Mohon tunggu...
Sri Rahayu
Sri Rahayu Mohon Tunggu... Lainnya - Menyukai literasi

Seorang ibu rumah tangga

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Darah Bapakku Mengalir di Tubuhku

9 Juli 2022   16:04 Diperbarui: 9 Juli 2022   16:07 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Lebaran haji akan datang besok pagi. Rasanya aku rindu pada orang tuaku. Ibuku yang sudah mulai menua dan rapuh tinggal sendiri di jawa serta almarhum bapakku yang sudah mendahului hampir 5 tahun lalu. 

Terasa masih seperti kemarin saat aku masih duduk di Sekolah Dasar. Yah lebih dari 30 tahun yang lalu aku alami dan masih sangat merindu yang mengharu biru. Bapakku adalah seorang pegawai negri yang tidak mempunyai jabatan di kantornya. 

Sangat bersahaja, sabar dan penyayang. Selalu berangkat kerja naik sepeda yang ada palang di atas kayuhnya (orang Jaya menyebutnya saat itu "pit lanang" Yang berarti pit = sepeda dan lanang = laki-laki). 

Sebelum berangkat kerja mengantarkan aku dan adik-adikku berangkat ke sekolah dulu. Adikku duduk di depan bapak di diatas palang sepeda diatas kayuhan, sementara aku dan satu adiku lagi di boncengan belakang. Indahnya waktu kecilku. 

Bapakku menyekolahkan kami di sekolah favorit yang mana di sekolah itu hampir semua orang kaya. Kalau kuingat sepertinya aku saja yang kurang mampu. Aku heran saja waktu itu mengapa bapakku tidak menyekolahkan aku di sekolah biasa saja. 

Tapi waktu itu kami tidak pernah memusingkan hal itu. Teman sebayaku yang nota bene anak orang kaya ternyata tidak ada yang sombong. Sering main ke rumahku juga dan aku juga sering nain ke rumah mereka. Bahkan aku sering dijajanin atau di kasih oleh-oleh kalau orang tuanya abis dinas luat kota.

Bapakku dengan santainya menyandarkan sepedanya disamping mobil dan motor orang tua teman-temanku yang mengantarkan teman-temanku juga. Bapak memastikan kami masuk ke kelas sebelum meninggalkan kami. Bapakku memang keren membentuk mental baja kami untuk tidak minder. Aku nggak tahu apa niatan bapak untuk menyekolahkan kami disitu. 

Mungkin ada sebersit doa buat kami waktu itu agar suatu saat pas kami dewasa akan mempunyai harta berlimpah yang barokah seperti teman - temanku. Secara buat makan aja kami masih agak kerepotan. Tapi masalah bayar sekolah tidak pernah telat.

 Sungguh jurang kesenjangan ekonomi sangat tajam di sekolah itu. Tapi bapak tidak pernah mempersoalkan hal itu. Bapak bilang manusia sama di hadaapn Tuhan. Yakinlah bahwa kalian mampu menerima pelajaran dengan baik disekolah itu.

Pernah suatu saat adiku yang paling kecil membawa tas sekolah merk presiden yang dikasih oleh temannya. Pas turun dari sepeda bapak pada suatu pagi, ada temen sekelas yang nyeletuk "presiden kok naik sepeda"

Aku yakin sih nggak ada niat mengejek. Ya itulah kenyataan yang membuat mental kamu kuat untuk tidak baperan.

Yang paling tak bisa kulupa adalah saat semua tetangga menghina dan mengejek keputusan Bapakku untuk Berani mengambil langkah menyekolahkan aku di universitas. Kata ejekannya "wong kere ae kok wani nguliahke anake' Dan anehnya bukannya semakin surut langkahnya malah membuat tekatnya makin bulat. Bapakku keren. Tetep straight away pada putusannya.

Allah rupanya mendukung langkah bapak. Semesta ikut melancarkannya. Aku lulus kuliah 4,5th dan menjadi lulusan pertama berlima pada satu kelasku. Pada waktu itu kiliah S1 rata-rata ditempuh 5-6th. Dalam perlajanan kuliahku aku menjadi guru bantu di sebuah sekolah dasar dan menjadi guru les private. 

Dan semua adikku yang berjumlah 5 orang semua kuliah sedangkan yang mengejek kami waktu itu banyak diantara anak-anaknya tidak melanjutkan sekolah.

Selepas kuliah, ternyata Allah berkehendak aku berkarya di jakarta. Berumah tangga dan dikaruniai 2 buah hati. 

Darah bapak mengalir di tubuhku. Bagiku pendidikan formal adalah hal yang paling penting, tentunya didampingin oleh aklak mulia, kebaikan, kejujuran juga. 

Waktu aku ada pekerjaan di Pnom Penh, anak pertamaku srkolah di Zaman Internationla School dimana yang sekolah situ kebanyakan anak orang berada dan anak kedua di CIA First International School yang lumayan bagus. 

Ditengah perjalanan financialku yang kurang baguspun aku menyekolahkan anak pertamaku di Perancis. Padahal semua teman-teman anaku rata-rtaa anak pengusaha atapun pejabat, bukan sepertiku. Dengan niatan bulat, perjuagan yang luar biasa, support dari saudara serta teman-teman ternyata Allah juga memudahkan upayaku. Anakku lulus S1 dari Universite Grenoble Alpes.

Aku yang tidak berkelebihan secara financial, yang dalam perundungan kerabat karena menyekolahkan anak di luar negri kuabaikan. Tuhan tahu niatku. Tuhan lamcarkan semuanya. 


Di malam takbir ini aku bersujud padamu Ya Allah. Berikanlah umur panjang dan kesehatan bagi ibuku. Melapangkan kubur bapakku dan memberikan rumah anadi di surgaMu. Sungguh aku berterima kaaoh pada Bapak yang telah mendidiku hingga mampu berdiri tegak dalam suka dan dukaku.

Dan kumohonkan pada Tuhan untuk dimudahkan aku dan anak-anaku dalam segala urusan, panjang umur, sehat dengan berlimpah harta barokah serta selalu berjalan dalam kebaikan di agamaMu. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun