Mohon tunggu...
sri nuraini
sri nuraini Mohon Tunggu... Hoteliers - swasta

seorang yang gemar snorkeling

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Stop Ujaran Kebencian, Dimulai dari Kita

29 Januari 2019   17:51 Diperbarui: 29 Januari 2019   19:53 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada minggu ini, pemberitaan diwarnai oleh penyanyi sekaligus pencipta lagu yaitu Ahmad Dani Prasetyo yang dijatuhi vonis 1,5 tahun penjara. Vonis itu lebih ringan dari tuntutam jaksa yang mencapai 2 tahun.

Ahmad Dani dinyatakan terbukti melontarkan dan menyebarkan ujaran-ujaran kebencian melalui media sosial.  Meskipun  diunggah oleh adminnya (dia menyewa tenaga admin), namun  konten ujaran berasal dari dirinya. Dia memberikan konten kepada admin melalui pesan wa. Untuk selanjutnya, admin itulah yang menyebarkannya.

Ujaran kebencian yang menjeratnya ke meja hijau itu ada di tiga twitter. Paling terasa rasa kebenciannya yaitu pada  twit kedua yang berbunyi Siapa saja yang dukung penista agama adalah bajingan yang perlu diludahi mukanya. Disamping itu juga ada twit pertama dan kedua yang bernada sama.

Dalam persidangan, Ahmad Dani berkilah bahwa isi twitternya adalah ungkapan atau ekspresi berpendapat. Menurutnya, ekspresi berpendapat itu dilindungi UU dan dan hal lumrah di Negara demokrasi.

Jaksa mendakwa ADP  melanggar pasal 45 A ayat 2 jo pasal 28 (2) UU RI no 19 tahun 2016  tentang perubahan UU nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Ancaman hukumannya maksimal mencapai enam tahun penjara.

Dalam hal ini kita harus berfikir ulang soal kebebasan berpendapat . Jika dahulu tak mudah untuk berpendapat, karena situasi kekekuasaan yang sangat represif. Tapi setelah masa reformasi dan keran reformasi dan demokrasi dibuka maka kebebasan itu seperti gelombang laut yang tak bisa ditahan.

Banyak orang mendadak berubah menjadi pemilik gelombang laut. Menyuarakan apa yang ingin disampaikan bukan yang harus disampaikan. Semua orang mengeluarkan gelombang laut berupa berbagai narasi melalui media sosial yang dimilikinya masing-masing. Nyaris tidak kenal waktu menyuarakannya. Pagi, siang, malam, ke pagi lagi, nyaris tak berhenti. Gelombang ekspresipun terjadi tak henti.

Narasinyapun kadang tak bisa dikendalikan. Dari narasi yang baik sampai yang sampah. Yang perlu dibaca maupun yang tak layak dibaca karena menyinggung etika dan membuat pihak lain tersinggung. Siapa sih yang tak tersinggung dibilang patut diludahi ? Semua orang akan tersinggung.

Bercermin dari kasus Ahmad Dani di atas, alangkah baiknya kita mulai mereduksi (mengurangi) narasi atau ujaran kebencian yang ada di sekitar kita. Dimulai dari kita dulu untuk tidak menuliskan twit atau status yang bisa menyinggung pihak lain.

Baru ke pihak lain dalam hal ini teman-teman kita sendiri : mengingatkan agar tidak mengeluarkan narasi-narasi yang membuat orang lain tersinggung atau menyebarkan narasi-narasi yang berisi kebencian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun