"Silahkan dibuka Bu Guru," Embun berharap sangat Bu Guru membuka hadiah darinya. Perempuan itu membuka perlahan kado milik Embun dengan seringai rasa jijik. Tampaknya dia sangat kuatir kuteks kukunya tergores karena terkena sesuatu yang tajam. Matanya membelalak lebar melihat sebuah taplak meja sederhana terbuat dari pipet warna-warni. Penuh rasa kesal, perempuan itu memandang Embun. Beberapa hari yang lalu dia pernah melihat Embun memungut pipet bekas dari jalanan di sekolah. Tidak disangkanya anak juru laden itu sangat tega memberikan hadiah dari barang bekas di hari ulang tahunnya. Dipandangnya wajah suci nan polos di hadapannya, mengharap sedikit rasa terima kasih terucap dari bibir yang selalu memakai polesan lipstik tebal nan membara.
"Ummm... terima kasih.... " perempuan itu menjentik hadiah dari hadapannya dan mendorong bahu Embun meninggalkan mejanya. Perempuan matre itu menyambut penuh ceria kedatangan Rini membawa kado besar berhias pita warna warni.
"Happy birthday Bu Ambar sayang, terimalah persembahan sederhana ini," Rini mencium tangan gurunya. Perempuan itu  terpekik jerit saat membuka hadiah dari Rini.
"Olala...anak pintar, tahu saja apa yang selama ini Ibu idam-idamkan," Bu Ambar memeluk Rini beserta tas hadiah yang diberikannya. Sebuah tas warna merah maple keluaran Kate Spade terbaru berada dalam pelukan nyaman sang wali kelas.
"Iya Bu Guru, hadiah ini khusus dibelikan untukmu saat Mamaku ke New York bulan lalu. Semoga Bu Guru senang memakainya."
"Of course Sayang, saya suka sekali tas ini, sampaikan salam hormat penuh cinta untuk ibundamu yaaa," Bu Ambar mencium mesra pipi tembam Rini.
"Itu apa Bu Guru?" Rini menunjuk ke bungkusan berisi taplak meja pipet warna-warni yang berada di hadapan Bu Ambar.
"Ohhh... ini sampah yang lupa Ibu buang, banyak sekali kumannya... sangat berbahaya kalau sampai kamu memegangnya tanpa sengaja," begitu lincah tangan Bu Ambar melempar benda itu ke dalam tempat sampah di bawah kolong meja. Perempuan itu segera mengambil hand sanitizer dari laci meja dan mengoleskannya pada kedua belah tangannya. Penuh rasa marah Bu Ambar  memandang wajah Embun di kejauhan. Insiden itu disaksikan oleh Embun yang berdiri tidak jauh dari meja sang wali kelas. Embun merasakan matanya basah melihat hasil jerih payahnya sukses bercampur kotak bekas makan siang gurunya di dalam tempat sampah. Dia telah begadang beberapa malam dengan tangan berdarah tertusuk jarum untuk menyelesaikan karya itu. Dia sungguh ingin melihat gurunya berbahagia menerima hadiahnya yang sederhana. Tidak pernah disangkanya bahwa hadiah yang telah dibuatnya dengan penuh susah payah  hanya menjadi penghuni tempat sampah. Embun meninggalkan kelas dengan lesu. Matanya basah mengingat betapa dingin wajah Bu Ambar saat membuka hadiah yang diberikannya dengan penuh ketulusan. Dia berhenti di dekat pintu kelas, hatinya sungguh sakit dan tangisnya tumpah seketika. Dia berlari meninggalkan ruangan yang penuh hingar bingar tawa membahana. Tubuh mungilnya tidak mampu menggapai betapa tinggi level yang harus dicapainya untuk menyenangkan hati sang guru (srn).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H