_"Pada tanggal 25 Sept. sore djam 5 di poentjak goenoeng Tidar, Magelang, dilakoekan oepatjara pemakaian resmi tiang bendera jang tingginja 15 meter sebagai penghormatan dan penghargaan terhadap 4 orang pahlawan jang telah goegoer satoe tahoen jang laloe karena tembakan mitraljoer Kenpetai Djepang waktu menaikkan bendera Merah Poetih jang pertama kalinja. Oepatjara dipimpin oleh Ketoea Poesat B.P.R.I dan dihadiri oleh Pak Wongso Goebernoer Djawa Tengah, Residen Kedoe, Wali Kota Magelang dan pendoedoek. Pembikinan tiang peringatan ini memerloekan ongkos f 27.000,-"_
*PALAGAN MAGELANG*
Rabu tanggal 31 Oktober 1945, pecah perang di Kota Magelang antara 3/10 Gurkha Rifles yang dipimpin oleh komandan Sekutu Jawa Tengah yaitu Brigadier R.B.W. Bethel (untuk Jawa Timur dipimpin Brigadier Mallaby) melawan pejuang republik dari BKR / TNI dan banyak unsur kelaskaran. Â Salah satunya yang fenomenal adalah Bung Tardjo, pemimpin Tentara Rakyat Mataram yang dikenal kebal peluru dan sering berorasi di radio dengan suara persis Bung Tomo. Â
Pertempuran berlangsung sengit dengan pusatnya di alun -- alun Kota Magelang. Â Para pejuang yang gugur di tengah jalan, menurut Sarwo Edhie bahkan tidak bisa diambil selama 2 hari karena siapapun yang terlihat di jalan akan dihujani mitraliur Gurkha. Â Pejuang juga dibantu Tanaka, serdadu Jepang yang membela Indonesia. Â Ia menghujani Gurkha dengan tembakan mitraliur dari atas Water Toren. Â Pertempuran sengit itu dinamakan Palagan Magelang.
Baru juga berjalan setengah hari, Gurkha sudah minta pertolongan melalui radio. Â Dua pesawat tempur dari Batavia dikirim ke langit Magelang dan menerjunkan kargo -- kargo berisi amunisi dan perbekalan. Â Belum cukup, Bethel meminta Bung Karno untuk datang ke Magelang guna menenangkan para pejuang. Â Dalihnya adalah Sekutu datang bukan untuk berperang namun hanya untuk menarik para interniran Eropa yang ditahan di berbagai tempat. Â
Bung Karno bermusyawarah di Semarang dan Yogyakarta sebelum datang ke Magelang. Â Bethel tidak sabar. Â Kamis 1 November 1945, ia mengirim sisa tentara Jepang di Semarang. Â Komandan Jepang di Semarang adalah Mayor Kido sehingga pasukan tersebut dinamakan Kido Butai. Â Adapun komandan yang memimpin kompi adalah Kapten Yamada. Â Kido Butai menyerbu dapur umum di Kampung Tulung dan membantai pribumi yang ada di sana. Â Ada yang diberondong peluru, ada yang disabet samurai hingga kaki putus, dan ada yang dibayonet. Â Tak pandang bulu, di Botton mereka menusuk ibu -- ibu dan balita, serta menembak manula. Â Di SMP Negeri Magelang (SMP 1), mereka sedang membariskan para murid dan guru untuk dibantai, saat Prapto Ketjik siswa yang menjadi Tentara Pelajar berniat menyergap. Â Nahas, Prapto ditembak Jepang dari belakang. Â
Esoknya, usai sholat Jumat tanggal 2 November 1945, diadakanlah Cease Fire. Â Badaan Plein Conferentie dihadiri 40 orang dari pihak republik yaitu Presiden RI Ir. Soekarno, Â Menteri Sekretaris Negara Mr. Abdoel Gaffar Pringgodigdo, Menteri Penerangan RI Mr. Amir Sjarifoeddin Harahap, Raden Pandji Soeroso, Mr. Wongsonegoro, Mr. Winarno, Danuatmodjo, Liutenant General Oerip Soemohardjo, Bung Tardjo, Boedi Handoko, Liutenant Colonel Sarbini, Majoor A. Yani, dll. Â Pihak Sekutu dihadiri Brigadier Bethel, Liutenant Colonel H.G. Edwards, Majoor Broock, Captain Hoasted, Koreman, Majoor Holmes, Captaint Ball, dan Flight Lieutenant Trigg. Â Disepakati gencatan senjata.
Jumat siang hingga malam pukul 21.00 WIB, di bawah rintik hujan, penduduk Magelang berduka. Â Mereka hilir mudik mengangkut jenazah para pejuang untuk dimakamkan di Girilojo. Â Wing Commander Tull mengklaim bahwa korban tewas dari pihak Indonesia di Magelang adalah 600 orang sementara dari Sekutu hanya satu orang Gurkha saja yang tewas. Â Itu adalah sebuah lelucon. Â Kenyataannya, pasukan terpilih dan terlatih di medan perang Burma dan Imphal itu harus minta bantuan dari Batavia dan Semarang. Â Begitu pun setelah gencatan senjata mereka ingkari, mereka harus lari tunggang langgang dikejar pejuang ke arah utara hingga Ambarawa. Â
Palagan Ambarawa tidak akan ada jika tidak ada Palagan Magelang. Â Â
*MALAM TIRAKATAN*
Dalam dasawarsa pertama kemerdekaan, warga Magelang belum lupa akan Tragedi Tidar tanggal 25 September 1945 dan korban perang Palagan Magelang maupun korban pembantaian Kido Butai tanggal 1 November 1945. Â Mereka melakukan malam tirakatan, mengenang dan mendoakan para korban yang di kemudian hari disebut pahlawan agar tenang dan diterima di sisi-Nya.
Â