Mohon tunggu...
sri nuraini
sri nuraini Mohon Tunggu... Hoteliers - swasta

seorang yang gemar snorkeling

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Siap Siaga Digital Melawan Radikalisme

5 Agustus 2023   03:58 Diperbarui: 5 Agustus 2023   04:00 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

 Ketika ISIS mulai mundur dan akhirnya kalah melawan pemerintah resmi Suriah, secara global sebenarnya kasus serangan terror menurun. Menurut catatan Kepala BNPT Prof Dr Komjen Pol Rycko Amelza, penurunan serangan terror itu terjadi sejak tahun 2016- 2023. 

Kita tahu bersama aparat keamanan memang memaksimalkan pencegahan untuk terorisme, sehingga tak heran jika menjelang Natal, maupun hari besar agama Budha di candi Borobudur maupun Idul Fitri, aparat kerap menangkap terduga teroris di berbagai kota di Indonesia.

Menurut Komjen Royko, meski terlihat menurun hakikatnya para kelompok-kelopok radikal ini terus melakukan gerakan dan mengubahnya dari hard approach ke soft approach dengan menggunakan agama sebagai alat pembujuk. Pola ini bisa kita lihat karenasudah dipraktekkan bebeapa kelompok radikal dengan mengajarkan faham tertentu di beberapa eksta kulikuler di sekolah menengah maupun perguuan tinggi.

Tentu kita sering mendengar hasil penelitian yang memperkuat premis ini . Lembaga -lembaga survey seperti Setara atau para akademisi beberapa universitas sampai Lembaga seperti Wahid Institute menerbitkan kajian-kajian mereka soal radikalisme. 

Bahwa radikalisme tidak muncul dengan tiba-tiba, tapi cenderung muncul sejak belasan tahun sebelumnya kemudian diperkuat dengan berbagai faham-faham yang diselipkan di beberapa ekstra kulikuler, seperti rohis dan beberapa lagi di tingkat universitas. Sebagaimana hasil penelitian BNPT menunjukkan kelompok rentan, yakni remaja, anak-anak, dan perempuan, menjadi sasaran utama radikalisasi berjubah agama ini.

Itulah kemudian yang menyebabkan seorang ayah dari empat anak bernama Dita memutuskan untuk melakukan bom bunuh diri dengan sasaran tiga gereja di Surabaya beberapa tahun lalu. Ironisnya, Dita mengajak seluruh keluarganya untuk menjadi pelaku bom bunuh diri itu.

Hal yang sangat tidak menguntungkan bangsa ini adalah faham-faham radikal sepeti itu sering disampaikan melalui teknologi seperti media sosial dan beberapa situs. Kegiatan offline memperkuat hal itu.

Karena itulah, penting bagi seluruh masyarakat untuk membangun sikap siap siaga digital dalam bentuk : daya tangkal yang kuat, deteksi dini, dan resistensi terhadap konten radikalisasi di media sosial yang kerap mengatasnamakan agama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun