Mohon tunggu...
Sri NurAminah
Sri NurAminah Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer

I am entomologist, I believe my fingers, https://www.aminahsrilink.com/

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Cerita Kertas Pembungkus Teh

1 Oktober 2023   08:19 Diperbarui: 1 Oktober 2023   08:31 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyeruput secangkir teh hangat saat cuaca dingin begitu menggelorakan semangat. Terasa sangat luar biasa cairan ajaib warna kehitaman mengalir membasahi kerongkongan yang beku. Begitu ajaibnya tumbuhan ciptaan Allah Subhana Wa Ta'ala  bernama Camellia sinensis yang sukses mengubah peradaban dunia. Awalnya  Camelia sinensis (nama ilmiah teh) merupakan tumbuhan liar yang habitatnya di Cina. Saat ini  daun teh   mempunyai nilai ekonomis sangat tinggi sebagai motor utama penghasil minuman terkenal ke manca negara. 

Teh merupakan produk  tumbuhan semak yang daunnya berbau sedap saat diseduh menggunakan air panas. Ada juga yang memasaknya dalam panci sehingga  menebarkan aroma harum ke delapan penjuru mata angin. Keindahan hamparan pohon teh dapat disaksikan di daerah Puncak, Pangalengan, Rancabali dan beberapa spot cantik lainnya di daerah Jawa Barat. Di Sulawesi Selatan, keindahan hamparan kebun teh dapat disaksikan di Malino Highland Kabupaten Gowa.

Malino Highland (Sri NurAminah, 2018)
Malino Highland (Sri NurAminah, 2018)

Adanya budaya minum teh sudah dikenal sejak ribuan tahun lalu di zaman kekaisaran Jepang, Cina dan berbagai negara Eropa lainnya. Masyarakat Inggris juga mengenal acara minum teh yang selalu berlangsung pada pukul 4 sore, dua jam sebelum dinner. Biskuit, roti, kismis dan buah segar disajikan bersama satu teko  teh panas yang dianggap mampu merelaksasi tubuh dan memberikan rasa nyaman. Acara minum teh ini merupakan perwujudan ikatan kekeluargaan dan sarana bercengkrama pelepas lelah. 

Saya mengingat satu kutipan berita tentang almarhum Ratu Elizabeth II yang selalu menyempatkan diri minum teh bersama Pangeran William, cucu sulungnya. Sang Ratu yang baik hati itu selalu menunggu kedatangan cucunya yang saat itu masih bersekolah di Royal Military Academy Sandhurst. 

Sungguh luar biasa bonding yang tercipta dari hal sederhana seperti ini. Bukan hanya masyarakat Inggris, masyarakat Indonesia juga mengenal kebiasaan minum teh di sore hari sebelum masuk waktu salat Magrib. Walaupun kopi dan teh susu juga disajikan pada saat itu, istilah minum teh sudah melekat erat di dalamnya. Kudapan yang menjadi  teman minum teh ala masyarakat Indonesia adalah: pisang goreng, singkong goreng (di Makassar namanya ubi goreng), ubi rebus dan aneka rupa jajanan pasar.

Es teh rasa kutub (Imam Robandi, 2021)
Es teh rasa kutub (Imam Robandi, 2021)

Saat berkunjung ke negeri Wageningen Belanda pada tahun 2015, hari pertama breakfast saya bertemu dengan teh Pickwick yang kaya rasa. Keindahan aromanya terus menempel dalam ingatan saya dan membawa Pickwick ikut dalam perjalanan panjang pulang ke kampung halaman. Teh celup Pickwick  made in Holland  tersedia dalam banyak varian berupa campuran kayu manis, tropical fruit, English tea original dan Earl Grey. Rasa teh Pickwick cenderung mild, tidak sepahit teh hitam di Indonesia. 

Maybe they are less caffeine or something secret in production? I don't know more about their product and only enjoyed the best taste. Merk teh lainnya yang pernah menemani perjalanan merantau saya di tahun 2011 adalah Lipton yang bungkusnya berwarna kuning. Minuman penghangat tubuh ini sangat terkenal dan secara rutin menemani hari-hari saya selama melaksanakan studi di kota Brisbane, Australia. Saat studi di Denver Amerika Serikat tahun 2021, saya juga berjumpa dengan teh Lipton yang pembungkusnya berwarna kuning.

Apapun namanya, so many beautiful memories still in my mind. Sambil menikmati teh hangat, saya memandang ke dalam lemari kaca, kotak bekas teh Londo milik saya meramaikan jejeran  cangkir, teko dan piranti makan lainnya. Di dalam kotak berisi puluhan bungkus teh Pickwick yang saya simpan selama kunjungan singkat menimba ilmu di negeri orang. Satu bungkus tunggal berisi sebuah teh celup yang siap berenang di dalam cangkir dan membagi kebahagiaan untuk para penikmatnya. 

Rasanya sayang  membuang bungkus berwarna warni indah dan menyimpan banyak sekali kenangan. Sebagian orang menganggap koleksi saya itu  terlalu sentimentil dan sangat kekanak-kanakan. Masa iya sampai membawa pulang bungkus teh bekas made in Holland dan menyimpannya dalam lemari. Saya merasakan kenangan sangat indah tentang kota Wageningen saat  saya memandang kotak berisi bungkus teh Pickwick. I just thinking, this is silent witness of my journey, and  I love them much.

Saking cintanya saya pada Pickwick, saat Paksu melaksanakan kunjungan singkat ke Amsterdam tahun 2016, setiap kali beliau menelpon, saya selalu ingatkan untuk membeli ole-ole Pickwick. Waktu itu sedang bulan Ramadan, Paksu bercerita bahwa periode puasa di Belanda luar biasa panjang karena summer. Saya yang berpuasa di Indonesia selalu menyeduh secangkir Pickwick dan menikmati keindahan rasa aslinya tanpa ditambahi gula. Saat buka puasa, sungguh nikmat aliran teh hangat membasahi kerongkongan yang dahaga ditemani takjil aneka rasa. 

My favourite Pickwick (Sri NurAminah, 2015)
My favourite Pickwick (Sri NurAminah, 2015)
Sambil memandang kotak kosong teh buatan Londo, saya mengingat kembali Sensei IRo Society, Prof. Imam Robandi. Sosok guru multi talenta  bersuara bariton nan merdu. Seorang figur pendidik yang tidak kenal lelah mendampingi dan mengobarkan semangat para IRoTizen. 

Beliau selalu mengatakan durian harganya mahal namun tidak semua bagian dapat dimakan. Saya  menganalogikan kalimat di atas dengan minum teh. Air seduhan bubuk teh terasa sangat kaya cita rasa, dinikmati dengan mata merem melek sambil mengunyah jajanan pasar. Ampas teh yang tidak dapat dimakan penuh dengan kandungan karbon organik,  magnesium dan kalsium. Semua komponen ini menjadi pupuk yang bermanfaat meningkatkan pertumbuhan tanaman.

Masa pandemi Covid-19 telah membuat kehidupan di seluruh dunia jungkir balik, penuh rasa ketakutan, tidak percaya dan pesimis. Semua kendala ini harus dihadapi dengan senyum dan pikiran positif untuk menghasilkan karya yang menebar manfaat. Kehidupan yang dijalani, pahit atau manis harus selalu dinikmati dengan penuh rasa syukur kepada Allah Subhana Wa Ta'ala, sang pencipta alam semesta (srn).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun