Setelah peristiwa kebakaran rumah cantik yang merusak wajahku, rasanya dunia ini runtuh seruntuh runtuhnya di atas kepalaku. Hal ini merupakan penghambat utama langkahku dalam menjalankan profesi sebagai seorang MUA alias make up artis. Seorang perias profesional dituntut berpenampilan elegan sebagai cerminan hasil karyanya. Bukankah tampilan luar adalah gambaran kepiawaian seseorang dalam merawat dirinya? Stigma masyarakat tentang performa seorang MUA harus tampil sempurna sungguh membuat nyaliku ciut jika memandang wajahku telah rusak karena musibah yang nyaris merenggut nyawaku. Batinku bergolak penuh rasa marah. Masa iya setelah kecelakaan tragis itu aku harus berpuasa karena tidak lagi bekerja? Aku terdesak dan sangat memerlukan asupan dana segar. Biaya yang dibutuhkan Mamah menyebabkan aku memutuskan tetap menjalankan hobiku rias merias wajah melalui jalan berbeda. Aku banting setir menjadi seorang menjadi perias jenazah. Pikiranku sangat sederhana, dengan kondisiku saat ini aku harus menghasilkan uang halal dan berkah. Aku juga yakin, jenazah yang menjadi customerku pasti tidak nyinyir atau menolak kehadiranku. Keputusan besar itu kuceritakan pada Imah, teman kontrakanku.
"Kamu sungguhan mau beralih customer?" Imah bertanya tidak percaya.
Aku menganggukkan kepala dengan mantap.
"Aku tetap menjadi MUA namun obyeknya berbeda."
"Maksudmu?"
"Aku mencoba peruntungan menjadi perias jenazah."
"Kamu sungguhan Wi?" Imah bertanya penuh keraguan.
Aku kembali menganggukkan kepalaku penuh percaya diri.
"Mengapa harus beralih customer? Sebenarnya kamu itu kurang promosi dan kurang tekun berusaha," Imah seolah-olah menyalahkan tindakanku.
"Maksudmu apa, aku kurang promosi dan kurang tekun berusaha? Dengar ya Neng, orang-orang ogah dan menolak didandani oleh manusia berwajah cacat sepertiku. Stigma masyarakat sungguh kejam karena perubahan fisikku pasca kebakaran yang menimpa tempat kerjaku. Aku harus mencari banyak uang untuk membiayai perawatan Mamahku di Rumah Sakit dan memenuhi kebutuhanku untuk berobat," air mataku tidak dapat kutahan lagi mendengar kata-kata Imah yang sungguh menusuk perasaanku.