Mohon tunggu...
Lardianto Budhi
Lardianto Budhi Mohon Tunggu... Guru - Menulis itu Membahagiakan

Guru yang suka menulis,buat film,dan bermain gamelan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pendidikan Budi dan Kompetisi Menuju Kekuasaan

31 Maret 2019   14:43 Diperbarui: 31 Maret 2019   14:51 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sampai bulan April 2019 mendatang, kita masih akan terus menghadapi sebuah situasi yang boleh jadi akan terus menghangat. Peristiwa pemilihan pemimpin dimanapun dan pada dilevel apapun, lazimnya selalu diikuti oleh naiknya tensi ketegangan sosial akibat gelombang pertarungan opini, tarik-menarik penggiringan persepsi publik dan sebagainya yang kesemuanya itu bermuara pada kompetisi untuk meraih simpati publik.

Kekuasaan, ya.., kekuasaan, sejak jaman ahistoris selalu menjadi faktor pemicu utama terjadinya letupan-letupan tragedi kemanusiaan. Lembar-lembar sejarah manusia dipenuhi oleh jejak darah perselisihan, peperangan, pembunuhan, teror dan sejumlah penghakiman yang berujung pada tindakan yang mengabaikan rasa kemanusiaan.

Seperti dinarasikan dengan sangat apik oleh puisi Gus Mus yakni ketika atas nama agama, manusia menginjak-injak agama. Ataa nama kemerdekaan, manusia memasung kemerdekaan. Atas nama niat baik, manusia bisa tidak sadar melakukan ketidakbaikan.

Sekali lagi, karena kekuasaan memang begitu rupa memburamkan kesadaran dan akal sehat. Dorongan untuk berkuasa menjadi syaraf kendali utama kehidupan tanpa adanya kemampuan untuk secara sabar dan telaten menemukan hakekat hidup berkemanusiaan yang diwartakan segala kebijaksanaan dan semua ajaran agama.

Dalam konteks dengan situasi perebutan kekuasaan terkini, disini, pemilu 2019 menempati tangga paling atas diantara berbagai macam urusan hidup manusia Indonesia. Sepertinya, politik benar-benar telah menjadi panglima. Kesejahteraan rakyat dalam kerangka kehidupan bernegara di Indonesia sebagaimana termaktub pada pembukaan UUD 1945 merupakan wasiat pertama dan yang utama dari para pendiri bangsa kita. Kesejahteraan umum harus dimajukan melalui apa? Bagaimana ? Inilah yang belum selesai agaknya.

Pemilu sebagai metode untuk memilih para wakil/rakyat yang akan dibebani tugas dan kewajiban memajukan kesejahteraan umum itu justru menjadi masalah baru. Hakekatnya, pemilihan para wakilnya rakyat harus didahului oleh pengetahuan dan informasi yang memadai sehingga setidaknya, setiap orang atau sebagian besar orang memiliki kemampuan untuk menilai calon-calon wakilnya. Tapi, apa yang sekarang terjadi ? Silahkan mengamati dan menilai sendiri, siapa tahu penilaian kita ternyata berbeda.  Meskipun pasti masih terbuka kemungkinan juga ketika orang berpengetahuan dan dianggap alim dalam hal agama, tiba-tiba lumpuh dan impoten kredibilitasnya dihadapan kepentingan politik dan perebutan kekuasaan.

Peristiwa politik makin meluncur dan bergeser menjadi peristiwa ekonomi. Pertimbangan ilmu, etika, dan estetika digantikan hanya dengan pertimbangan rugi-laba, untung-rugi secara ekonomi. Tanggungjawab memajukan kesejahteraan umum ditimbun pelan-pelan dan terus menerus oleh obsesi yang sifatnya egoistik sehingga kursi kekuasaan tidak lagi dimaknai sebagai supremasi sakral yang diterima dari kepercayaan rakyat melainkan menjadi kue yang diperebutkan dengan segala cara.

Di sisi lain, rakyat kebanyakan tak memiliki cukup ruang, kesempatan dan ketrampilan untuk membuat keputusan mengenai siapa yang akan dipilih untuk menjadi wakilnya, untuk dititipi amanah mengelola urusan-urusannya yang berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Apakah ini adalah sebuah gejala kegagalan penguasa atau para pemimpin sebelumnya? Who knows ? Bila alam berfikir Yunani kuno beranggapan bahwa tugas utama pemerintah adalah mendidik warganya agar mengenal budi, artinya membangun karakter tiap-tiap pribadi, maka kita bisa selangkah lebih dekat untuk menilai situasi masyarakat kita menjelang Pemilu 2019, bulan April mendatang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun