secara seksama, wajah bernama Sisil yang telah berpulang untuk selama-lamanya sukses menebar horor sampai ke semua belulang lelaki itu. Menurut info yang tersebar di kampung, sebelum menjadi hantu gentayangan, Sisil adalah kontestan lomba makan oatmeal merah. Di tengah kompetisi, perempuan ini meninggal karena tersedak oatmeal. Sekarang dia merajalela menebar horor, berupaya membalas sakit hati gegara mati tersedak. Saat ini hantu Sisil mengunjungi rumah Mandor Sinyo yang menjadi pelindung lumbung oatmeal merah milik pabrik penyelenggara lomba makan.
Tanpa diduga, sebuah kekuatan aneh nan dahsyat memecahkan kaca jendela Mandor Sinyo. Kepingannya berhamburan kemana-mana bagaikan dilibas peluru meriam. Mandor Sinyo merasakan semua sendinya seakan lepas. Dia tidak percaya dengan penglihatannya. Segera lelaki itu beringsut dan bersembunyi di balik meja untuk menghindari serangan hantu perempuan bernama Sisil. Sebuah meja tua yang dijadikan perisai oleh Mandor Sinyo telah berlubang karena cakarannya. Mandor Sinyo membaca semua mantra warisan ibunya, nenek dari ibunya dan segenap leluhur. Dia juga mengerahkan semua ilmu digdaya dan doa pengusir hantu yang membeku terbawa angin dinihari. Power Sisil semakin kuat setelah menghabiskan semangkuk sereal oatmeal merah panas yang baru saja dibuat oleh Mandor Sinyo. Oh Tuhan, aku sungguh tidak berdaya menghadapinya, itulah doa terakhir dari Mandor Sinyo sebelum dia menutup matanya (srn).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H