Mohon tunggu...
sri nuraini
sri nuraini Mohon Tunggu... Hoteliers - swasta

seorang yang gemar snorkeling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Merdeka dari Hoaks, Provokasi dan Hate Speech

17 Agustus 2021   14:26 Diperbarui: 17 Agustus 2021   14:29 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seiring dengan kemajuan teknologi, penyebaran hoaks, provokasi dan ujaran kebencian ini begitu masif terjadi. Dalam setiap kondisi apapun, praktek yang tidak baik itu masih saja terjadi. Sebut saja ketika memasuki tahun politik, dari tahun ke tahun selalu saja ada hoaks, provokasi dan ujaran kebencian. Ketika bencana, selalu saja ada hoaks, provokasi dan kebencian. Begitu juga ketika ada unjuk rasa, ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan, ketika dalam kondisi apapun selalu ada. Sadar atau tidak, sebagian dari masyarakat, atau mungkin kita masuk diantaranya, terbiasa menyebarkan hoaks, provokasi dan kebencian di status kita, di sosial media, atau media lain.

Dalam konteks Indonesia, ada oknum-oknum tertentu yang sedari dulu seringkali menebar provokasi, hoaks dan ujaran kebencian ini. Kelompok ini merupakan orang-orang yang telah terpapar paham radikalisme. Mereka berusaha dengan berbagai cara untuk menebarkan propaganda radikalisme melalui media sosial. Cara ini dilakukan agar masyarakat tanda disadari telah menjadi bagian dari kelompok radikal. Dan pola ini bisa kita lihat dalam beberapa tahun terakhir.

Tanpa disadari, banyak orang yang merasa dirinya paling benar dan menilai orang lain sebagai pihak yang salah. Banyak yang menilai paling suci, paling religius, sampai dengan mudah menyatakan orang lain sebagai sesat, bahkan kafir. Dan tanpa disadari, perilaku ini terjadi dalam segala lini kehidupan. Bahkan dalam pertemanan pun,  seringkali bisa saling berseteru hanya karena berbeda pendapat. Bahkan ketika tahun politik, berbeda pilihan politik pun juga seringkali memicu terjadinya perselisihan.

Di masa pandemi ini, penyebaran hoaks, provokasi dan hate speech nyatanya juga masih sering terjadi. Berbagai kebijakan pemerintah dianggap salah. Vaksinasi dianggap program yang tidak ada gunanya, memakai masker tidak ada gunanya. Tuduhan yang tidak benar dan mendasar itu, terus disebarluaskan ke media sosial, dan membuat masyarakat bingung. Kondisi inilah yang kemudian mengganggu proses vaksinasi untuk mendapatkan target kekebelan komunal. Karena hal ini penting agar semua masyarakat mempunyai daya tubuh yang kuat dalam menghadapi pandemi covid-19.

Lalu, mungkinkah kita  bisa bebas dari sebuan hoaks, provokasi dan ujaran kebencian? Untuk melarang sepertinya akan sulit. Dengan adanya UU ITE saja, masih saja ada pihak-pihak yang secara sengaja menyebarluaskan dan tidak takut untuk dipenjara. Lalu apa yang bisa dilakukan agar merdeka dari hoaks, provokasi dan hate speech? Salah satunya dengan cara literasi. Literasi memang tidak bisa membendung, tapi bisa mencegah provokasi itu tidak mempengaruhi pola pikir kita. Dengan literasi kita jadi punya informasi pembanding. Dengan literasi juga bisa melihat segala persoalan secara utuh.

Di momentum hari kemerdekaan ini, mari kita semua melakukan introspeksi. Mari kita lakuka berbagai pembenahan, agar kita bisa belajar dari kesalahan masa lalu. Ingat, saling menebar provokasi, kebencian dan hoaks berpotensi bisa melahirkan amarah dan konflik di tengah masyarakat. Terlebih jika provokasi yang dimunculkan berhubungan dengan SARA. Indonesia pernah punya pengalaman konflik yang didasarkan pada SARA. Tentu kita harus bertekad untuk tidak mengulanginya. Kita harus berkomitmen untuk menjaga negeri ini, dari segala pengaruh buruk, termasuk salah satunya adalah radikalisme.

Karena hoaks, provokasi dan ujaran kebencian akan mendekatkan diri pada intoleransi. Dan intoleransi selangkah lagi menuju radikalisme. Dan ketika ideologi radikalisme sudah masuk dalam pikiran, potensi melakukan aksi terorisme akan semakin terbuka. Jika kita membekali diri dengan literasi, kita akan mampu menangkal segala pengaruh buruk tersebut dan tetap memegang teguh Pancasila dan nilai-nilai kearifan lokal. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun