Ini cerita beberapa puluh tahun yang lalu mungkin bisa jadi insirasi bagi ibu-ibu muda yang berkarya diluar rumah atau ngantor dalam pembentukan karakter anak, ala-ala saya sih.
"Ibu, aku tadi hebat dong bu" anakku yang berumur 9 tahun berjalan mengikuti saat aku baru pulang dari kantor.
"Adik sini. Ibuk sudah pulang. Ayo ciun tangan" dia juga memanggil adiknya
"Oh ya. Wah sudah ganteng dan cantik ya" jawabku singkat
"Mau gak bu dengerin ceritaku" Anna merengek minta di dengerin ceritanya
Ngerasa dong kalau abis pulang kerja capek bet tapi dikintilin anak-anak dan ada yang merengek pula. Tapi ya itu resikonya jadi ibu yang memilih bekerja daripada mengurus anak di rumah dan lebih percaya pembantu atau dititip ke tetangga untuk melakukannya. Ibu tidak boleh egois mementingkan diri sendiri.
Coba kita lihat ke anak sacara lebih dalam pada jiwa dan pshykologinya. Mau nggak mau atau suka nggak suka, ibu adalah segalanya bagi anak. Ibu adalah dunianya sang anak, panutan dan apapun yang di ajarkan serta dilakukan ibu akan di copy ditiru sama anak.
"Ibu mandi dulu ya. Kan bau" kataku sambil mencubit pipi tirusnya
Sementara kulihat adiknya masih asyik main mobil-mobilan. Adiknya umur 4 tahun dan sudah bersekolah di TK kecil sementara anakku yang pertama kelas 4 SD.
Pipinya yang tirus dengan hidung mancung persis pleg sama ayahnya. Katanya orang-orang memang kalau anak perempuan cenderung secara fisik atau sifatnya banyak meniru ayah dan kalau laki-laki lebih ke ibu.
Buru-buru aku mandi dan ganti baju "Sholat dulu yuk sayang" bujukku ke Anna