Mohon tunggu...
Sri Rahayu
Sri Rahayu Mohon Tunggu... Lainnya - Menyukai literasi

Seorang ibu rumah tangga

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kenangan di TK

2 Agustus 2022   15:34 Diperbarui: 2 Agustus 2022   15:36 667
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiba-tiba teringat masa kecilku saat sekolah di Taman Kanak-kanak di kota kelahiran saya di Pati. Sebuah kota kecil sekitar 60 kilometer dari Semarang Jawa Tengah. 

Kota ini disebut sebagai kota pensiun karena banyak para pensiunan dan kota ini sangat sepi serta nyaman. 

Bahkan sekolah TK saya ini pun masih mempertahankan bangunan yang lama seperti 50 tahun yang lalu saat saya menimba ilmu di sana dengan beberapa renovasi tentunya. 

Hal yang sangat menyenangkan adalah pagi hari diantarkan oleh bapak saya naik sepeda onthel sambil bernyanyi melewati persawahan dan gedung-gedung kantor kemudian bapak langsung masuk kerja. 

Bu Guru TK sudah mulai menunggu anak-anak datang sejak jam 7.00 dan kami mulai belajar jam 7.30 pagi. 

Saat datang hampir bersamaan, langsung kami bergerombol berebutan jabat tangan dan cium tangan bu guru. Lagu yang masih dalam ingatan dan tak akan kulupa :

Senenge-senenge yen esuk yen esuk

Sekolah sekolah taman kanan kanak

Ing endi ing endi

Ing Kenari ing Kenari

Ayo podo golek kepinteran

Lagu dalam lirik jawa yang mudah diingat. Kuingat betul nama bu gurunya adalah bu Legi, seorang yang baik, ramah dan sabar terhadap anak -- anak. 

Wajah itu masih lekat banget di ingatanku bersama seorang kepala sekolah yang tegas berwibawa, tenang dan baik tentunya. Saya waktu itu bersekolah di TK Kenari yang letaknya ada di depan persis Hotel Pati.

Jam sudah menunjukkan pukul 7.30. Bapak penjaga sekolah yang sekaligus sebagai cleaning service memukul bel manual

"teng... teng .... teng"

Bu Legi dengan sigap memanggil anak-anak yang masih bermain, menggandeng menyuruh berbaris di depan kelas

"Ayo baris di depan kelas. Sinten ingkang dados pemimpin barisan" ucap bu Legi ke anak-anak

"Ayu bu ingkang mimpin barisan" semua anak menunjuk ke saya

Ya memang hari ini saya yang mempimpin barisan di depan kelas

"Siyaaappp grak. Lencang kanan grak. Kegap graaak" seruku lantang

Kemudian Bu Legi

Pemilihan pimpinan barisan masuk kelas dilakukan seminggu sekali oleh bu Legi.

Pada zaman saya kecil tidak semua anak mampu untuk sekolah di TK. Keterbatasan ekonomi dan rendahnya kesadaran pendidikan adalah penyebab utamanya. Kebanyakan mereka langsung masuk SD dan baru belajar calistung. 

Bahasa yang digunakan untuk belajar adalah bahasa ibu (karena saya tinggal di jawa tengah maka bahasa yang digunakan dalam pendidikan dasar TK dan SD sampai kls 3 adalah bahasa jawa). Pelajaran Bahasa Indonesia dimulai kelas 3, pelajaran bahasa inggris mulai diajarkan di sekolah saat smp kls satu.

Ada kisah lucu yang tidak akan terlupakan. Pada saat bapak saya dinas luar kota ke Semarang dan harus menginap sehingga tidak ada yang mengantarkan saya ke sekolah, maka ibuku menitipkan saya ke tetangga yang kebetulan satu arah sekolahnya ke STM dan melewati sekolah saya. 

Ibu tidak bisa mengantar sekolah karena di usia 6 tahun saya sudah mempunyai 2 adik (umur 3 tahun dan satu lagi masih bayi). Sampai di sekolah jam 6.15 pagi dan sekolahnya masih tutup. Sementara yang saya tumpangi hanya ngedrop dan langsung berangkat ke sekolahnya. 

Masih ingat betul saat itu saya langsung nangis dan lari pulang (padahal jarak rumah ke sekolah sekitar 3 kilometer). Ditengah perjalanan tambah ketakutan lagi dan berteriak

"ono wong edan....." teriak saya sambil lari tunggang langgang

Saya pas kecil paling takut sama orang gila karena selalu terngiang kata ibu "jangan main jauh-jauh nanti di bawa orang gila lho" pesan itu yang membuatku trauma banget

Dari kejauhan saya lihat orang itu bengong dan berteriak balik ke saya

"Heiii anak kecil, aku bukan orang gila woiii aku pengemis"

Saya tetap saja berlari dan akhirnya sampai juga ke rumah. Ibu yang kebingunan karena saya datang sendirian dan terengah-engah tidak bertanya banyak padaku.

"Sini minum dulu, ganti baju ya" ucap ibu dengan bijaksana

Saya kagum pada sosok bapak dan ibuku yang tabah menghadapi keunikan anak-anaknya namun masih bisa bersikap bijaksana ditengah keterpurukan ekonomi dan tetap menutamakan pendidikan.

Setelah kejadian itu akhirnya ibu memutuskan untuk mengantar sekolah bersama kedua adikku kalau bapak sedang tugas keluar kota. Bersyukurnya saya karena bapak sebenarnya sangat jarang sampai menginap saat tugas luar kota.

Pada saat tahun 70an pembelajaran di TK hanya sebatas pengenalan huruf, angka, warna, bernyanyi, menggambar dan perilaku sopan santun. Sedangkan calistung awal diajarkan di kelas 1 Sekolah Dasar. Hal ini tentu berbeda dengan saat ini. 

Dimana anak dituntut sudah bisa membaca, menulis dan berhitung apabila hendak memasuki SD. Bahkan beberapa sekolah memberlakukan test penerimaan siswa dengan ujian membaca, menulis dan berhitung. Pekerjaan berat untuk guru TK saat ini tentunya karena awal pembentukan dan pengenalan ada di bangku TK.

Semoga pendidikan di Indonesia semakin maju dan menghasilkan anak didik yang pandai, mempunyai perilaku yang baik dan tentunya masih menerapkan adat ketimuran dan taat beragama agar menjadi generasi penerus yang mampu mengembangkan dan membanggakan negara kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun