Mohon tunggu...
Sri Rahayu
Sri Rahayu Mohon Tunggu... Lainnya - Menyukai literasi

Seorang ibu rumah tangga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mendampingi Anak Tumbuh Dewasa

30 Agustus 2023   08:28 Diperbarui: 30 Agustus 2023   08:32 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mendampingi anak tumbuh dewasa

Bagi bunda yang sudah mempunyai anak beranjak dewasa pasti ada rasa was-was dan khawatir terhadap perkembangannya ataupun pergaulannya. Sehingga kadang-kadang orang tusa bisa bertindak terlalu over-protektif terhadap anak. Apalagi zaman sekarang yang anak bisa dengan bebas membuka akses internet serta banyak berita di media massa tentang bullying dan kekerasan yang tentunya hal ini akan membuat resah bagi orang tua.

Lantas bagaimana pendampingan yang baik bagi anak-anak remaja yang beranjak dewasa ini? Pada masa ini anak akan mencari identitas diri sendiri, mencari jati diri. Anak merasa paling hebat dan kadang kalau di kasih pengertian atau di nasehati akan lebih galak dari kita. Tapi ada juga anak yang kalem, yang kalau di kasih tahu seperti menurut tapi di belakangnya membangkang. Kedua sifat ini sama-sama membingungkan orang tua juga.

Dalam hal ini kuncinya adalah pada komunikasi yang baik antara anak dan orang tua serta menempatkan anak sebagai kawan, sahabat yang bisa memungkinkan anak bisa curhat atau orang tua menjadi tempat bercerita bagi si anak. Sanggupkah kita sebagai orang tua? Kabanyakan orang tua maunya hanya didengar dan jarang sekali yang mau mendengarkan. Orang tua selalu maunya membuat peraturan yang kadang-kadang sering di langgar sendiri sementara anak tidak boleh melanggar.

Dalam ulasan ini saya ingin berbagi kisah dalam mendapingi anak-anak saya. Pembaca bisa mengambil yang sisi baiknya sementara yang tidak baik dilupakan saja. Ini terutama buat bunda yang sangat berperan enting dalam masa tumbuh kembang kondisi kerohanian anak.

Pada saat anak saya pertama (perempuan) menginjak usia 12 tahun dan anak kedua saya (laki-laki) umur 5 tahun, saya adalah wanita yang paling sibuk. Pada saat itu saya bekerja di sebuah perusahaan susu di jakarta, posisi di perusahaan tidak terlalu tinggi tapi tetap saja kalau wanita bekerja pasti seharian tidak di rumah. Dan pada saat itu mula-mulanya saya memutuskan untuk tidak punya pembantu. Dan bisa dipastikan semua pekerjaan yang ada di rumah mulai masak, cuci strika, beberes rumah adalah tanggung jawab wanita. Suami membantu sekedarnya saja. Saya tidak mengeluh karena ini adalah putusan saya. Yang jadi masalah adalah perkembangan jiwa anak.

Sewaktu kita sebagai orang tua terlalu sibuk, pastilah kita tidak punya waktu banyak untuk anak-anak kita, tidak terlalu peduli dan bukan pendengar yang baik.

Secara kasat mata kedua anak saya baik-baik saya secara fisik. Tidak pernah saya taruh curiga sedikitpun. Sampai pada saatnya ada suatu kejadian yang membuat semua ibu menangis. Terungkap saat anak saya meminjam laptop untuk membuka jejaring sosial dan lupa log out terbacalah chatting dengan temannya. Mungkin maslahnya sepele, tapi bagi saya itu adalah pukulan. Anak saya ternyata menerima bullying dari salah satu temannya. Ini murni kesalahan saya. Biasanya saya langsung marah-marah, tapi kali ini saya tahan. Hari berikutnya saya ambil cuti setengah hari untuk menemui wali kelas dan guru BP untuk menyelesaikan masalah. Kedatangan saya ke sekolah tidak diketahui oleh anak peremuan saya. Saya minta tolong pendampingan guru BP dan info ke saya apabila ada perkembangan. Yah untungnya pihak sekolah mau diajak bekerjasama dengan baik.

Masalah berikutnya datang dari anak kedua saya, di rumah anak ini baik banget dan tidak pernah rewel (mungkin karena takut emaknya galak, serius). Di sekolah ternyata anak lelakiku ini bermasalah. Padahal segitunya saya setiap hari mengantarkan mereka berdua ke sekolah sekalian berangkat kerja.

Hal ini saya ketahui saat saya melihat semua buku catatan kosong tidak ada tulisan sama sekali (minggu pertama dan kedua masuk sekolah SD). "Bagaimana mungkin seminggu lebih nggak ada pelajaran, gurunya kemana?" batin saya. Padahal dulu kakanya paling rajin mencatat dan tulisannya rapi banget sampai dapat juara tulisan terbaik di sekolah. Lha ini adiknya, ya allah maafkan aku. Ini pasti salahku.

Kembali saya ambil cuti dan menemui gurunya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun