Mohon tunggu...
Lardianto Budhi
Lardianto Budhi Mohon Tunggu... Guru - Menulis itu Membahagiakan

Guru yang suka menulis,buat film,dan bermain gamelan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hari Guru yang Sunyi

5 Oktober 2019   14:00 Diperbarui: 5 Oktober 2019   14:12 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ditengah 'crowd' dentuman suara musik DJ dan jejingkrak para siswa sekolah di suatu siang, seorang guru perempuan bertanya kepada saya "kok anak-anak sekarang sukanya musik seperti ini ya,Pak?". Guru perempuan ini adalah lulusan pasca sarjana dari sebuah perguruan tinggi ternama di Indonesia, jadi agak wajar jika memiliki kapasitas berfikir kritis seperti ini, fikir saya.
Kemudian, terjadilah semacam diskusi kecil antara saya, beliau dan seorang guru perempuan yang sejak beberapa waktu berada disamping saya.

Selera orang terhadap sesuatu, termasuk musik memang berbeda-beda, tergantung pengalaman, pengetahuan, maupun lingkungannya. Ini saya sebut sebagai persepsi. Pilihan dan sikap seseorang terhadap apapun, didorong oleh persepsinya atas sesuatu itu. Persepsi dibentuk oleh informasi yang ia dapat, artinya bahan-bahan apa yang masuk ke fikirannya, itulah yang akan mengkonstruksi jenis persepsinya. Dengan kata lain, persepsi terbentuk oleh 3 variabel, yaitu : jarak pandang, sudut pandang, dan cara pandang.

Kami bertiga beromantika dengan lagu-lagu tahun 90 an, dan sebelumnya yang dari berbagai hal masih sangat beragam menawarkan pilihan. Dunia musik saat itu memberi banyak alternatif dan ruang apresiasi bagi masyarakat dalam hal menikmati musik. Slank,GIGI,Dewa,Java Jive, Boomerang, Power Metal,God Bless,Nicky Astria,Vina Panduwinata,Melly Goeslow, Iga Mawarni adalah beberapa diantaranya. Selain menawarkan hiburan, musik ketika itu memiliki tenaga cukup kuat sebagai bagian dari pembentuk wajah peradaban dan karakter masyarakat. Musik menjadi bagian dari sarana sekaligus sumber pendidikan sosial dengan 'kepedulian' nya dalam merespons geliat zaman.  

Syair-syair lagu sangat diperhitungkan sedemikian rupa sehingga orang yang mendengarkan musik akan mengalami proses internalisasi diri melalui "belajar sendiri" dengan merefleksikan syair lagu yang ia dengar. Iwan Fals, Ebiet G Ade, Rhoma Irama merupakan sedikit dari contoh pemusik dan penyanyi yang dalam hal ini sangat perkasa.

"Tapi 'kan setiap orang bisa memilih kan,Pak? Lagu-lagu kan banyak? Tapi kenapa anak-anak itu kok _ndilalah_ memilih yang seperti ini gitu,hlo..?", beliau memgejar dengan pertanyaan.
Ya, betul seperti itu..tapi perkara pilih memilih ini justru kuncinya. Bagaimana seseorang bisa memilih dengan benar jika ia tak punya pengetahuan dan pengalaman yang memadai ? Konsep, struktur dan cara berfikir dengan demikian (menurut saya) tetap menjadi faktor penting.
"Kalau demikian, berarti kecerdasan seseorang juga berpengarung,dong?" tanya Bu Guru lagi.

Diskusi kami bertiga tidak (atau belum ?) menghasilkan kesimpulan apa-apa tapi kami memiliki kesamaan pandangan bahwa sedang ada yang 'tidak beres' dengan selera anak-anak muda kita.

Bu Guru di samping saya yang sedari tadi banyak diam, tiba-tiba memecah kebuntuan, " saya kira, kalau pun ada yang salah dengan anak-anak sekarang, itu bukan sepenuhnya salah mereka. Siapa tahu, kita para orang tua ini juga tanpa sadar membentuk mereka jadi seperti ini. Mungkin pendidikan dan pembelajaran sejak dalam rumah lah kuncinya.".

Saya setuju dengan gagasan Bu Guru geografi ini. Ada kecenderungan, orang-orang sekarang melihat Sekolah sebagai satu-satunya tempat belajar, padahal, tempat dan sumber belajar bisa ditemukan dibanyak hal dan banyak tempat.
Sekolah dan para guru memiliki beban cukup berat karena cara pandang seperti ini.

Dalam banyak hal, kami menemukan paradok antara nilai dan ilmu pemgetahuan yang harus kami sampaikan, perkenalkan dan diskusikan dengan para siswa, tapi sisi lain, para siswa itu menemukan hal yang sangat berbeda dengan yang mereka hadapi dikehidupan nyata sehari-hari.

Mereka bisa mengakses media sosial dan internet dengan mudah, mereka bergaul dengan entah siapa diluar sekolah yang itu juga merupakan bagian dari proses belajar yang akan membentuk persepsi dan sikap mereka terhadap berbagai hal, termasuk persepsi dan seleranya terhadap musik.

Karena itulah, setiap orang butuh Guru. Bagi siapapun, Guru selalu diperlukan bukan saja karena ia ringkih pengetahuan dan dhoif wawasan, bahkan orang-orang hebatpun selalu butuh 'Guru'.

Setiap orang butuh orang/fihak lain yang  secara obyektif mampu menunjukkan kekurangan dan kelemahan kita, itulah fungsinya Guru. Mohammad Ali, Mike Tyson, Ir.Soekarno, Connor McGregor, Lee Chong Wei adalah orang-orang hebat, tapi mereka semua butuh pelatih, mereka butuh orang yang bisa menuntunnya, mereka memerlukan orang yang membuat mereka menemukan yang tidak kita bisa temukan sendiri. Itulah pentingnya Guru.
Dan hari ini, 5 Oktober adalah Hari Guru Sedunia.
Tapi, sepertinya : hening dan sunyi.

---

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun