Mohon tunggu...
Sri Rahayu
Sri Rahayu Mohon Tunggu... Lainnya - Menyukai literasi

Seorang ibu rumah tangga

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Masa Sekolahku Tanpa Uang Jajan

14 September 2022   19:25 Diperbarui: 14 September 2022   19:34 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Masa kecilku biarpun secara financial orang tuaku tergolong kurang mampu tapi aku acungin jempol buat keduanya. Karena sesulit apapun hidup, bayaran uang sekolah nggak pernah telat. Aku salut banget. Nah ini yang mungkin turun ke aku. Yang lain boleh hutang tapi uang sekolah nggak boleh kelewat apalagi telat bayar. Kata bapakku "saya dan ibumu nggak bisa ngasih warisan harta, jadi kamu harus sekolah yang pintar. Masalah bayar sekolah mah ibarat kata kaki buat kepala dan kepala buat kaki pasti kebayar. Karena hanya kepintaran dan sekolah warisan yang bisa diberikan"

Bagi saya dan adik-adik, makan sepriring dengan satu biji kerupuk saja sudah sangat bersyukur. Ayam goreng adalah makanan sangat istimewa yang mungkin hanya beberapa kali dalam setahun. Tapi kami sangat lahap makan dan mempunyai stamina kesehatan yang luar biasa bagus.

Urusan uang saku tidak ada dalam kamus keluarga saya pada saat saya dan adik-adik sekolah. Kami tahu diri bahwa keadaan ekonomi orang tua sangat tidak memungkinkan untuk pemberian uang saku. Hal ini tentu berbanding terbalik dengan teman-temanku yang memang rata-rata mereka anak orang kaya. Ada yang orang tuanya dokter, pengacara, jaksa dan jabatan mentereng lainnya. Memang agak aneh ya. Pasti pembaca akan bertanya "Kenapa harus memaksakan diri sekolah di tempat orang kaya?" atau "Kan kamu bisa sekolah ditempat yang siswanya setaraf dengan kamu" Saya sendiri secara anak yang paling besar dalam keluarga dan menjadi panutan bagi adik-adik saya. Memang saat memilih sekolah saya pilih sekolah favorit yang kebanyakan memang anak orang berada. Dalam hati saya pada waktu itu adalah semangat dan keinginan "Aku dan adik-adikku harus seperti mereka"

Baca juga: Masa Kecilku

"Pada waktunya nanti kami pasti bisa seperti mereka"

Kembali lagi pada uang jajan atau uang saku. Bapakku tegas mengatakan "Kalian ke sekolah nggak butuh ongkos kan, kalian bisa jalan kaki. Kalian harus sarapan biar kenyang jadi nggak usah jajan"

Ya emang benar juga kata bapak saya. Tapi sebagai anak sekolah ya pasti lah ada kata kepengin jajan. Tapi rasa itu harus saya kubur dalam. Apalagi kalau pas jam pelajaran olah raga "Nani, ayok jajan beli es" Untuk menghilangkan malu saya sering bilang "Saya lagi puasa, maaf ya"

Kalau masalah di bully atau dikatain dengan kata hinaan saya sudah biasa. Dalam hidup pasti ada yang suka dan ada yang nggak suka. Anehnya pada saat itu saya dan adik-adik saya nggak ada tuh yang namanya tersinggung atau sebel. Kami lebih bisa menerima keadaan dengan iklas. Bener lho. Tapi ada juga teman-teman yang banyak membantu saya. Anak yang uang jajannya lebih sering share makanan atau oleh-oleh yang dibawa orang tuanya kalau pulang dari luar kota dan kami bahagia banget makan bersama mereka. Kalau ada iuran mendadak sering teman-teman bayari saya, mereka kolektif dari sisa uang jajannya. Masih teringat betul teman dekat saya Ratna. Dia yang sering support dan saya kenal betul semua keluarganya karena kami sering main bersama. Thanks juga buat teman-teman SD, SMP, SMK dan teman kuliah. Bersyukur punya banyak teman yang sering mensupport dalan keadaan kerturuk saya sekalipun. Saya sering banget menolak kalau dibayarin, saya biasanya membalas kebaikan mereka dengan membantu mengajari maja pelajaran yang mereka belum mengerti atau dengan kemampuan yang saya miliki. Dan saya menjalani semuanya dengan besar hati tanpa ada rasa minder atau malu yang berlebihan. Justru dengan keadaan masa lalu saya itulan yang bisa menempa jiwa saya menjadi seperti yang sekarang.

Times flies so fast. Ada rasa bersyukur yang dalam pada Tuhan bahwa saya mampu menjalani semuanya. Saya dan adik-adik saya mampu menyelesaikan pendidikan tinggi. Bahkan adik saya yang bungsu bisa sampai S3. Saya bersyukur bahwa saya masih mampu menyekolahkan anak saya dan memberi uang saku. Bahkan anak saya yang no 1 sudah menyelesaikan pendidikan di University Grenoble Alpes Perancis dan sekarang sudah kerja. Semoga nanti adiknya bisa mengikuti bersekolah seperti kakaknya. Tuhan sebaik-baiknya pengatur jagad ini pengatur alam semesta. Pada saat ujian datang, pada saat itulah Tuhan akan mengangkat derajat kita dan memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi kita. Semoga semakin tambah bersyukur saya pada Tuhan untuk masa-masa selanjutnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun