Entah kenapa, masih saja ada pihak-pihak yang mempertanyakan Pancasila. Entah kenapa pula, masih saja ada upaya dari kelompok intoleran dan radikal, untuk terus mengupayakan agar Indonesia mengadopsi konsep khilafah. Bahkan, pihak-pihak yang mendorong penerapan konsep khilafah ini, telah mulai merambah ke lembaga pendidikan. Oknum guru sengaja menyebarkan radikalisme di lembaga pendidikan. Mereka masuk melalui kegiatan ekstra kurikuler. Tidak hanya itu, oknum guru yang terpapar radikalisme, juga sering membawa penceramah dari luar, yang juga telah terpapar radikalisme. Akibatnya, tidak sedikit para anak didik yang ikut terpapar radikalisme.
Beberapa waktu lalu, forum kerukunan umat beragama (FKUB) Cilacap, Jawa Tengah menemukan 14 sekolah menengah atas favorit di Cilacap, terindikasi mengajarkan radikalisme ke siswanya. Ironisnya, radikalisme tersebut justru diajarkan oleh oknum guru. Terbatasnya guru agama di Indonesia, dimanfaatkan oleh oknum guru untuk mengajarkan agama, meski tidak memiliki dasar pendidikan agama. Akibatnya, agama yang diajarkan kepada siswa adalah, agama menurut versi si oknum guru tersebut. Sayangnya, karena minimnya pemahaman agama dari sang guru, membuat paham radikalisme mudah diajarkan kepada siswa.
Di tingkat perguruan tinggi, juga banyak sekali ditemukan radikalisme yang dibawa oleh mahasiswa. Beberapa hari lalu, publik dikejutkan dengan adanya video mahasiswa di media sosial, yang menegaskan adanya khilafah di perguran tinggi. Dalam video itu, ribuan mahasiswa yang berada di Kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) Dramaga, bersumpah untuk menegakkan syariat Islam di Indonesia. Pihak kampus mengklarifikasi, bahwa kegiatan tersebut bukanlah kegiatan radikal. Kegiatan tersebut merupakan Simposium Nasional (Simnas) Lembaga Dakwah Kampus 2016, yang diselenggarakan pada 25-27 Maret 2016 oleh Badan Koordinasi Lembaga Dakwah Kampus (BKLDK).
Meski demikian, GP Anshor telah mengingatkan kepada polisi dan pemerintah, untuk mewaspadai segala aktifitas Hizbut Tahrir Indonesia. HTI akan melakukan tablig akbar dan pawai di sejumlah kota. Organisasi dakwa ini, diduga akan terus mengkampanyekan gerakan khilafah di Indonesia. Bahkan, jika gerakan yang dilakukan tersebut bisa membesar, tidak menutup kemungkinan untuk melakukan makar, dengan mengganti ideologi Pancasila dengan khilafah.
Apakah dugaan makar dibalik aksi 212 dan 313 kemarin masih ada hubungannya? Kita tidak tahu. Polisi yang mungkin bisa menjawabnya. Tapi apapun itu, indikasi upaya kelompok radikal ingin terus menggantikan ideologi Pancasila menjadi khilafah, sudah terlihat sejak lama. Berbagai aksi radikalisme dan terorisme, selalu dibumbui alasan pemerintah tidak berpihak kepada kaum muslim, pemerintah justru berpihak pada barat, dan lain sebagainya. Ujaran kebencian itulah kemudian yang melahirkan berbagai tindakan radikal dan terorisme.
Satu hal yang perlu diketahui adalah, konsep khilafah jelas tidak bisa diterapkan di Indonesia yang mempunyai karakter multikultur. Sementara khilafah, selalu mempersoalkan perbedaan atau keberagaman. Pihak-pihak yang dianggap diluar pemahamannya, dianggap salah bahkan kafir. Lihat saja apa yang terjadi di Irak atau Suriah ketika dikuasai oleh ISIS, satu persatu seseorang dibunuh hanya karena berbeda paham. Tentu, kita tidak ingin hal itu terjadi di Indonesia. Ingat, dalam Islam sendiri tidak dibenarkan membunuh orang. Juga tidak dibenarkan mencaci ataupun saling membenci orang lain.
Islam merupakan agama yang rahmatan lil alamin. Islam juga menganjurkan agar umat muslim saling mengenal satu dengan yang lainnya. Karena Allah telah menciptakan manusia berbeda-beda. Untuk itulah, saling mengela dan mengerti, menjadi sebuah keharusan yang dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat. Mari kita pertahankan kerukunan umat yang telah terjalin, dengan tetap menolah konsep khilafah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H