Mohon tunggu...
Sri NurAminah
Sri NurAminah Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer

I am entomologist, I believe my fingers, https://www.aminahsrilink.com/

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Awan Gelap Berbisnis Pakaian Bekas Impor

22 Maret 2023   01:03 Diperbarui: 22 Maret 2023   01:07 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Sulitnya mendapatkan pekerjaan seringkali membuat seseorang mengambil keputusan secara terburu-buru demi mencukupi kebutuhan hidupnya. Persaingan di era globalisasi membuat seseorang dengan keterampilan pas-pasan akan terlempar keluar dari arena. Mencari sesuap nasi untuk orang yang telah berkeluarga terasa sangat berat dibandingkan saat belum berkeluarga. Kehadiran sang buah hati  yang harus diberikan asupan nutrisi layak sangat penting diperhatikan dalam menunjang perkembangannya di masa depan.

Pinto dan Bean adalah sepasang suami istri berasal dari kampung di kaki gunung. Banyaknya gedung tinggi dengan lalu lalang orang sibuk bekerja  plus kehidupan penuh warna-warni di kota besar  telah menarik minat Pinto untuk memulai karirnya di situ. Pinto yang baru lulus dari sekolah menengah swasta tidak mempunyai kemampuan memadai dalam berbahasa asing seperti yang disyaratkan saat rekruitmen pegawai baru di suatu perusahaan. 

Jika tetap memaksakan diri bekerja di tempat itu, Pinto harus menyediakan dana besar untuk 'lompat jendela' supaya dapat bersaing dengan calon lain yang mempunyai dana lebih kencang. Pinto terkulai lemas mendengar bisikan bapak manager perlente mata duitan yang cengar cengir menunggu mangsa.

Seorang istri dan tiga orang balita kelaparan menunggu kedatangan Pinto di rumah. Adanya tanggung jawab dalam memberikan nafkah keluarga membuatnya nekad menerima tawaran bekerja di tempat pelelangan ikan. Pekerjaan ini tidak memerlukan pemikir yang handal karena modal utamanya  bangun di saat langit masih gelap dan kekuatan fisik untuk mengangkat basket berisi ikan turun dari mobil tengkulak. 

Pinto mulai bekerja dengan gaji senilai lima belas lembar uang lima ribuan plus bonus ikan tidak layak jual. Tidak layak jual disini berarti bahwa ikan itu telah mengalami kerusakan saat dalam perjalanan ke tempat pelelangan, contohnya: ikan yang kepalanya hancur karena jatuh ke lantai dan tertindih keranjang yang beratnya puluhan kilo. Pinto manggut-manggut mendengarkan penjelasan bos besar pemilik pelelangan ikan.

Saat Pinto akan pulang mengendarai sepeda bututnya, tiba-tiba dirinya dipanggil oleh mandor. Ternyata sang mandor menyodorkan dua ekor ikan yang telah remuk kepalanya.  Rezeki tidak terduga di hari pertamanya bekerja membuat hati Pinto berbunga-bunga. Dia sangat senang membayangkan buah hatinya pasti bersorak girang  melihat ikan yang dibawanya. 

Tiba di rumah, Bean segera menyiangi ikan dan Pinto menyiapkan panggangannya. Ketiga buah hatinya tertawa senang dan bertepuk tangan  menunggui matangnya ikan yang dibawa dari tempatnya bekerja. Mentari tersenyum lebar kepada keluarga itu saat  Bean datang membawa semangkuk besar nasi panas, kecap dan potongan cabai rawit menemani hidangan ikan bakar yang terasa sangat istimewa.

Manusia dapat berencana tetapi Tuhan jualah penentu takdirnya. Baru sebulan bekerja, Pinto terkena musibah. Kakinya tertimpa keranjang ikan yang sangat berat mengakibatkan pecahnya kuku di jempol kakinya. Lebam biru dan aliran darah mengalir dari kuku Pinto yang terlepas. 

Pinto meringis menahan nyeri yang menghunjam kakinya. Bukan hanya kakinya, ternyata bahu Pinto juga mengalami salah urat karena terlalu beratnya keranjang yang harus diangkat setiap hari. Kecelakaan ini menyebabkan sang bos tidak berani mengambil resiko besar. Dia segera memberikan uang saku ala kadarnya dan meminta Pinto untuk mencari pekerjaan lain jika penyakitnya telah sembuh. Pinto merasa sangat kecewa karena terbayang raut sedih wajah istrinya jika menahu dia telah kembali menjadi pengangguran lagi.

Konon katanya ibu tiri galak dan sadis, tetapi kenyataannya ibu kota luar biasa kejamnya terhadap pendatang seperti Pinto dan keluarganya. Barang bawaan dari kampung sudah ludes terjual untuk menyewa bilik sederhana dan biaya makan sehari-hari. Bean yang bekerja sebagai buruh cuci terkalahkan tenaganya oleh usaha laundry yang menawarkan jasa cuciah harum, rapi dan selesai dalam sekejap. Bean tidak berdaya menghadapi pesaingnya yang bermodal kuat. Dia harus menerima nasib kembali menganggur dan merawat suaminya yang sakit.

Suatu hari rumah Pinto kedatangan Bintaro, temannya yang menjadi pedagang pakaian bekas impor alias cakar. Istilah cakar atau 'cap karung' diberikan untuk pakaian, celana, seprai, selimut  atau barang impor lainnya berasal dari luar negeri. Barang itu dibungkus memakai karung berlapis-lapis dan diikat rantai besi. Bintaro mengiming-imingi Pinto dan Bean tentang keuntungan yang akan didapatkannya dari bisnis pakaian bekas impor. 

Dia meyakinkan Pinto tentang tingginya minat masyarakat tentang kebutuhan pakaian bekas impor branded. Pinto yang telah pusing tujuh keliling terlilit masalah ekonomi dan kehilangan pekerjaan karena kecelakaan kerja segera menyetujui tawaran meminjam uang dari Bintaro sebagai modal membuka usaha itu. 

Pinto juga menyetujui pengembalian modal plus bunga dari keuntungannya berdagang pakaian bekas. Dia sangat percaya kepada kata-kata Bintaro yang meyakinkannya untuk menjalani usaha itu. Bean yang tidak berdaya hanya mengikut keputusan terbaik dari suaminya.

Singkat cerita, Pinto sukses mendapatkan los atau tempat berjualan di sebuah gedung berlantai dua yang menjadi pusat bisnis pakaian bekas impor. Uangnya yang minim menyebabkan Bintaro menaruh Pinto   di  los yang berada dalam  sudut gelap di lantai dua. Ternyata karung  pakaian bekas impor yang diterimanya dari Bintaro tidak sesuai dengan pesanannya. 

Awal mulanya Pinto ingin menjual pakaian bekas impor untuk anak-anak, tetapi karung yang diterimanya dari Bintaro berisi pakaian orang dewasa dan campuran barang lainnya. Kecurigaan Pinto timbul karena karung itu sudah terbuka segelnya saat diterimanya Saat Pinto protes kepada Bintaro, dengan enteng lelaki berbadan besar seperti binaragawan itu mengatakan bahwa memang begitulah  aturannya berdagang pakaian bekas impor. Bintaro harus melakukan inspeksi awal isi karung sebelum diberikan ke Pinto.

Yang membuat perasaan Pinto bertambah pilu karena Bintaro memaksa Pinto membeli puluhan hanger atau gantungan pakaian plus raknya untuk barang jualannya. Padahal saat perjanjian awal, Bintaro menyediakan hanger dan rak sebagai fasilitas dari los yang disewa oleh Pinto. Praktiknya Bintaro malah memberikan los kosong dan penuh sampah untuk ditempati oleh lelaki malang itu. Semua yang diterima Pinto sangat berlainan dengan janji manis Bintaro.

Mulailah kehidupan Pinto berjualan pakaian bekas impor. Persaingan dengan los tetangga sebelah menyebabkan Pinto harus menurunkan harga pakaian jualannya serendah mungkin supaya dia mendapatkan uang untuk biaya makan keluarganya. Pinto memilih berjalan kaki ke los sewaannya sejauh beberapa kilometer demi mengurangi biaya transportasi. Setelah diamati secara detil, pakaian bekas impor yang diberikan oleh Bintaro sebagai barang jualan juga banyak yang cacat, bahkan ada yang robek dan tidak dapat diperbaiki lagi. 

Bukan hanya kondisi pakaian yang tidak layak jual, Pinto juga harus menerima pil pahit. Opini masyarakat tentang pakaian bekas impor yang membawa kuman sumber penyakit juga harus ditelannya mentah-mentah. Bau khas desinfektan yang digunakan dalam penanganan pakaian bekas sebelum dikirim ke tujuan terasa sangat menyengat dan membuat nafasnya sesak. 

Penggunaan desinfektan pada pakaian bekas impor menguatkan stigma masyarakat bahwa pakaian bekas tidak aman dipakai. Sebenarnya Pinto sangat berharap pakaian bekas impornya laku saat menjelang Idul Fitri karena dia telah membanggakan dirinya menjual pakaian bekas branded. Tetapi impian indah itu bagaikan menggantang asap. Masyarakat yang merayakan Idul Fitri cenderung memilih baju baru, bersih dan tidak mementingkan merknya.  Bagaikan hari kemenangan di akhir Ramadan yang mengembalikan manusia kepada fitrah yang suci.

Saat Bintaro datang menagih biaya pembayaran los, Pinto segera menyerahkan kunci sekaligus isi los kepada Bintaro. Pinto memutuskan membawa pulang keluarganya ke kampung dan menjadi petani di sana. Dia tidak tahan lagi dengan situasi kejamnya ibu kota yang menyebabkan kakinya menjadi pincang akibat insiden di tempat pelelangan ikan. 

Keputusan ini diterima oleh Bean dengan lapang dada. Dia merasa optimis nasib anak-anaknya akan lebih baik jika mereka bertinggal di kampung. Keramahan hidup di tengah hamparan sawah dan ladang di kampung terasa bagaikan  pelukan penuh kasih sayang seorang ibu kepada anaknya. 

Anak-anak Pinto dan Bean juga menurun kesehatannya selama mereka berjuang hidup di tengah kerasnya ibu kota. Pengalaman Pinto menjual pakaian bekas impor membuat matanya terbuka lebar bahwa pekerjaan itu tidak menjanjikan kehidupan layak. Tidak semua orang sudi mengenakan pakaian bekas milik orang lain karena kuatir terkena penyakit kulit atau ketularan bau badan dari pemilik sebelumnya. Suatu realitas yang menjadi pertimbangan pemula untuk memulai usaha di bidang tersebut (srn).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun