Waktu tidak akan pernah mau menunggu kita. Dia berjalan bahkan berlari tanpa peduli pada kita yang masih tertingal dibelakangnya. Mau nggak mau suka nggak suka kita harus mengikutinya atau kita akan terlindas olehnya.
Bicara soal waktu, aku jadi teringat suatu peristiwa yang membuatku mearasakan bahwa aku sudah tergilas oleh waktu. Dalam hati terlintas "Kalau saja bisa kuputar waktu"
Tahun 2015 aku resign dari tempat kerjaku yang sangat nyaman (sudah lebih dari 12 tahun aku mengabdikan diri di perusahaan tersebut). Tujuan resign adalah untuk memulai perjuangan baru karena ada peluang yang menjanjikan. Dengan penuh percaya diri bahwa aku akan berhasil melebihi yang kuimpikan dan percaya bahwa Tuhan akan selalu support aku menuju sesuatu yang kuinginkan yaiyu sebuah kesusksesan duniawi menurut ukuran manusia.
"Aku ku taklukkan dunia" begitu tekadku waktu itu.
"Tak akan aku temui temen-teman dan bossku sebelum aku benar-benar mencapai impianku" egoku sangat menguasai jiwaku
Secara sekertaris boss ku resign lebuh dulu dari aku dan berhasil mempunyai usaha yang lumayan berhasil membuaku semakin menumbuhkan semangat untuk maju lebih dari mereka. Dan dalam tanda kutip boss ku yang sering merendahkan aku karena keadaan ekonomiku yang lebih rendah dari dia. Dalam hatiku "Ya iyalah gaji kamu lebih gede" hahaha hati yang tertutup oleh racun memang sangat gelap. Belum lagi ada beberapa statement pak boss
"Ingat ya saya tidak akan menaikkan grade kamu lagi"
"Saya nggak akan pernah mengajukan kamu untuk car loan ke management"
Hadeh kayak dia Tuhan saja "Lihat saja nanti" ujar kebencian menutup banyak kebaikan yang pernah beliau berikan padaku
"Ya Tuhan Maafkan aku"
 Waktu terus berjalan dan aku mulai terseok-seok mengejar perputaran waktu. Aku tidak mendapatkan apapun yang kuimpikan. Aku berusaha untuk tetap tegar berjalan dalam keterpurukan. Tuhan terlalu sayang sama aku.
HP ku ada notification pesan masuk dari ex boss
"Hai Dara, apa kabar? Kamu ada waktu? Saya mau undang kamu makan siang sama temen-temen yang sudah pada resign dari perusahaan yang dulu kita kerja"
Egoku masih saja menguasai. Kali ini benar-benar aku tak kuasa bertemu mereka dalam kondisi seperti ini. "Maaf pak, saya nggak bisa"
"Lho kenapa? Saya nanti yang traktir semua teman-teman, kan saya yang undang"
"Terima kasih pak, tapi saya belum bisa"
"Oh Ok"
Aku ingin sendiri dalam keterpuruhan hidupku. Saat yang paling sulit saat semua proyek gagal sementara kedua anakku masih belum selesai sekolah. Tapi sebenarnya ada sisi lain yang membuat aku lupa bahwa Tuhan masih memberiku saudara-saudara dan teman yang care yang memberi support sehingga aku san suami saat itu mampu melalui segala kesulitan hidupku.
Empat bulan berlalu tetiba ada pesan masuk dari ex sekertaris pak boss yang sudah sukses
"Hi mbak aku kangen nih"
"Hi mbak Yani, kangen juga aku"
"Makan siang yuk aku traktir deh barengan pak boss yuk. Kita bernostalgia"
"Nanti deh mbak. Kata-katanya pak boss masih ada yang tersimpan dan sakit mbak. Nanti ya kalo aku sudah sesukses mbak Yani"
Kali inipun aku menolak dan berharap bahwa aku akan bisa lebih sukses dari mereka.
Â
Tahun berganti dan aku masih begini-begini saja. Mungkin aku adalah orang yang tidak bisa bersyukur atas kenikmatan yang diberikan Tuhan padaku. Ya itu benar.
Â
Suatu hari aku kirim pesan ke Yani dan nggak ada tanggapan serta terlihat tidak terbaca. Ternyata dari status Whatsapp kubaca
"Bagi teman-teman yang mempunyai sangkutan hutang terhadap almarhum kakak saya Yani tolong hubungi saya di WA ini."
Â
Ya Allah, segitu cepatnya Yani meninggalkan kami. Masih sangat belia, anaknya baru kelas 6 SD. Umur memang rahasia Tuhan. Sungguh, aku sangat menyesal tidak memenuhi undangan ketemuan saat itu dan kini aku tak akan pernah bisa menemuinya lagi.
Â
Aku langsung kirim pesan ke ex pak boss
"Selamat siang pak, mau info kabar duka. Mbak Yani meninggal pak. Sedih banget"
Lha nggak ada jawaban sampai hampir satu minggu. Hari ke tujuh setelah pesan ku kirimkan ada jawaban yang mengejutkan juga
"Selamat siang bu, saya anaknya pak Budiman. Turut berduka atas meninggalnya bu Yani. Kalau tidak salah itu dulu sekertaris ayahku ya bu. Mohon maaf bu sangat terlambat balas pesan ibu, ayah kena stroke bu sudah dua bulan."
Oh Tuhan apa lagi ini. Tidak mau kejadian seperti mbak Yani, aku bermaksud silaturahmi ke beliau. Kuhilangkan egoku.
"Ya Allah, semoga Pak Budiman lekas sembuh ya nak. Saya mau silaturahmi ke rumah boleh nggak? Masih tinggal di Kebon Jeruk kan?"
"Kami masih tinggal di Kebon Jeruk bu, tapi mohon maaf ayah nggak mau ditemuin siapapun sejak sakit"
"Oh baiklah nak, sampaikan salamku untuk ayah dan mamah ya nak. Hanya bisa kirim doa yang terbaik nak"
"Ya bu terima kasih banyak"
Â
Ya Tuhan aku baru terhenyak sadar bahwa ternyata tidak harus menunggu tergapai mimpi untuk hanya sekedar silaturahmi, tidak harus malu saat kita terpuruk secara ekonomi.
"Ya Tuhan, seandainya aku bisa memutar waktu"
Saat ini aku mulai menyadari akan salahku dan berusaha untuk selalu mensyukuri apa yang kita dapat serta miliki saat ini (jadi tidak hanya terpaku pada tujuan untama saja). Betapa Tuhan sudah memberiku kekuatan dan kesempurnaan hingga dalam keadaan sangat terpuruk aku mampu memberikan support material dan support mental pada anak gadisku hingga lulus dari Perancis dua tahun lalu dan kini telah bekerja dengan posisi yang lumayan bagus serta anak keduaku lulus dari SMA tahun ini. Tuhan memelukku saat anak gadisku lulus baru dua bulan kemudian suamiku dipanggil Tuhan. Sungguh, Tuhan memberikan yang terbaik bagi umatnya. Bahagia dan duka adalah perjalanan yang harus kita tempuh dalam hidup ini.
Â
Note : Terima kasih teman-teman sudah membaca tulisan recehku. Edisi melow hari ini bawaannya.
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H