“Masa lebah maut kalah sama perempuan.”
“Wehhh… tunjukkan kekuatan pedangmu. Tidak ada apa-apanya kamu ini. Hahahaha….”
“Yaelah… masa takut sama anak bau kencur?”
Yelyel ini membuat sang penyerang gelap mata. Dia berlari kencang dan segera menusukkan pedangnya ke dada Himeko. Sayangnya ujung pedang itu berbelok dan menusuk perutnya. Darah hitam muncrat dari bekas tusukan, tubuh si penyerang tumbang mencium bumi. Pasukan lebah maut lainnya segera merubung Himeko dan semuanya tumbang berlumuran darah.
*******
Nun jauh di dalam balairung istana, jantung Zarek Nocturne tiba-tiba deg-degan. Diciumnya aroma kematian memasuki ruangan tempatnya bersantai. Sebelum beranjak dari tahtanya, serombongan lebah maut datang melaporkan keributan yang terjadi. Zarek Nocturne segera meraih pedangnya dan menuju arena. Dia merasa malaikat maut telah datang untuk menjemputnya kembali ke alam baka. Dia mau hidup dalam keabadian dan tidak mau terganggu oleh persoalan receh. Dengan anggun Zarek Nocturne melayang turun menemui lawannya.
“Kita bertemu untuk kedua kalinya, hai penguasa dzolim,” Himeko menyapa Zarek Nocturne.
“Kamu mau seperti dia?” Zarek Nocturne menunjukkan tongkat berisi penggalan kepala Margo Augusta ke hadapan Himeko. Mata mayat itu membelalak seram dan mulutnya menganga mengeluarkan darah. Gadis itu merasakan perutnya mual seketika.
“Perempuan ini telah membangkitkanku dari kematian, namun dia termakan oleh ritual sumpahnya. Kamu mau menjadi seperti dia?”
“Kapan kamu membunuhnya?” Himeko bertanya gagap.
“Setelah kamu meninggalkan rumahnya, pasukanku datang mengobrak abrik tempat itu dan memenggal kepala pemiliknya. Augusta kubiarkan menjadi budakku, itu dia sedang menjilat sepatuku,” Zarek Nocturne menendang seekor tikus gemuk yang berada di dekat sepatunya. Himeko terpekik ngeri.