Mengingat keberadaan UN yang tidak membawa manfaat  bagi peningkatan mutu pendidikan dan pengembangan potensi diri siswa, sebaiknya pemerintah menghentikan UN. Perlu dipikirkan bagaimana mempersiapkan masa depan generasi emas secara baik. Pertama, menciptakan suasana ujian yang kondusif, menyenangkan, dan tidak menakutkan. Selama ini ujian dianggap sebagai sesuatu yang sakral, dengan melibatkan petugas keamanan, sehingga suasana ujian menjadi tegang.  Sakralisasi ujian semacam itu hanya melahirkan kecemasan pada diri siswa dan guru, tekanan berlebihan yang dirasakan guru dan siswa pada akhirnya memunculkan kecurangan.
Kedua, memberikan hak otonomi kepada sekolah untuk: (1) menentukan jadwal ujian; (2) menentukan jumlah mata pelajaran yang diujikan; (3) dan menentukan kelulusan. Dengan demikian sekolah dapat menjalankan fungsinya sebagai agen perubahan tanpa harus menunggu petunjuk dari pemerintah, sekolah bisa lebih leluasa mengembangkan diri sesuai dengan visi dan misinya.
Ketiga, membebaskan pendidikan dari cengkeraman elit politik (politisasi). Selama ini UN telah menjadi komoditas politik para birokrat, demi popularitas, dan pencitraan diri mereka. Politisasi pendidikan inilah yang menjadi punjer permasalahan, maka penanganan kecurangan UN sebaiknya tidak berhenti pada persoalan teknis, tetapi harus mampu menjamah birokrat. Mudah-mudahan Polda Jawa Timur berhasil mengusut  tuntas praktik curang UN, sehingga menjadi preseden bagi daerah lain dalam menangani kasus serupa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H