Mohon tunggu...
Sri Luluk Mutholiah
Sri Luluk Mutholiah Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa Universitas Pamulang, Sastra Indonesia

Menulis, membaca, menyimak dan bercakap, sarana mengembangkan bahasa. Kembangkan bahasamu untuk berikan manfaat sekitarmu.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hubungan Sastra, Politik, dan Ideologi

3 Juni 2022   22:47 Diperbarui: 3 Juni 2022   22:49 652
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
  Dok.pri (editing)

                                                                                                                           

           Apakah kalian tahu tentang sastra?. Apakah kalian tahu tentang politik?. Dan apakah kalian tahu tentang ideologi?. Lalu apa hubungan sastra, politik dan ideologi?, penulis akan membahas hubungan ketiga hal tersebut. Sebelum mengetahui hubungan sastra, politik dan ideologi, kita harus tahu pengertian dari sastra, politik dan ideologi.

            Sastra berasal dari bahasa Sansekerta yaitu "shastra". Kata "sas" berarti pedoman atau intruksi, dan "tra" berarti alat atau sarana. Kemudian dalam penggunaannya kata "sastra" sering ditambah awalan "su" sehingga menjadi "susastra" yang berarti sebuah hasil karya yang baik dan indah. Namun dalam pengertian luasnya para ahli mengungkapkan makna sastra dengan persepsi yang berbeda-beda. Sehingga diperoleh makna dari sastra yaitu hasil karya manusia yang menceritakan tentang kehidupan manusia yang digambarkan melalui bahasa lisan maupun tulisan oleh penciptanya.

             Menurut Kosasih (2012), sastra memiliki fungsi yang digolongkan dalam lima besar yaitu fungsi rekreatif, fungsi estetis, fungsi didaktis, fungsi religiusitas, dan fungsi moralitas. Fungsi-fungsi tersebut memiliki makna yang berarti sesuai dengan kebutuhan manusia. Namun pada umumnya fungsi sastra adalah sebagai hiburan, sebagai penambah wawasan, serta mampu menajamkan kepekaan hati nurani manusia.

             Selanjutnya politik secara etimologis berasal dari bahasa Yunani yaitu "polis" berarti kota yang berstatus negara kota (city state). Lalu di Yunani berkembang mengenai pengertian politik yang ditafsirkan sebagai suatu proses interaksi antara individu dengan individu lainnya demi mencapai kebaikan bersama. Politik juga disebut sebagai kesepakatan bersama dalam  membuat suatu keputusan. Namun secara luas politik memiliki persepsi yang berbeda-beda sesuai dengan konteksnya.

             Kemudian istilah ideologi sering digunakan dalam pembelajaran siswa. Ideologi umumnya berarti kumpulan ide-ide atau gagasan. Ideologi berasal dari bahasa Yunani "idea" dan "logos". Kata "idea" berarti mengetahui pikiran, melihat dengan budi. Sedangkan "logos" berarti gagasan, kata, pengertian dan ilmu. Ideologi memiliki makna yang luas sebagai cara memandang tentang segala sesuatu. Ideologis juga memiliki cerminan cara berfikir seseorang atau masyarakat yang sekaligus membentuk masyarakat itu menuju cita-citanya.

             Antara sastra, politik dan ideologi memiliki hubungan satu sama lainnya, misalnya hubungan sastra dengan politik, hubungan sastra dengan ideologi, serta hubungan sastra, politik dan ideologi. Selanjutnya hubungan ketiganya akan dibahas dalam uraian berikut:

1. Hubungan Sastra dengan Politik

              Sastra dapat menjadi sarana untuk pengungkapan ekspresi masyarakat, salah satunya sebagai sarana penggambaran situasi politik. Sehingga hubungan sastra dengan politik ini berkaitan, sebagai contoh kasus dalam pengungkapan sindiran politik dituangkan dalam karya sastra seperti puisi Fadli Zon tahun 2019 berjudul "Sajak Orang kaget" berikut kutipan dari puisi;

"orang kaget terkaget kaget berentet rentet
kaget honor guru rendah sekali
kaget harga tiket pesawat begitu tinggi
kaget harga jagung tak terjangkau lagi
kaget masih banyak pungli
kaget racun kalajengking jadi solusi
kaget dipatil udang oposisi
kaget mikrofon mematuk mulut sendiri
kaget tak tahu apa yang terjadi"

            Jika ditelaah dalam puisi tersebut mengandung makna yang mendalam berhubungan dengan sindiran terhadap politik yang dilakukan oleh para penguasa atau pejabat pemerintahan. Pemerintahan yang membuat kebijakan dianggap tidak memperhatikan nasib rakyat jelata sehingga disebutkan kata "kaget" dengan kenaikan  harga, tidak nyaman dengan situasinya semakin sengsara dan belum menemukan solusi yang tepat. Konflik bathin yang mungkin dirasakan oleh sebagian masyarakat atau mayoritas masyarakat diungkapkan penulis melalui syairnya. Dengan demikian sastra dapat berfungsi sebagai sarana penggambaran situasi politik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun