Mohon tunggu...
Redaksi
Redaksi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Fokus pada isu-isu sosial, pemberdayaan perempuan, dan hak asasi manusia. Dengan latar belakang dalam analisis kritis dan penulisan opini, berdedikasi untuk memberikan suara bagi perempuan dan komunitas yang terpinggirkan di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pandangan Suara Perempuan Nusantara Terkait Pernikahan Dini di NTB - Meningkatkan Kerentanan Eksploitasi dan Perdagangan Orang

9 Juli 2024   21:28 Diperbarui: 9 Juli 2024   22:02 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perkawinan anak masih menjadi praktik umum di beberapa bagian Nusa Tenggara Barat (NTB), dan isu ini menimbulkan kekhawatiran serius bagi berbagai kalangan. Suara Perempuan Nusantara, yang aktif memperjuangkan hak-hak perempuan di Indonesia, memberikan pandangan kritis terhadap fenomena ini. Menurut Suara Perempuan Nusantara, perkawinan anak tidak hanya menghambat pendidikan dan perkembangan pribadi perempuan, tetapi juga meningkatkan ketergantungan ekonomi dan kerentanan terhadap eksploitasi, termasuk tindak pidana perdagangan orang.

Pendidikan dan Perkembangan Pribadi Terhambat

SPN menyoroti bahwa perkawinan pada usia muda sering kali menghentikan akses perempuan terhadap pendidikan. Anak-anak perempuan yang menikah pada usia dini cenderung putus sekolah, yang pada gilirannya menghalangi mereka untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk kehidupan yang mandiri dan produktif. "Pendidikan adalah kunci untuk membebaskan diri dari siklus kemiskinan dan ketidaksetaraan," ungkap Nur Khotimah, Ketua Suara Perempuan Nusantara. "Ketika anak perempuan dipaksa untuk menikah, mereka kehilangan kesempatan untuk belajar dan berkembang, yang seharusnya menjadi hak dasar mereka."

Lebih lanjut, SPN menjelaskan bahwa perkembangan pribadi perempuan juga terhambat oleh perkawinan anak. Pada usia remaja, anak-anak masih dalam proses perkembangan fisik dan mental yang kritis. Perkawinan dini dapat menyebabkan tekanan psikologis dan fisik yang signifikan, termasuk risiko kesehatan reproduksi yang lebih tinggi. "Perkawinan anak bukan hanya tentang hubungan legal, tetapi juga tentang tanggung jawab yang terlalu berat bagi anak-anak yang belum siap secara fisik maupun mental," tambah Nur Khotimah.

Ketergantungan Ekonomi dan Kerentanan Eksploitasi

Selain dampak pada pendidikan dan perkembangan pribadi, perkawinan anak juga meningkatkan ketergantungan ekonomi perempuan. Anak-anak perempuan yang menikah dini biasanya tidak memiliki keterampilan atau pendidikan yang memadai untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Akibatnya, mereka menjadi sangat bergantung pada suami atau keluarga suami untuk kebutuhan finansial. Ketergantungan ekonomi ini sering kali menempatkan mereka dalam posisi yang rentan terhadap berbagai bentuk eksploitasi, termasuk kekerasan dalam rumah tangga.

SPN menegaskan bahwa ketergantungan ekonomi ini juga meningkatkan kerentanan perempuan terhadap perdagangan orang. Di NTB, dimana kemiskinan dan keterbatasan peluang ekonomi menjadi masalah serius, perempuan yang tidak memiliki kemandirian ekonomi lebih mudah menjadi target perdagangan orang. Mereka mungkin tergoda oleh janji-janji pekerjaan yang lebih baik di luar daerah atau luar negeri, yang pada akhirnya berujung pada eksploitasi.

Upaya Pencegahan dan Perlindungan

Untuk mengatasi masalah ini, SPN mengusulkan beberapa langkah strategis. Pertama, meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak negatif perkawinan anak melalui kampanye pendidikan dan advokasi. Kedua, memastikan penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku yang memfasilitasi perkawinan anak, serta memberikan perlindungan hukum bagi anak-anak yang menjadi korban.

Selain itu, SPN juga mendorong peningkatan akses terhadap pendidikan bagi anak-anak perempuan di NTB. "Pemerintah perlu menyediakan fasilitas pendidikan yang lebih baik dan memastikan bahwa semua anak, terutama anak perempuan, dapat menyelesaikan pendidikan mereka tanpa hambatan," kata Nur Khotimah. "Program beasiswa dan insentif pendidikan juga bisa menjadi solusi untuk mendorong anak-anak perempuan tetap bersekolah."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun