“Mohon maaf aku mengganggu waktu kalian. Aku akan pulang ke rumahku sekarang. Terima kasih banyak atas keramahan kalian selama aku berada di sini.”
“Mengapa kamu mau pergi sekarang? Bukankah kamu masih sakit?” Mr. Augusta bertanya cemas.
“Aku merasa itu keputusan terbaik Himeko. Kamu dapat bersembunyi untuk menghindari kejaran Zarek Nocturne dan tidak mengundang datangnya musibah ke rumah ini.”
“Margo… Himeko masih sakit, dia butuh perawatan kita.”
“Augusta, sejak kapan kamu bersimpati dengan penderitaan orang? Dia bukan anak kita, apalagi kerabat. Aku tidak mau tertangkap basah menyembunyikan pengkhianat dan kena hukuman Zarek Nocturne. Aku tidak mau dikutuk menjadi tikus bergigi biru seperti yang telah menimpa Uno Wooden dan istrinya. Mereka telah menjadi budak Zarek Nocturne di istananya yang berada di pohon sialang.”
“Margo! Hentikan omong kosongmu,” Mr. Augusta menatap cemas wajah Himeko yang terkejut bukan main mendengar informasi itu dari mulut istrinya.
“Mengapa kamu berbohong padaku? Kemarin kamu mengatakan orang tuaku telah mati. Apa yang sebenarnya terjadi dengan mereka? Katakan padaku Mr. Augusta.”
“Himeko, orang tuamu dikutuk Zarek Nocturne menjadi tikus bergigi biru. Silahkan datang ke istananya untuk bertemu dengan orang tuamu yang telah menjadi budak di sana,” Margo menjawab bengis pertanyaan Himeko.
“Kalian keterlaluan, kalian pembohong,” Himeko berlari keluar rumah sambil menangis pilu. Mr. Augusta menggeretakkan gerahamnya. Matanya nyalang menatap wajah tirus Margo.
“Kamu sungguh kejam Margo. Untuk apa kamu ceritakan rahasia ini kepada Himeko?”
“Ini bukan kejam tapi realitas. Untuk apa kamu berbohong pada Himeko? Mau menarik simpati anak itu?”