Mohon tunggu...
Sri NurAminah
Sri NurAminah Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer

I am entomologist. I believe my fingers...

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Kapurung sebagai Identitas Budaya Sulawesi Selatan di Tanah Rantau

9 September 2023   22:04 Diperbarui: 9 September 2023   22:08 1213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

#makanantradisional

#kareba

Kota Makassar terkenal dengan boga baharinya mempunyai banyak sekali kuliner khas yang menjadi alasan pemudik untuk pulang kampung. Olahan kuliner berupa coto, konro dan sop saudara khas Makassar berbahan dasar daging plus dibumbui dengan aneka rempah beraroma sedap dapat ditemukan menyebar di pusat kota sampai ke daerah pinggiran. Terdapat pula   kuliner lainnya berupa jajanan pasar dan cemilan yang menjadi teman minum teh atau kopi. Selain ikan bakar dan olahan seafood aneka rasa, salah satu makanan khas terkenal lainnya di Sulawesi Selatan adalah kapurung. 

Kapurung atau pugalu sangat direkomendasikan untuk dikonsumsi orang yang sedang diet karbohidrat. Selain sagu dan ikan, bahan campuran kapurung lainnya adalah sayuran kaya serat yang sangat baik untuk kesehatan pencernaan. Kapurung yang berbahan dasar sagu dapat menjadi makanan pengganti beras putih yang diketahui mempunyai nilai indeks glikemik cukup tinggi dan kurang baik untuk penderita diabetes melitus.

Sekilas performa kapurung mirip dengan papeda atau bubur sagu yang menjadi makanan khas masyarakat Maluku dan Papua. Bedanya adalah papeda disajikan dalam piring berisi kuah ikan masak kuning tanpa campuran sayuran di dalamnya. Hidangan manca negara yang mirip dengan kapurung adalah ambuyat berbahan dasar tepung sagu yang dimasak dengan air sampai menjadi bubur kental. Ambuyat adalah makanan tradisional yang sangat terkenal di Brunei Darussalam dan Malaysia (Sabah, Sarawak). Ambuyat dimakan dengan menggunakan garpu terbuat dari bambu. Sebelum dimakan, gumpalan sagu bening ini dimasukkan ke dalam sup ikan yang bercampur sambal belacan.

Kapurung merupakan makanan khas berasal dari daerah Palopo dan Luwu sehingga sering ditemukan warung yang mencomot nama dua daerah tersebut. Di dalam perkembangannya, kapurung  telah menjelma sebagai  identitas masyarakat Sulawesi Selatan yang bermukim di Malaysia dan sekitarnya. Bahan dasar pembuatan kapurung adalah tepung sagu lembab (dinamakan tawaro) yang dimasak dengan air sampai menjadi bubur kental. 

Wadah tawaro ini sangat unik karena terbuat dari helaian daun sagu yang dibuat menjadi semacam keranjang berbentuk persegi panjang. Saya mulai mengenal kapurung sejak masih di Sekolah Dasar. Almarhumah nenek saya sering mendapat kiriman tawaro dari keluarga yang bermukim di Luwu. Semasa hidupnya, beliau sangat piawai mengolah tawaro menjadi cendol, ongol-ongol  (tepung sagu dimasak bersama gula merah, dan ditaburi kelapa parut), kue sagu, jepa dan hidangan andalannya yaitu kapurung. 

Bau tawaro yang menyengat dan kurang sedap karena berasal dari tepung sagu lembab sering mengusik hidung saya sehingga saya menamakannya sebagai tepung kotoran kucing. Saat ini teknologi pangan sudah berkembang sangat pesat sehingga tepung sagu juga bermetamorfosis ke dalam kemasan siap pakai yang cantik dan bebas bau menyengat.

Sebagai highlight, ritual pembuatan kapurung dimulai dengan menyiapkan wadah, tepung sagu dicampur  air sekitar 250 ml kemudian diaduk rata. Panaskan air di dalam panci (sekitar 150 ml) sampai mendidih, masukkan larutan sagu dan diaduk sampai kental. Jika adonan sagu telah bening kental,  api kompor segera dimatikan. 

Sagu kental ini dibuat menjadi bola sagu sebesar bakso.  Umumnya bola sagu dibuat dengan menggunakan dua buah sumpit atau tusuk sate yang dipakai untuk menggulungnya. Sayangnya  saya selalu gagal menggunakan kedua alat ini untuk membuat bola sagu. Sebagai solusinya, saya memakai dua buah sendok membuat bola sagu yang dicelupkan ke dalam air dingin. Bola sagu berukuran lebih kecil dijadikan sebagai bahan cendol tawaro yang sangat nikmat disantap saat udara panas.

Setelah bola sagu siap, giliran  bumbu dan sayurannya. Menurut resep aslinya, bumbu kapurung kurang pas tanpa adanya kontribusi asam patikala, pemberi rasa asam pada kapurung. Ternyata asam patikala adalah buah tanaman kecombrang yang banyak ditemukan tumbuh di Pulau Jawa. Buah yang menggerombol ini dapat dilepas satu persatu dan digeprek untuk memberikan sensasi segar pada kapurung. 

Di kota Makassar sulit sekali menemukan asam patikala. Sebagai pengganti asam patikala, saya sering menggunakan buah mangga muda yang dirajang halus (racca mangga). Saya cukup berbahagia menggunakan racca mangga walaupun rasanya tidak seindah asam patikala yang memberikan sensasi bau tanaman kecombrang dalam kapurung khas Palopo.

Racikan bumbu kapurung berbeda untuk setiap warung, namun  bumbu kapurung umumnya mengandung terasi, cabai rawit, kacang tanah tumbuk, ikan kering mairo/teri yang ditumbuk halus, garam dan sedikit penyedap rasa. Sayuran rebus yang menjadi campuran kapurung juga variatif dan mengikuti musim tersedianya di pasar. Irisan jantung pisang merupakan sayur wajib berada dalam kapurung selain kangkung, kacang panjang dan irisan jagung muda. Sesuai perkembangan zaman, jantung pisang yang mulai sulit diperoleh di kota Makassar dapat diganti dengan daun kelor, bayam, terong dan daun singkong.

Jenis ikan yang digunakan juga variatif yaitu: ikan kembung, layang, teri atau tongkol yang semuanya dimasak kuning (pallu mara/pallu kacci). Jika menggunakan ikan besar maka daging ikannya disuwir dan kuah ikannya digunakan sebagai kuah kapurung. Di dalam satu wadah besar dicampurkan kuah ikan, bumbu yang telah dihaluskan, aneka sayuran rebus dan suwiran daging ikan yang diaduk merata. Ada juga menambahkan udang rebus yang telah dikupas kulitnya. Suiran daging ayam merupakan sensasi rasa terbaru dari kapurung sehingga dikenal varian kapurung ayam.

Rasa kapurung yang asin, pedas dan gurih menjadikan makanan ini sangat nikmat disantap saat masih mengepulkan asap. Acara makan kapurung secara beramai-ramai juga digunakan oleh kawula muda untuk meningkatkan silaturrahim  di tanah rantau. Saat saya menjalani sandwich program ke University of Queensland di Australia  pada tahun 2011, selama tiga bulan saya harus menahan diri tidak makan kapurung. 

Pada waktu itu, tepung sagu merupakan barang langka di Australia dan sulit diperoleh di Asian market. Hal ini menyebabkan saya hanya membuat perkedel jagung jika rindu masakan kampung halaman karena bahannya mudah ditemukan. Saya harus berlapang dada air saat teman seperjuangan yang menjalani kegiatan sandwich di Nijmegen Belanda mengirimkan video makan kapurung beramai-ramai dengan warga Sulawesi Selatan lainnya yang berada di tempat itu. 

Kapurung identik dengan rasa asam, gurih, pedas dan asin yang merupakan cita rasa masakan khas Sulawesi Selatan. Suku Bugis Makassar yang berjaya di lautan juga membawa bekal  bahan masakan khas kampungnya yang dapat diolah di tanah rantau tempatnya berjuang jika terbit kerinduan akan kampung halaman.

Saya dapat mengatakan bahwa transfer resep kapurung yang berasal dari warisan leluhur telah menjadi ciri khas budaya yang menghubungkan para perantau yang berada di luar tanah kelahirannya. Kesamaan indra perasa dalam memaknai cita rasa kuliner khas Sulawesi Selatan menjadi ikatan emosional yang kuat diantara sesama perantau dan melepaskan rasa rindu kepada kampung halaman. 

Kapurung sangat nikmat disantap saat siang hari dan mampu mengembalikan energi yang telah digunakan untuk beraktivitas.  Inilah penyebab mengapa  warung penjual kapurung sangat ramai dikunjungi pembeli saat tiba waktu makan siang. Hal ini menjadi peluang bisnis cukup menjanjikan untuk kawula muda yang berminat melestarikan kuliner khas daerah Sulawesi Selatan ditengah terjangan aneka kuliner kekinian berasal dari manca negara. Mengenalkan aneka makanan tradisional kepada anak-anak di rumah merupakan salah satu upaya melestarikan budaya warisan leluhur. Jika tidak dimulai dari sekarang, kuliner tradisional ini akan hilang tergerus oleh peradaban yang terus berkembang (srn).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun