Mohon tunggu...
Sri IndriYani
Sri IndriYani Mohon Tunggu... Penulis - Hai nama saya sri indri yani biasa disapa indri.Aku seorang Mahasiswa dari Bandung.Saat ini Aku sudah memasuki semester 4.Dengan program studi Ilmu Jurnalistik

My name is Sri Indri Yani.But you can call me Indri.I'am a student from Bandung

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Benarkah Wacana Penundaan Pemilu Karena Indonesia Krisis Keuangan?

28 Maret 2022   13:01 Diperbarui: 28 Maret 2022   13:09 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wacana menunda Pemilu 2024 yang diusulkan PKB, PAN, dan sinyal kuat dukungan dari Golkar langsung memantik kekisruhan. Akademisi, peneliti, dan aktivis prodemokrasi tanpa henti mengkritik serta menolak gagasan tak rasional tersebut. Selain mengangkangi konstitusionalisme demokrasi, diskursus penundaan pemilu jelas akan menimbulkan gejolak yang lebih luas.

Bahkan, potensial melahirkan chaos politik berkelanjutan sebab ada jeda politik yang membuka ruang terjadinya kekosongan kekuasaan. Menunda pemilu, bukan berarti otomaticly memperpanjang masa jabatan presiden, DPR, dan DPD. Di situlah letak titik rawan yang bisa menimbulkan goncangan besar. Semua kepentingan politik potensial tarung bebas saling berkelahi berebut kekuasaan.

Secara normatif, menunda pemilu sebenarnya sangat mungkin dilakukan dan memiliki basis legitimasi hukum kuat. Misalnya, kasus menunda Pilkada serentak 2020 ke Desember karena alasan badai covid-19. Penundaan pemilu bisa dilakukan KPU karena alasan tertentu yang kemudian memunculkan istilah pemilu lanjutan dengan ketentuan yang cukup ketat.

Dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 431 dan 432 disebutkan, dalam hal di sebagian atau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan pemilu tidak dapat dilaksanakan, dilakukan pemilu lanjutan dan susulan.

Penundaan pemilu yang disampaikan sejumlah partai politik sangat sumir, longgar, dan tak memiliki fondasi argumen yang kuat. Indonesia tidak sedang dalam kerusuhan, gangguan keamanan, maupun bencana alam. Sementara itu, gangguan lainnya bisa ditafsirkan karena minimnya anggaran pemilu. Semua tahu bahwa negara tidak dalam krisis keuangan. Buktinya, pemindahan ibu kota negara bisa dilakukan cepat dengan anggaran yang berlimpah.

Jadi, argumen penundaan pemilu karena alasan menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, kepuasan kinerja, dan aspirasi segelintir pelaku ekonomi sangat tak masuk akal. Tak ada regulasinya dan mudah dibantah. Bahkan, dalam banyak hal pemilu justru menghidupkan kembali denyut ekonomi kelas menengah ke bawah. Partai politik, kontestan, dan tim sukses pastinya belanja logistik untuk kepentingan kampanye udara dan darat, dari pemasangan atribut pemilu hingga logistik bantuan sosial.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun