Mohon tunggu...
Bonaventura Suprapto
Bonaventura Suprapto Mohon Tunggu... -

pendidik dan menyukai pendidikan sepanjang hayat. Senang membaca.\r\n

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Surat Terbuka untuk Guru

9 Februari 2015   03:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:34 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Nasib guru kini jauh lebih baik dibandingkan dengan para guru yang sudah purna tugas, namun apakah perbaikan nasib itu disertai dengan peningkatan kinerja guru? Melalui tulisan ini, perkenankan saya menyampaikan surat terbuka kepada guru.

Para guru yang budiman, mari kita alankan tugas mulia yang dipercayakan oleh masyarakat kepada kita dengan tangung jawab penuh untuk mendidik anak bangsa yang kian mengalami banyak persoalan. Sebab ini merupakan salah satu bentuk tanggung jawab para guru dalam meningkatkan harkat dan martabat bangsa.

Mulailah bekerja dengan menanggalkan safari yang melekat ditubuhmu, tanggalkan asesori yang membuat silau siswa, supaya anda lebih leluasa mendampingi kegiatan belajar mereka, didiklah murid-murid anda dengan inovasi kreatif hingga menginspirasi. Ajaklah siswa anda belajar untuk hidup, belajar dari kehidupan, giring siswa anda ke luar kelas, biarkan murid-murid belajar bersama alam, menyatu dengan alam, ajari mereka untuk menghormati alam, dan belajar memahami perilaku alam.

Tokoh pendidikan esensialisme Theodore B. Brameld,  mengatakan bahwa "alam semesta beserta segala unsurnya diatur oleh hukum yang mencakup semuanya serta tatanan yang sudah mapan sebelumnya, karena itu tugas utama manusia adalah memahami hukum dan tatanan ini hingga ia bisa menghargai dan menyesuaikan diri dengannya".  Sadarkah kita,  berapa banyak pengetahuan siswa yang diperoleh selama proses pembelajaran di dalam kelas? Paling-paling mereka hanya memperoleh pengetahuan untuk menjawab soal-soal UN, atau menjadi juara olimpiade. Pendidikan semacam ini hanya menghasilkan masyarakat krudensial (credentials), gemar berburu ijazah, masyarakat yang mendambakan ijazah  sebagai penentu keberhasilan hidup.

Sadarkah kita wahai para guru, alam raya kaya akan inspirasi yang mampu menggugah imajinasi siswa. Barangkali kita lupa, bahwa imajinasi memiliki kemampuan membangkitkan kreatifitas mengatasi persoalan hidup, sebagaimana dikatakan oleh Einstein, bahwa imajinasi lebih penting dari pada pengetahuan. Sejarah telah membuktikan karya besar manusia justru diperoleh melalui imajinasi, bagaimana Isaac Newton menemukan rumus gravitasi bumi lewat peristiwa jatuhnya buah apel ke tanah. Penemuan jenis ikan mujair, bukan hasil laboratorium pendidikan tinggi, melainkan hasil temuan nelayan di pesisir pantai Blitar Selatan. Hal yang sama dilakukan oleh  Pak Mukibat, seorang petani yang berasal dari desa kecil di Kediri, melalui laboratorium alam mampu menemukan ketela pohon yang menghasilkan umbi super, yang kemudian diabadikan dengan namanya, yaitu ketela mukibat.

Berangkat dari pengalaman tersebut, maka  sasaran utama sekolah dalam rangka pembentukan karakter harus dilakukan dengan cara menggenalkan siswa kepada karakter dasar alam semesta yang tertata itu, dengan cara mengenalkan mereka pada warisan budaya. Karakter tidak bisa dibentuk di dalam ruang kelas melalui kata-kata yang berbusa-busa,  siswa tak akan mampu menyerap pesan kaku yang jauh dari roh pendidikan, karakter itu doing, bukan kloning. Nilai-nilai normatif yang diberikan di dalam kelas sulit di aplikasikan dalam kehidupan nyata.

Bersyukurlah wahai para guru, tugas anda telah dimuliakan oleh sertifikasi dan tunjangan fungsional,  tetapi jangan terlalu cepat membanggakan diri, jangan sombong, sebab teman-teman seprofesi anda masih banyak yang belum kecipratan rejeki itu. Sertifikasi bukan jaminan bahwa anda adalah guru yang bermutu, itu hanya sebuah kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan anda, maka jangan cepat puas dengan prestasimu. Seruan presiden Joko Widodo harus dimaknai sebagai spirit untuk  belajar, belajar, dan belajar.

Tidak ada alasan bagi guru untuk tidak belajar, bukankah tugas anda telah diperingan oleh Kurikulum 2013, meski harus mengikuti pelatihan, tetapi kurikulum itu membuat beban belajar siswa kian berat,  tugas anda tidak lebih dari menyiapkan RPP, format penilaian prestasi siswa, dan membereskan administrasi. Lebih-lebih sekarang, tanggung jawab pendidikan  tidak lagi sepenuhnya di pundak guru,  tetapi sudah menjadi tanggung jawab bersama dengan orangtua siswa, dan masyarakat.

Bebaskan diri anda dari dari kungkungan politisasi pendidikan yang mendera dunia pendidikan kita saat ini,  pendidikan telah menjauh dari hakikatnya memberdayakan manusia menjadi sarana propaganda politik, untuk kepentingan prestis elit politik. Bekerjalah sesuai dengan panggilan jiwa anda sebagai seorang pendidik dan pengajar, dengan tugas utama sekali lagi,  belajar, belajar dan belajar, camkan kalimat ini:  “hanya yang belajar yang bisa mengajar”.

Ciptakan suasana belajar yang kondusif, suasana belajar yang menyenangkan (joy full) demi tercapainya budaya belajar dalam masyarakat. Sebagai seorang profesional, seorang guru  harus bisa menjadi model, sekaligus teladan itulah sesungguhnya yang diharapkan oleh masyarakat, jadi mengajar bukan hanya berbuat dan bersikap, melainkan "mampu menempatkan diri sebagai sosok panutan". Belajarlah bersama murid dan sekaligus mau diajari oleh murid, murid menjadi teman belajar dan guru harus mampu memposisikan diri sebagai pendamping sekaligus fasilitator.

Mengakhiri surat terbuka ini, saya  ingin mengingatkan kembali, bahwa mengajar itu adalah hak yang harus diperjuangkan oleh guru dan yang memberikan hak adalah siswa anda. Sertifikat mengajar itu hanya sebuah persyaratan yang harus dipenuhi yang berkaitan dengan administrasi, sedangkan layak atau tidaknya anda  mengajar itu harus diperjuangkan. Inilah yang hilang dari dunia pendidikan kita.

Pada kenyataannya, siswa anda merupakan alasan munculnya profesi guru dan melalui mereka pulalah profesi ini mendapat nilai yang berharga. Ungkapan jujur murid menginspirasi dan memotivasi para guru untuk mengembangkan diri, yakinlah bahwa semua anak dapat tumbuh dan belajar di lingkungan yang aman, ramah, dan tidak diskriminatif. Mereka menginginkan para guru menghormati harga diri siswa, sensitif terhadap kondisi emosi mereka, memberi kebebasan mengekspresikan diri dan bersikap adil pada semua anak apapun latar belakang, gender, kemampuan, dan ciri-ciri individual lainnya. Sebagian besar murid memimpikan guru-guru yang penyayang dan penuh perhatian. Semoga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun