Mohon tunggu...
Sri NurAminah
Sri NurAminah Mohon Tunggu... Dosen - Lecturer

I am entomologist. I believe my fingers...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tembok Cinta #1 (Tuhan, Aku Ingin Bersama Yucel)

4 Maret 2023   13:34 Diperbarui: 4 Maret 2023   13:38 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Andita, anak kesayangan Bunda telah menyelesaikan pendidikan sarjananya dengan gemilang. Sejak selesai hari wisuda yang dilaluinya dengan berbagai drama, kepalanya telah penuh dengan rencana untuk melanjutkan pendidikannya ke luar negeri. Sejak dulu gadis urakan cantik ini bercita-cita ingin belajar animal science ke negeri kincir angin. Dia begitu tergila-gila dengan keindahan windmills jadul yang menjadi latar belakang kaum sapi merumput dengan aman, tenteram dan damai. 

Suatu cita-cita mulia dari seorang Andita untuk membangun bangsanya. Keinginan luhur ini ternyata mampu meluluhkan hati Bunda yang sangat berat melepas putri tunggalnya untuk merantau menggapai cita-cita. Bukan Andita jika tidak keukeuh berjuang mendapatkan keinginannya. Melalui serangkaian seleksi pemberi beasiswa yang sangat ketat, akhirnya Andita mendapatkan golden ticket menuju universitas di negara impiannya. Belanda memang sangat terkenal dengan teknologi peternakan sapinya yang menghasilkan keju Gouda dan Edam-nya dengan rasa tak terlupakan.

Kesibukan belajar di universitas plus beradaptasi dengan lingkungan barunya di benua Eropa membuat Andita sering lupa menelpon ibunya. Hal ini membuat sang Bunda uring-uringan karena sudah dilanda rindu berat. Tetapi Andita hanya tersenyum saat menerima telpon rutin yang berisi omelan sang Bunda tentang ini dan itu. Fasilitas teknologi telah memungkinkan dilakukannya video call kepada sang buah hati yang berada nun jauh disana.  Kecanggihan teknologi juga membuat mata Bunda mendelik tajam saat melihat beberapa butiran unidentified menghiasi wajah anaknya.

"Wajahmu kenapa Nak?" tanya Bunda penuh rasa cemas melihat beberapa bintik kemerahan di pipi dan dahi anaknya.

Andita meraba pipinya, lalu tersenyum

"Itu apa Nak?"kembali Bunda bertanya dengan gemas.

"Ini hanya jerawat Bun, cuacanya dingin banget sampai kulit saya terkelupas dan memerah".

"Sudah dikasih obat?" pertanyaan Bunda menyelidik diiringi nada cemas.

"Tidak perlu Bun, ntar sembuh sendiri kok. Aman..."

Sambil tersenyum lebar Andita mengacungkan dua jari kanannya membentuk huruf V. Bunda melengos kesal melihat tingkah anaknya.

Kesibukan Andita di ruang kuliah dan praktik lapangan telah mendekatkannya dengan Yucel, seorang lelaki keturunan Turki yang juga menekuni bidang animal science. Mereka berkenalan saat melaksanakan praktik  membantu seekor sapi beranak di peternakan lokal. 

Kepiawaian Yucel sebagai kakak kelas yang santun dan senang membantu telah berhasil menyentuh batin Andita yang paling dalam. Entah mengapa berada di dekat Yucel memberikan rasa nyaman kepada Andita. Pronunciation Yucel yang kadangkala sulit dimengerti tidak menghalangi tumbuhnya rasa sayang kepada lelaki itu. Andita menganggap adanya Google translate sebagai dewa penolong berkomunikasi dengan Yucel. Namun Andita juga merasa was-was, jangan sampai hanya hatinya yang sibuk sendiri merindu kepada Yucel sementara si lelaki itu hanya menganggapnya sebagai teman biasa.

Suatu hari di sela kesibukan kuliah dan praktik yang padat, Andita menerima email singkat dari Yucel. Beberapa minggu terakhir mereka jarang bertemu karena Yucel terlihat sangat sibuk. Apalagi saat ini Yucel telah melaksanakan penelitian di Enkhuizen yang lumayan jauh jaraknya dari Wageningen. Di dalam email Yucel berjanji akan mengunjungi Andita pada hari Minggu karena beberapa minggu sebelumnya pertemuan mereka selalu tertunda gegara lelaki itu sibuk bekerja dan 'take care of the kids'. Whoaaaa....isi email Yucel membuat Andita terlompat kaget dari duduknya. What you mean take care of the kids?

Mungkinkah Yucel sudah beristri?

Jangan-jangan aku nanti dituduh selingkuhan oleh istrinya Yucel?

Apa kata Bunda kalau aku mencintai lelaki beristri?

Ihh...aku tidak mau nasibku apes dicap sebagai pelakor. Takuuuutttt....

Berbagai rasa berkecamuk dalam dada Andita. Dibacanya lagi email itu berulang-ulang. Matanya fokus pada kalimat 'take care of the kids'. Waduh...kalimat sederhana tapi menimbulkan luka tidak berdarah dalam hati Andita. Perempuan enerjik itu merasakan dirinya kacau balau. Mau apa sih lelaki ini? Kirim email hanya untuk mengabarkan dirinya sibuk bekerja sambil menjaga anak sampai tidak sempat berjumpa dengannya. Memangnya aku apanya? Andita menggertakkan giginya dengan beribu rasa kesal.

Menunggu tibanya hari Minggu siang bagaikan neraka untuk Andita. Hatinya terlanjur teriris perih. Mau membatalkan janji rasanya tidak tega karena Andita sudah sangat merindu kepada Yucel. Dia mengingat kembali berbagai kenangan manisnya saat mulai masuk kelas sebagai international student. Ini adalah tujuan utamanya melanjutkan pendidikan dengan konsekuensi menempuh perjalanan ribuan mil meninggalkan negara dan Bundanya.

Yucel yang pertama kali menyapanya dan memberikan kursi kosong di sebelahnya saat Andita mengikuti kuliah perdana. Yucel juga yang mengenalkan kehidupan kampus, memberikan tips jitu menghadapi berbagai karakter dosen yang terlihat sangat serius dalam memberikan kuliah. Untunglah bahasa pengantarnya adalah bahasa Inggris sehingga Andita merasa mudah beradaptasi dengan tempat kuliahnya yang baru. Yucel juga sangat membantu karena telah mengenal dengan baik berbagai sudut kota Wageningen. 

Interaksi Andita dengan masyarakat lokal yang menggunakan bahasa Belanda sangat tertolong dengan kehadiran Yucel. Lelaki ini juga memberikan banyak informasi tentang resto atau caf yang menjual makanan halal, plus aneka toko yang menjual barang dengan harga studenten. Andita merenung di balik jendela kamarnya yang menghadap ke arah kebun tetangga. 

Dia menatap pepohonan yang daunnya bergoyang perlahan ditiup angin, seakan mengejeknya sedang galau memikirkan Yucel. Cuaca sedang tidak baik-baik saja di luar sana. Sisa lelehan salju masih terlihat bertengger dengan indahnya di dahan pohon. Terasa sesak dada Andita saat membaca ulang email dari Yucel. Aku kangen sama kamu Yucel, bisiknya perlahan pada foto seorang lelaki berbadan tegap dan berambut coklat yang menghiasi profil email Yucel. Dibukanya galeri ponselnya, banyak sekali foto kenangan mereka di ruang kuliah, laboratorium dan sudut tempat mereka sering lunch atau dinner saat weekend.

Hari Minggu setelah breakfast, Andita berjalan perlahan menuju ke kafe favoritnya yang menyediakan oliebollen kesukaannya. Ini adalah Dutch doughnut yang bentuknya bulat, berisi kismis, potongan buah apel yang dicampur dengan bubuk kayu manis. Setelah diangkat dari penggorengan ditabur dengan gula halus. 

Oliebollen  ini sangat nikmat disantap ditemani secangkir teh panas. Sebelum duduk di tempat favoritnya yang berada di sudut dengan pandangan menghadap ke jalan, Andita menghampiri resepsionis, memberitahukan bahwa dia sedang menunggu seseorang yang akan datang menemuinya. 

Andita segera memesan seporsi oliebollen dan teh panas dan berjalan ke kursi favoritnya. Andita mengeluarkan ponsel dan sebuah buku harian dari tasnya. Buku itu adalah log book perjalanannya bersama Yucel yang dipenuhi dengan tanda lope-lope, coretan dan guntingan foto berbagai lokasi yang telah mereka eksplorasi bersama. 

Dia  sangat ingat di kafe  ini Yucel mentraktirnya semangkuk besar es krim rasa vanilla bercampur potongan oreo. Rasanya es krimnya sungguh luar biasa, bertabur susu nan lezat dipadu potongan oreo coklat dan porsi besar pula. Berdua mereka menghabiskan es krim itu sambil tertawa lepas karena porsi makanan di Belanda memang disesuaikan dengan kemampuan makan orang-orangnya. 

Dari pengalaman semangkuk besar es krim yang pernah dimakannya bersama Yucel, hal inilah membuat Andita selalu memesan porsi es krim untuk kinderen alias anak-anak karena lambungnya yang mungil  tidak mampu menampung es krim terlalu banyak. Dari makan es krim bareng, disitulah Andita merasakan perhatian ekstra dari Yucel seiring waktu yang terus berjalan. Tidak pernah ada kata-kata cinta yang terlontar dari pertemuan mereka berikutnya (walaupun Andita berharap mendengar keajaiban itu dari mulut Yucel). Tanpa sadar Andita telah merasakan bayangan Yucel mulai mengacaukan pikirannya. Hatinya mulai merindu mendengar suara Yucel. Apakah ini yang dinamakan cinta?

Ponselnya berdenting perlahan mengabarkan sebuah pesan manis dari Yucel, my sweety I will arrive. Lelaki itu dan 'anaknya' akan tiba di kafe pada jam 09.30 am. Mereka sedang dalam perjalanan berkendara menaik mobil. Andita melihat jam tangannya. Masih ada waktu 30 menit untuk menarik nafas panjang sebelum menerima kenyataan Yucel adalah lelaki 'beristri'. Duh kenyataan ini sungguh luar biasa kejam rasanya. Ternyata hujan turun dengan deras, sekencang batinnya yang menangis membayangkan realitas dia telah menjalin hubungan dengan seorang pria beristri. 

 Batin Andita berguncang hebat, nafasnya terasa sesak. Ingin rasanya berlari menerobos air hujan di luar sana menuju ke suatu tempat untuk bersembunyi. Namun dia sudah berjanji harus tegar menghadapi kenyataan. Andita memutuskan hari itu adalah penentuan status  Yucel secara jelas dalam kehidupannya. Selama ini lelaki berkulit terang itu sangat tertutup bercerita tentang diri dan keluarganya. Andita menghela nafasnya dengan sangat berat. Rasanya dia tidak sanggup menerima kenyataan ini.

Langit masih berwarna biru, mentari pagi menyembul malu-malu dari balik awan. Andita melihat sebuah mobil berwarna hitam parkir di dekat kafe. Dari dalamnya turunlah lelaki yang disayanginya secara diam-diam. Sambil memegang payung, lelaki itu membuka pintu belakang. Dari balik pintu mobil terlihat dua orang anak perempuan, tampaknya kakak beradik, salah satunya membawa buket bunga mawar merah. Yucel segera memayungi kedua anak itu dan berjalan cepat ke pintu kafe. 

Andita menutup wajahnya dan menahan rasa pilu di dalam dadanya melihat pemandangan itu. Saat mendengar Yucel menyebut namanya di depan resepsionis, si mbak Londo segera mengedipkan sebelah matanya dan menunjuk Andita yang telah berdiri sambil tersenyum manis (penuh rasa pilu)  di belakang lelaki itu. Yucel segera berbalik, tertawa lebar melihat Andita. Dia tetap percaya diri  walaupun baju, celana dan sepatunya telah basah tersiram air hujan. Kedua bola matanya berbinar Bahagia bertemu kembali dengan perempuan yang dirindukannya. Wajah  lelaki itu terlihat sangat lelah. Dia segera mengenalkan kedua putrinya kepada Andita.

Suara Andita tercekat di tenggorokan  saat Petra dan Vivienne menyerahkan buket bunga mawar ke tangannya yang dingin membeku. Rangkaian bunga melambangkan rasa  cinta yang sangat indah, harum baunya dan pasti mahal harganya. Yucel menyebutkan umur kedua anak perempuan itu adalah 9 dan 7 tahun. 

Wajah kedua malaikat milik Yucel itu bagaikan boneka dari Timur Tengah dengan bola mata hitam pekat sewarna dengan rambutnya yang ikal. Sambil tersenyum manis  Andita membawa kedua bocil itu ke mejanya. Dirasakannya tangan kekar Yucel menyentuh lembut pinggangnya dan mengikuti langkah mereka. Andita menjerit dalam hati membayangkan dirinya akan bersalin rupa menjadi ibu sambung untuk anak-anak Yucel.

Sambil menikmati oliebollen, Andita membiarkan para malaikat cilik itu bercerita panjang lebar. Dia segera memesan es krim ekstra untuk kedua tamu kecilnya dan secangkir hot cappuccino untuk Yucel. Tidak ada kata-kata yang terucap dari mulut Yucel, pandangannya terus menatap ke wajah Andita yang membuat  perempuan itu tersipu malu. Dia merasakan tangan kekar Yucel mengenggam erat jemarinya. Sebuah bahasa universal menyatak perasaan kepada seseorang. Dada Andita berdebar kencang merasakan aliran panas jemari Yucel sukses menghantam jantungnya.

"Andita, it is me now dear..." bisiknya perlahan ke telinga Andita.  Perempuan itu menoleh, memandang kosong ke wajah Yucel.

"Are you ready with them?"

Andita menundukkan kepalanya. Air matanya jatuh setitik membasahi pipinya. Batinnya sangat sakit mendengar kata 'ready'. Tidak pernah dibayangkannya kenyataan sepahit ini, hidup bersama 'anak sambung' dari lelalki yang dicintainya. Tidak ada surat perjanjian untuk mencintai Yucel sebagai kekasihnya namun kenyataan ini sangat bertolak belakang dengan harapannya. Dia sudah terlanjur sayang kepada Yucel tetapi kedua bocil ini telah menghancurkan semua impian dan cerita indahnya. Yucel mengangkat dagu Andita yang duduk terdiam di sisinya. Di seberang meja, Vivienne dan Petra sibuk menikmati seporsi besar es krim coklat bertabur choco chips. Mereka tidak peduli dengan Yucel yang harus menenangkan batin perempuan yang duduk di sampingnya.

"Please say something to me," dilihatnya kedua bola mata Yucel begitu bermohon untuk Andita bersuara. Lidahnya terasa sangat kaku untuk menjawab pertanyaan Yucel.

"What do you think about it,"

Andita hanya menunduk lesu. Tangannya meremas erat genggaman jemari Yucel dan air matanya kembali menetes. Dia ingin menolak kenyataan di depan mata tetapi tak kuasa dilakukannya.  Mulutnya terkunci rapat padahal dia ingin bertanya siapa ibu para malaikat cantik itu dan dimana keberadaannya. Kepala Andita tiba-tiba berdenyut, terasa sakit sekali. 

Perlahan dia melepaskan jemari Yucel dan memijat keningnya sendiri. Yucel mengangkat bahunya  dan meminum kopinya yang sudah dingin. Yucel menghela nafas panjang melihat kemurungan Andita. Hilang sudah senyum manis sang dewi, tertutup awan yang sangat tebal. Yucel mendekatkan kursinya ke Andita dan meletakkan kepala Andita dengan lembut ke bahu kanannya. Disekanya butiran keringat di dahi Andita. Dirabanya kening sang dewi, terasa sangat dingin.

Setelah makan minum di kafe, Yucel mengajak Andita menemaninya membawa Petra dan Vivienne ke museum. Dengan setengah hati Andita segera mengiyakan keinginan Yucel yang disambut teriakan gembira kedua bocil cantik itu.  

Andita berpikir inilah 'peluang terakhir'  Andita melalui waktu bersama lelaki yang dicintainya. Sebelum berangkat ke museum, Andita meminta Yucel membawanya pulang ke apartemennya untuk mengambil jaket tebal. Ajakan ini disambut dengan gembira oleh Yucel dan bocil cantiknya. Mereka berkendara di sepanjang jalur yang sepi, khas pedesaan Belanda. Hamparan ladang pertanian, peternakan dan kawanan sapi terlihat sangat indah menghiasi pemandangan. Mereka semua bergembira namun Andita merasakan sunyi sepi sendiri dalam batinnya. Dia terasing dengan tubuhnya sendiri.

Bersambung...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun