Mohon tunggu...
sri nuraini
sri nuraini Mohon Tunggu... Hoteliers - swasta

seorang yang gemar snorkeling

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Saling Mendamaikan, Stop Saling Adu Domba

4 Desember 2017   07:45 Diperbarui: 4 Desember 2017   08:44 636
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saling Memaafkan - http://www.mihrabqolbi.com

Hidup dalam suasana tenang, tentram dan damai, menjadi keinginan semua pihak. Begitu juga di Indonesia. Semua orang tentu sepakat tidak ada lagi drama politik, tidak ada lagi adu domba, tidak ada lagi ancaman teror dan segala bentuk aktifitas yang bisa mengganggu kedamaian itu sendiri. Jika masyarakatnya bisa hidup dalam kedamaian, tentu tatanan kehidupan sosial akan bisa terjamin. Namun, kondisinya justru bertolak belakang. Masih saja ada pihak-pihak yang menginginkan negeri gemah ripah loh jinawi ini, saling bertika sesama saudara sendiri. Padahal, Indonesia telah 70 tahun lebih merdeka. Semestinya setiap warga negara bisa mengisi kemerdekaan ini dengan perilaku yang positif.

Padahal, banyak contoh di muka bumi ini, yang menyatakan bahwa adu domba itu tidak baik. Bahkan, Nabi Muhammad SAW pun lebih suka mendamaikan dan mengedepankan perdamaian. Lalu kenapa, banyak orang yang mengklaim dirinya paham agama, justru melakukan tindakan yang justru membuat perdamaian itu hilang. Sangat disayangkan, jika kita semua terus diadu domba. Karena negeri ini masih perlu tenaga para generasi penerus, untuk menyebarkan pesan-pesan damai.

Ketika masih tinggal di Mekkah, tidak jarang Rasulullah SAW mendapatkan perilaku kasar dari kaum Quraisy. Mereka menghina bahkan selalu melakukan perlakukan kasar. Namun, Rasulullah SAW tidak pernah membalasnya. Yang dilakukan justru mendoakan agar orang-orang yang selama ini membencinya, diberikan petunjuk oleh Allah SWT agar meninggalkan hal-hal yang tidak benar. Karena Islam adalah agama yang mengedepankan perdamaian.

Dalam QS Al Hujuraat : 9, dijelaskan "Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil."

Saat ini memang tidak ada lagi 'perang' secara fisik. Namun 'perang' dunia maya begitu jelas terjadi. Ujaran kebencian terhadap sesama warga negara, masih saja terjadi. Bahkan tidak jarang kebencian itu didasarkan pada sentimen SARA. Padahal, Indonesia mempunyai keanekaragaman suku, budaya, bahasa dan agama. Jika sentimen SARA itu terus dijadikan alasan, hal tersebut berpotensi merusak keanekaragaman yang ada di negeri ini. Mari kita belajar dari sejarah. Jangan lagi terulang pembakaran tempat ibadah di Tanjung Balai, Sumatera Utara, yang terjadi karena masyarakat terprovokasi di dunia maya. Jangan lagi ada aksi persekusi, hanya karena merasa ada ulama yang dihina. Stop semuanya. Mari kembali meneladani Rasulullah SAW, yang tidak pernah mengedepankan cara-cara kekerasan.

Apa yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW ini, sebenarnya relevan dengan karakter masyarakat Indonesia. Tidak ada nilai-nilai kearifan lokal di setiap suku yang ada di Indonesia, yang menganjurkan untuk melakukan adu domba, memusuhi pihak lain, ataupun melakukan tindak kekerasan. Jika sampai terjadi kekerasan karena alasan tertentu, mereka mempunyai mekanisme untuk musyawarah mencari jalan keluar. Bahkan di Indonesia juga ada tradisi saling memaafkan antar sesama. Untuk itulah, mari kita saling mengingatkan. Tidak perlu saling mengadu domba. Mari kita rangkul keberagaman negeri ini dengan riang gembiara, seperti yang dicontohkan Rasulullah SAW, yang juga sangat mengedepankan toleransi antar umat beragama.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun