Mohon tunggu...
Edhi Purwanto
Edhi Purwanto Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dyah - Bagian Empat | Pertemuan Tak Sengaja

11 Juli 2017   12:49 Diperbarui: 11 Juli 2017   12:53 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dentang bel sekolah menandakan pelajaran hari itu sudah selesai

Murid murid sekolah SMK itu berhamburan keluar kelas

Dengan malas malasan Dyah memasukkan bukunya ke dalam tasnya dan dengan lunglai berdiri dan berjalan keluar kelas.
"Ngopo kok loyo Yah" Dewi teman sebangku sekaligus sahabatnya menegur
"ndak pa pa Wi"
"Ndak pa pa apa ndak pa pa?"
Dyah hanya tersenyum tipis. Semenjak mendengar keputusan bapaknya tentang perjodohan itu

Semangat Dyah hilang. Raganya masih sama tapi jiwanya rasanya pelan pelan pupus menghilang.
"Kamu akhir akhir ini banyak diemnya tho Yah? Kena apa tho?"
"Ndak pa pa Wiiii...."
"Mbok yao ngomong sama aku, mungkin aku bisa bantu"
"Wi, kamu sahabatku, kalo aku ada apa apa pasti aku ceritakan terlebih dahulu sama kamu. Lha wong ini gak ada apa apa kok..."
"Mbellll..pasti lagi naksir Tedi yaa...tapi Tedinya cuek"
Dewi menjawil tangan Dyah sambil menggerakkan dagunya menunjukkan Tedi yg sedang berjalan di depan mereka. Cuek

wajah Tedi memang mirip bintang film yg sedang ngetop waktu itu, Rano Karno, tanpa tahi lalat di dagu tanpa menoleh berjalan didepan mereka
"Bajindul kamu Wi" Dyah tersenyum tipis
"Nah, gitu dong. Senyum mu adalah matahariku...addoww"
Dyah mencubit pinggang Dewi

    *******

Aku mengayuh sepeda ku secepat cepatnya sepulang sekolah menuju ke sekolah Ranti

Takut sampe nggak bisa ketemu Ranti karena pulang duluan sebelum ketemu

Aku sudah meminta ijin guru kelasku untuk pulang 15 menit lebih cepat

Jarak yang 5 kilometer dibawah terik matahari siang membuatku berkeringat dan nafasku ngos ngosan

Ada yang harus kusampaikan pada Ranti tentang jadwal latihan nari paguyuban yg sedikit berubah karena ada lelayu di kampungku.
Aku menunggu di bawah pohon persis di samping gerbang sekolah Ranti ketika bel tanda pulang berbunyi

Segerombolan murid murid menyeruak dari dalam dengan segala suara suara berisik khas anak muda, cekakak cekikik, tawa canda
Tiba tiba ada yg menepuk bahuku.
"Ngapain kamu disini Ndis?"
Ranti tiba tiba aja sudah muncul dibelakangku tersenyum
"Iki lho Ran. aku mau ngasih tau kalo bisa jadwal latihan nari mbesok ditunda. Ada lelayu di kampung"
"Ya udah, ndak pa pa. Kalo gitu ganti mbesok sabtu aja. Aku gak ada jadwal hari itu, piye?"
"Sip. ntar tak ngomong ke arek arek"
"Kamu gak kerumah eyang mu to Ndis?"
"Lha ini sekalian mau mampir sono mau ambil kiriman dari Kalimantan"
"Mampir omah lah. Aku dirumah hari ini"
"Iyalah. Kalo sempet nanti yo"

    ******

"Siapa itu yang ngobrol ama Ranti itu Yah" jari lentik Dewi menunjuk ke depan gerbang
Dyah melirik ke gerbang dengan ujung matanya dan mengenaliku
"Oh, itu temannya yg dari sekolah Batik. Seniman senewen"
"Manis juga ya? Punya lesung pipit kalo dia ketawa"
"Mau tak kenalkan gak?"
"Kamu kenal?"
"Ya kenallah"              
Dyah dan Dewi melangkah cepat menemui kami

    *****

Sebuah sepeda motor menghampiri kami. Aku nggak tau namanya tapi mengenalnya sebagai pacar Ranti
"Yok Ndis. aku pulang dulu. Salam buat arek arek paguyuban" kata Ranti sambil mengambil duduk di jok belakang sepeda motor pacarnya
"Ya, makasih ya" aku mengangkat tangan dan dadah dadah pada ranti
Baru aja mau naik ke sepedaku. Ada suara memanggil dengan panggilan aneh
"Tembel !!!"
Pertama aku acuhkan. Mungkin bukan memanggilku

Aku sangat kenal dengan kata "tembel" itu karena itu adalah nama panggilan bapakku dulu oleh teman temannya
"Mbellll..."
Aku menoleh. Ku liat Dyah dengan seorang temannya berlari lari kecil kearahku
Aku jadi urung menaiki sepedaku dan menunggu
"Hai" kataku setelah mereka mendekat
"Ngapain kamu disini?" tanya Dyah
"Mau ndaftar sekolah sini" kataku bercanda
"Gombel" jawab dyah
"Kamu kok tau nama panggilan itu?"
"Om Tanto yang cerita"
"Oh"
"Kenalke, ini sahabatku, Dewi, katanya dia rela ninggalin Dino pacarnya karena naksir kamu"
Dewi mencubit pinggang Dyah sambil bibirnya yg mungil cemberut
Aku menjulurkan tanganku pada Dewi
"Tembel"
"Tembel?" tanya Dewi menyambut uluran tanganku
Aku tertawa
"Gendis"
"Dewi"
Kulihat Dyah memandangku ketika aku dan dewi sedang ngobrol ringan sambil cengar cengir
Ku tepuk kedua tanganku tepat di depan wajah Dyah. Plok!!!
Dyah terjengat
"Maaf. ada lalat. Oh pantes ada yg ngiler"
Aku berlagak mau menghapus dagu Dyah
Dewi tertawa ngakak. Dyah malah tersipu sipu
"Kamu ngagetin wae Mbel"
" ya udah, aku mau pulang dulu. Kamu satu arah gak Ndis ama Dyah?" tanya Dewi padaku
Dewi berbeda arah pulang dengan Dyah
"Iya. aku mau kerumah eyangku"
"Yah, kamu pulang ama Gendis gih. Kamu kan nggak dijemput hari ini"
Dyah mengangguk sambil melambaikan tangan pada dewi yg sudah melangkah pergi
"Aku ikut mbonceng sepedamu yo mbel?"
"Udah jalan aja. Cuman 2 kilo ini"
"Ndak mau, aku mau mbonceng"
"Kamu nggak malu naik sepedaku?"
"Ngapain malu. Justru romantis to?"
"Tapi dengan syarat?"
"Apa"
"Tutup hidungmu dan peluk pinggangku dengan erat"
"Wegah!"
"Ya udah, kita nggak Deal"
"Dasar Gombel. Oke oke...Ayok"
Aku menaiki sepeda ku. Dyah duduk di goncengan belakang'. Aku tetap diam
"Lho kok nggak berangkat" tanya Dyah
"Sesuai perjanjian....." belum selesai aku ngomong. Cubitan Dyah mendarat di pinggangku
Perlahan aku merasakan pinggangku di peluk. Tapi aku masih tetap diam
'Kok masih diam?"
"Sesuai perjanjian, kamu harus tutup hidungmu"
"Ngopo?"
"Aku berkeringat. Bau"
"Aku malah seneng bau mu mas..." aku merasakan hidung Dyah sangat dekat dengan pundakku

Nafas hangatnya terasa sampai bun bunan ku.
Tanpa mempedulikan perasaan ku yang tidak biasanya bergejolak, ku kayuh sepedaku.
Perjalanan sepanjang dua kilometer itu sungguh kejutan bagiku

Baru pertama kali aku membonceng seorang gadis apalagi semanis Dyah

Dyah bukan tipe gadis yg risih walau cuman naik sepeda
Tiba tiba aku kehilangan kontrol kayuhan ku. Rantai sepedaku lepas. "Sialan" dalam hatiku
"Ada apa mbel?" tanya Dyah
"Rante nya lepas. Maklum sepeda tua"
Aku menyetop sepeda dan menuntunnya ke bawah pohon. Sigap aku membetulkan rante nya yang menghitam karena pelumas

Membuat tanganku hitam belepotan pelumas.
"Sip. dah lancar lagi" kataku sambil mengelap hidungku yg gatel karena keringat
Tiba tiba Dyah ketawa ngakak ketika aku berbalik kearahnya
"Hidungmu hitam"
Dyah mengambil tissue di tasnya dan memberikannya padaku. Aku mengusap hidungku mencoba menghapus noda pelumas itu. 

Tapi Dyah malah tambah ngakak
"Apa lagi..?" aku bertanya heran
"Malah tambah banyak itemnya..hahaha"
"Lha, nggak kelihatan hidungku sendiri Piye?"
Secara reflek Dyah mengambil tissue dan mengusap sekitaran hidungku

Wajah Dyah sangat dekat dengan wajahku

Aku takjub memandang garis garis raut wajahnya

Nafasnya yg hangat tercium olehku. Mata Dyah tepat memandang mataku

Kami terdiam sejenak.
Aku tersadar ketika suara sebuah bus tingkat berbunyi nyaring..
"Maaf" kataku gugup
Aku meraih sepedaku. Dyah sudah duduk di boncengan belakang

Aku mengayuh dalam diam. Dyah diam

Tapi pelan pelan aku merasakan tangan Dyah memeluk pinggang ku.
Tiba tiba aku melihat dunia serasa terang benderang. Berat kayuhan sepeda seperti meniup kapas yg ringan. 

Gejolak didada seperti kembang api yg meletus diudara dengan warna warninya yg indah

    *****

Hari itu terasa lain buat ku
Terasa berbeda dari hari biasanya
Kejutan kejutan manis terjadi begitu saja
Tapi aku sadar siapa diriku
Aku hanyalah Gendis anak si Tembel

Bersambung.....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun